Beranda Advertorial Sekolah Al Azhar Galuh Mas Karawang Tumbuhkan Generasi Beradab dan Berkualitas

Sekolah Al Azhar Galuh Mas Karawang Tumbuhkan Generasi Beradab dan Berkualitas

Sekolah Al Azhar yang sudah berpengalaman lebih dari 50 tahun mencetak putera puteri Indonesia menjadi insan beriman dan bertakwa sekaligus memiliki keunggulan kompetitif agar sukses didunia kerja, meletakkan pendidikan Islam sebagai landasan utama pedagogi (metoda pengajaran) yang diterapkan mulai dari penyampaian kurikulum, pembentukan karakter, sampai dengan budaya di lingkungan Sekolah.

Konsep pendidikan Islam di Sekolah Al Azhar secara umum terdiri dari 3 (tiga) aspek utama. Pertama aspek Pendidikan Ruhiyah, yaitu pendidikan untuk menumbuhkan keimanan dan ketakwaan, memelihara kesucian diri serta pembinaan sisi ruhiyah murid agar mampu menunaikan ibadah dengan penuh kesadaran. Selanjutnya adalah Pendidikan Amaliah dimana murid dibiasakan untuk siap mengamalkan keislamannya dalam perilaku sehari-hari serta dilatih agar memiliki inisiatif diri dan termotivasi agar senantiasa berkontribusi untuk kemaslahatan Ummat. Pada pendidikan Ruhiyah dan Amaliah inilah penanaman ta’dib atau pendidikan tentang adab sudah mulai dilakukan bahkan sejak murid masih duduk dibangku Taman Kanak Kanak.

Sekolah Al Azhar sangat serius menerapkan dan mengajarkan ta’dib pada anak didiknya, hingga Sekolah yang didirikan oleh tokoh nasional Buya Hamka ini membuat kurikulum khusus yang hanya ada di sekolah-sekolah Al Azhar diseluruh Indonesia.

Kurikulum yang dinamakan Kurikulum Pengembangan Pribadi Muslim (KPPM) merupakan seperangkat kegiatan belajar yang terintegrasi dan direncanakan untuk dilaksanakan dalam menyiapkan dan meletakkan dasar bagi pengembangan diri anak didik secara utuh.

Kegiatan itu meliputi upaya pengembangan pembentukan akhlakul karimah, seperti pendidikan moral, nilai-nilai agama, sosial emosional dan kemandirian, ketaatan beribadah dan pengembangan kemampuan dasar yang terdiri dari ketrampilan berpikir (kognitif), berbahasa dan ketrampilan jasmani dan kemampuan dasar lain.

Penerapan kurikulum KPPM di sekolah Al Azhar dilakukan dengan meletakkan kompetensi dasar yang diturunkan secara mendetail kedalam beberapa indikator sebagai tujuan pengajaran dikelas sesuai dengan usia agar pembelajaran mudah diterima dan bisa menciptakan suasana menyenangkan dikelas. Kemudian pada implementasinya, penjiwaan agama ditambahkan agar murid-murid memahami bahwa kegiatan belajar yang mereka lakukan memiliki nilai keislaman yang tercantum didalam Al Quran.

Dengan adanya KPPM ini, murid-murid dari tingkat TK,SD hingga SMA antusias mengikuti kegiatan unggulan Sekolah Al Azhar seperti Tahfidz, Tilawati, Tamyiz dan Bahasa Arab. Beberapa kegiatan Tahfidz bahkan disertai dengan event menyenangkan seperti Camp Tahfidz, Tahfidz berhadiah atau point reward dan kegiatan lain yang menambah semangat murid-murid dalam mendalami Al Quran.

Salah satu kegiatan unggulan pembentukan karakter Islami (Character Building) yang paling disukai murid-murid Sekolah Al Azhar adalah Pesantren Alam. Kegiatan Pesantren Alam atau yang disingkat menjadi Salam, merupakan kegiatan kurikuler pembelajaraan outdoor. Pada Pesantren Alam, murid-murid diajak untuk Tafakur, Tadabur dan Tasyakur ditengah suasana alam pegunungan. Disana mereka bisa merenungkan segala fenomena yang terjadi di alam semesta baik itu dari suatu kejadian ataupun dari suatu pengalaman inderawi. Di sinilah mereka mendapatkan pengetahuan tentang Rabbnya dalam arti yang hakiki, merenung, berzikir bersama dan melakukan kegiatan layaknya di pesantren. Selain itu mereka juga mengikuti kegiatan outbond yang seru seperti bermain flying fox dan rafting disungai.

Aspek terakhir namun tak kalah pentingnya di Sekolah Al Azhar adalah Pendidikan Aqliyah yakni pendidikan yang mempelajari pengetahuan Islam, pengetahuan popular termasuk teknologi dan sains serta mempelajari hubungan antara pengetahuan Islam dengan pengetahuan popular.

Sekolah Al Azhar menyadari betul kualitas sumber daya manusia tentunya sangat ditentukan oleh perkembangan jaman. Sebagai contoh pada abad 19, mengutarakan pendapat dianggap sebagai bentuk pembangkangan, namun sebaliknya pada saat ini sumber daya manusia dituntut untuk bisa mengutarakan ide dan pendapat serta harus mampu mewujudkannya menjadi sebuah karya nyata.