TVBERITA.CO.ID – Pengamat kesehatan sekaligus anggota BPJS Watch, Timboel Siregar, mendorong pemerintah untuk segera melakukan cleansing data terhadap 50 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang saat ini berstatus tidak aktif.
“Tentunya dengan memperkuat metodologi cleansing data. Pembersihan data tidak hanya sekadar menanyakan kepada RT mengenai siapa saja yang termasuk kelompok masyarakat miskin. Data harus diverifikasi dengan benar,” ujar Timboel saat dihubungi.
Ia menegaskan bahwa peserta JKN yang benar-benar tidak mampu harus tetap mendapatkan bantuan, sementara mereka yang sudah mampu, misalnya memiliki kendaraan pribadi atau aset lainnya, dapat dialihkan ke kepesertaan mandiri. “Tapi mereka harus diberitahu lebih dulu agar bisa mengalihkan kepesertaannya secara mandiri,” lanjutnya.
Baca juga: Malam Penganugerahan Al-Muhajirin Award, Transformasi Pesantren Menuju Kemajuan Negeri
Timboel menjelaskan bahwa salah satu permasalahan utama dalam program JKN adalah banyaknya peserta yang nonaktif, terutama dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kondisi ini terjadi karena pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak lagi membayarkan iuran mereka. Akibatnya, masyarakat miskin yang sebelumnya memiliki akses ke layanan kesehatan melalui JKN menjadi tidak terlindungi.
“Sebelumnya mereka punya akses, tetapi sekarang hilang. Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos), yang telah diberikan kewenangan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2015, harus segera melakukan cleansing data. Masyarakat miskin yang layak harus dikembalikan ke dalam kepesertaan JKN,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa Kemensos dan Dinas Sosial seharusnya melakukan pembaruan data secara berkala, minimal setiap bulan. Lambannya proses cleansing data ini berpotensi membuat masyarakat miskin kehilangan akses layanan kesehatan.
Baca juga: RSUD Jatisari Beri Diskon Pemeriksaan Lab Hingga Akhir Februari
“Banyak peserta yang baru menyadari status mereka dinonaktifkan ketika hendak berobat. Ini yang menjadi masalah. Maka selain cleansing data, pemerintah juga harus memberi tahu peserta yang dinonaktifkan agar mereka bisa mengajukan keberatan dan meminta haknya kembali. Yang paling utama, proses ini harus dilakukan secara objektif,” pungkas Timboel. (*)