Beranda Regional Dugaan Korupsi Pengembangan Kawasan Aneka Cabai Rp2.3 M, DPPPH dan Barjas Saling...

Dugaan Korupsi Pengembangan Kawasan Aneka Cabai Rp2.3 M, DPPPH dan Barjas Saling Tuding

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Saling tuding antara Kepala DPPPH Cianjur, Ahmad Nano dan pejabat Bagian Barang dan Jasa (Barjas) Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur terkait dugaan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), langsung menjadi sorotan publik Cianjur.

Seperti diketahui, belum lama ini, sejumlah pejabat di lingkungan Dinas Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Holtikultura (DPPPH) Cianjur diperiksa Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pemeriksaan tersebut terkait adanya dugaan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) pada pelaksanaan pengadaan barang Tahun Anggaran 2017, untuk pekerjaan Fasilitas Bantuan Sarana Produksi Pengembangan Kawasan Aneka Cabai, senilai Rp2.300.186.250.

Saat dikonfirmasi, Kepala DPPPH Cianjur dan pihak Barjas malah saling tuding. Menanggapi hal itu, Ketua Cianjur People Movement, Ahmad Anwar berharap agar pihak kepolisian segera mengungkap kebenarannya.

“Jangan pandang bulu, siapapun pelakunya harus segera bertindak. Kami kecewa, pejabat hanya saling tuding, padahal seharusnya bisa memberikan penjelasan,“ ujar pria yang karib disapa Ebes kepada Berita Cianjur, Senin (13/8/2018).

Tak hanya berharap terhadap kepolisian, Ebes juga mengaku sangat berharap terhadap Tim Nawacita -9 agenda prioritas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang belum lama ini mengunjungi sejumlah wilayah di Cianjur.

Ebes mengaku kaget ketika salah satu Tim Nawacita Jokowi yang juga merupakan Staf Khusus Presiden, Ruri Jumar Saef, sempat mengatakan ada masyarakat yang melontarkan kalimat “korupsi dan pungutan liar di Cianjur terpantau ramai lancar”.

Kalimat tersebut diperoleh Ruri dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat di lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Harjasari, Desa Cintaasih, Kecamatan Gekbrong pada Selasa (7/8/2018) lalu.

“Saya baca di media, Tim Nawacita ini menyerap aspirasi masyarakat. Setelah mendengar soal korupsi di Cianjur, katanya Tim Nawacita akan melaporkannya ke presiden. Mudah-mudahan ini bisa segera ditindaklanjuti,“ harapnya.

“Gak hanya kasus korupsi di Dinas Pertanian saja, pokoknya saya berharap kepada Polda dan Tim Nawacita untuk segera mengungkap sederet kasus korupsi lainnya di Cianjur. Ingat, dugaan kasus korupsi di Cianjur ini lumayan banyak,“ tutup Ebes.

Sementara itu, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur menilai, seharusnya Kepala DPPPH bisa menjelaskan secara rinci kronologis dugaan korupsi di lingkungan dinasnya.

“Jadi jangan hanya menuding, tapi jelaskan duduk perkaranya. Ini bukan persoalan enteng, tapi persoalan uang Negara. Saya berharap Polda Jabar bisa segera mengungkap dan mengusut tuntas dugaan KKN ini,“ harapnya.

Sebelumnya, Kepala DPPPH Cianjur, Ahmad Nano tidak menampik soal adanya pemanggilan terhadap pejabat di dinas yang dipimpinnya tersebut oleh Polda Jabar.

Namun, orang nomor satu di lingkungan DPPPH itu tidak menjelaskan secara gamblang, siapa saja pejabat DPPPH yang sudah dipanggil aparat. Saat itu, dia hanya menjelaskan bagaimana posisi sebenarnya DPPPH dalam pelaksanaan proyek pengadaan tersebut.

Menurutnya, posisi dinasnya sekadar hanya melaksankan hasil lelang proyek yang sudah dilakukan pihak Bagian Barang dan Jasa (Barjas) Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur.

“Ooh soal itu, emang iya. Tapi begini, kalau ranahnya seleksi pengusaha itu bukan di dinas kita, tapi di Barjas. Adapun kita ini hanya melaksanakan hasil Barjas tersebut, karena memang tidak punya kewenangan untuk menyeleksi pengusaha. Setelah bertemu kita, ya pengusaha harus mengikuti speknya seperti apa yang dibutuhkan pada kegiatan yang akan dilaksanakan,” ujar Ahmad Nano saat ditemui seusai mengikuti Salat Ashar berjamaah di Masjid Agung Cianjur, Selasa (31/72018) lalu.

Terkait pengadaan proyek di lingkungan DPPPH, Nano menegaskan, selama ini pihaknya bersikap untuk mengikuti secara normatif aturan dan tidak ada titipan apalagi sampai mengatur pemenang lelang proyek.

“Kalau saya ini normatif saja, siapapun itu pengusaha yang menangnya. Istilahnya, kalaupun menurut kita si perusahaan itu memang bagus, tapi dari hasil seleksi tim lelang tidak seperti itu, ya keputusannya itukan tetap ada di tim lelang,” ucapnya.

Saat ditanya apakah dengan timbulnya persoalan ini nama dinas akan tercoreng? “Ya saya sangat menyayangkan sekali bisa seperti ini, tentunya ini bisa mencoreng nama dinas,” jawabnya.

Sontak, pernyataan tersebut membuat gusar pihak Bagian Barang dan Jasa (Barjas) Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur. Pasalnya, pernyatan yang disampaikan Ahmad Nano tersebut terkesan cenderung menyudutkan pihak Barjas.

Pernyataan tersebut pun langsung disangkal Kepala Bagian Barang dan Jasa, Yudi Ferdiana melalui Kasubag Pengadaan Barjas, Jatnika Yusep. Ia menegaskan, jika dilihat dari aturan, Kerangka Acuan Kerja (KAK) Harga Perkiraan Sendiri (HPS) spesifikasi itu bukan tanggungjawab pihaknya, termasuk soal harga. Jadi, tegas Jatnika, tanggung jawab soal itu adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

“Ketika kami diminta untuk melelangkan, maka itu semua harus lengkap dan benar sesuai dengan aturan. Jadi kalau ada yang mengatakan semua itu merupakan kewenangan wilayah kami (Barjas), tentu itu sangat tidak benar. Sekali lagi, Barjas itu hanya melelangkan,” tegas Jatnika saat ditemui di kantornya, Jumat (10/8/2018).

Jatnika memaparkan, kalau misalkan istilahnya ada kaji ulang HPS, maka itu bisa dilakukan pihak Barjas. Namun sifatnya tidak wajib. “Misalkan begini, katakanlah soal harga pupuk, ketika kami menanyakan kiri kanan, kemudian diketahui harga beda dengan di lapangan, dimana di lapangan ternyata lebih murah bahkan setelah ditambah pajak dan keuntungan, maka itu bisa kita lakukan kaji ulang, kita berikan masukan saran kepada PPK,“ terangnya.

“Kalau itu tidak disetujui oleh PPK, maka adanya perbedaan pendapat antara Barjas dengan PPK, ini dibawa ke PA. Lalu kalau kata PA itu menyerahkan bagaimana keputusan PPK, maka yang dilaksanakan adalah keputusan PPK. Sebaliknya, kalau saran Barjas diterima, maka itu harus diulang. Jadi kewenangannya seperti itu,” sambung Jatnika.

Saat ditanya apakah dalam persoalan ini terjadi seperti itu? “Saya tidak ingat lagi, soalnya sudah setahun lalu. Tapi sudah ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polda,” jawabnya.

Disingung soal sejauh mana pengecekan Barjas terhadap dokumen proyek tersebut, mengingat dalam pengaduan disebutkan selain soal mark up harga juga adanya dugaan pemalsuan dokumen, Jatnika mengaku, sepengetahuannya Pokja sudah melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan.

“Sepengetahuan saya, Pokja sudah melakukan tugasnya dengan mengklarifikasi dan memverifikasi dokumen proyek, dan tidak ada ditemukan pemalsuan dokumen,” kata Jatnika.

“Jadi setelah tanda tangan kontrak, perikatan antara pemenang lelang dengan pemasok barang misalkan di sana terjadi pemalsuan dokumen, itu lepas dari tanggungjawab dan kewenangan kami,” sambung dia.

Saat ditanya soal pemanggilaan oleh pihak penyidik Polda Jabar, Jatnika mengaku terakhir kali dipanggil penyidik sekitar dua minggu lalu. “Terakhir dipanggil waktu dua minggu lalu, kita menemui penyidik unit IV Tipikor Polda Jabar,” pungkasnya.(kb)