Beranda Karawang Forbidok Karawang: Pemkab Payah Tangani Kepastian Hukum Bidan dan Dokter PTT

Forbidok Karawang: Pemkab Payah Tangani Kepastian Hukum Bidan dan Dokter PTT

Sementara itu, menurut Oma, kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana mengemukakan, pada tahun 2019 ini, pemerintah akan membuka 152.286 formasi dengan rincian, Instansi Pusat sebanyak 37.425 formasi pada 68 K/L dan Instansi Daerah 114.861 formasi pada 462 Pemerintah Daerah.

“Ada dua jenis formasi yang dibuka pada penerimaan CPNS tahun 2019 ini, yaitu formasi umum dan formasi khusus,” terangnya.

Formasi khusus, menurut Kepala BKN, meliputi cumlaude, diaspora, dan disabilitas pada Instansi Pusat dan Daerah, serta formasi khusus putra-putri Papua, dan formasi lainnya yang bersifat strategis pada Instansi Pusat. Sedangkan formasi jabatan yang dibuka adalah tenaga pendidikan, kesehatan, dosen, teknis fungsional, dan teknis lainnya.

Tiga besar formasi pada penerimaan CPNS kali ini adalah guru (63.324 formasi), tenaga kesehatan (31.756 formasi), dan teknis fungsional (23.660 formasi).

“Namun, data dan informasi tersebut, sama sekali tidak ada korelasinya dengan angka tenaga kesehatan bidan dan dokter PTT Karawang, yang sudah lebih dahulu mengabdi, dan memiliki masa kerja selama ini,” sesal Oma.

Lebih lanjut, Oma mengungkapkan, bagi Forbidok Karawang, meski kini telah mengantongi Surat Rekomendasi Bupati Karawang bernomor : 800/5021/Dinkes/2019 untuk disampaikan kepada Kementrian PAN & RB, agar sejumlah bidan dan dokter yang tergabung di dalam FORBIDOK saat ini, memperoleh hak untuk diberikan kebijakan khusus menjadi CPNS. Hal tersebut kurang dibarengi keseriusan oleh seluruh perangkat daerah yang ada.

“Sepanjang republik ini berdiri, mungkin hanya di jamannya Bung Karno saja, bahwa pegawai tidak tetap negara, maksimal berumur satu tahun saja dan kemudian diangkat menjadi pegawai tetap negara. Yang diatur dalam PP No.59 Tahun 1951 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri tetap. Di jaman SBY, keluarnya PP 48 Tahun 2005, dan PP No. 56 Tahun 2012, untuk mengangkat pegawai negeri sipil dari K1 dan K2, juga melalui sebuah kebijakan yang dipaksa untuk dikeluarkan melalui jalan demosntrasi yang dipelopori oleh guru honorer se-Indonesia.”

“Apakah sejumlah PTT daerah perlu mengambil langkah perlawanan terbuka dan mendatangi Istana Negara kembali? Hal ini akan menunjukkan, banyak sinyalemen dan indikator merata.”

“Misalkan saja kabupaten Karawang, jika hal ini sampai terjadi, maka satu hal yang pasti ditunjukkan oleh keadaan tersebut adalah, sebuah kontradiksi daerah dan pusat yang manifes. Ketidakseriusan perangkat BKPSDM-nya, yang dikawal oleh DPRD kabupaten Karawang, tidak mampu berdialog, dan memecahkan solusi, bahwa sejak UU No. 5 Tahun 2014 disyahkan, dengan kedua peraturan pelaksananya (PP No. 11/2017, dan PP 49/2018), Republik Indonesia, sudah tidak mengenal pegawai tidak tetap lagi. Alias keberadaan penyelenggaraan pegawai berlabel PTT, adalah ilegal. Maka seluruh yang berkaitan dengan prosedur pembiayaan gaji, dan sebagainya adalah mal praktek, dan de facto adalah bentuk penyelewengan kewenangan,” papar Oma.

Oma kembali menuturkan, Forbidok Kabupaten Karawang menyerukan kepada pejabat pembina kepegawaian kabupaten Karawang, agar segera menjadi bagian atas solusi strategis pembenahan sumber daya manusia, dari infrastruktur kesehatan. Yang menjadi ketahanan nasional strategis di bidang kesehatan.

“Sebab rakyat membutuhkan bidan dan dokter. Untuk membahas kebutuhan tenaga kesehatan, selain Pendidikan, melalui kepastian data base, ANJAB & ABK, serta angka pensiun PNS, di tahun yang berjalan kepada Kemenpan & RB, Kemendagri, Kemenkes RI, dan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo,” tutupnya. (rls/kie)