KARAWANG – Dua ekor anak kucing hutan (Prionailurus bengalensis), atau kucing kuwuk berhasil dievakuasi di sekitar Gunung Jayanti, Pegunungan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat pada Minggu, 29 Januari 2023.
Ditemukannya dua ekor anak kucing hutan atau sering disebut meong congkok oleh masyarakat Jawa Barat ini membuktikan visual keanekaragaman hayati Pegunungan Sanggabuana semakin bertambah.
Eka Mahardi, Koordinator Mitra Ranger “Sanggabuana Wildlife Ranger/SWR” Wilayah Mekarbuana mengatakan bahwa Meong Congkok ini ditemukan tim Mitra Ranger saat sedang berpatroli pada akhir minggu.
“Waktu itu di sekitar Gunung Jayanti ada masyarakat yang menebang rumpun bambu, ternyata merupakan tempat meong congkok, dan ditemukan 2 ekor anaknya yang kemungkinan berumur 1-2 minggu. Induknya sudah tidak ada, mungkin kabur karena rumpun bambu yang jadi rumahnya habis ditebang,” beber Kang Eka.
Baca juga: Pegunungan Sanggabuana Karawang Disiapkan Jadi Kawasan Konservasi
Karena ada indikasi dua ekor anak kucing hutan ini akan diambil oleh warga, maka Eka Mahardi kemudian meminta dua ekor anak kucing ini, dan dievakuasi ke Basecamp Mitra Ranger di Mekarbuana.
Selanjutnya Eka berkoordinasi dengan Dokter Hewan dari lembaga konservasi untuk penanganan pertama dan segera melapor ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
Solihin Fu’adi, Direktur Eksekutif Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) yang membawahi para Ranger membenarkan temuan kucing hutan yang merupakan satwa dilindungi ini.
“Temuan kucing hutan ini pada saat para Ranger berpatroli. Kebetulan weekend kemaren para Ranger berpatroli di beberapa wilayah hutan, ada yang di sekitaran Green Canyon sampai ke Gunung Sulah yang menjadi target wilayah perburuan ilegal satwa liar, sampai di jalur puncak Sanggabuana. Tim yang ke jalur puncak dan Gunung Jayanti yang mengevakuasi,” jelas Kang Inong.
Menurutnya, kucing hutan ini masuk dalam daftar satwa dilindungi dalam Permen P.106/2018 jadi kami minta untuk dievakuasi dari masyarakat, dan kami laporkan ke BBKSDA Jawa Barat, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) IV Purwakarta.
“Namun oleh BBKSDA Jawa Barat diminta untuk dilepasliarkan lagi di hutan, padahal umurnya baru beberapa minggu, belum bisa berjalan. Induknya pun sudah tidak terlihat karena habitatnya di hutan bambu sudah ditebang habis.” Sambung Kang Inong dalam keterangannya lewat telpon.
Kang Inong khawatir jika anakan kucing hutan yang belum bisa mandiri ini dikembalikan lagi di hutan yang sudah rusak dan tidak bertemu dengan induknya, bisa kembali ditangkap warga atau mati karena tidak diasuh oleh induknya.
Resiko Rendah Dari Kepunahan Tapi Dilindungi
Meong Congkok merupakan salah satu karnivora kecil yang menghuni Pegunungan Sanggabuana. Kucing hutan ini juga bisa ditemui di Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Motif rambut Kucing Hutan mirip dengan macan tutul, dan merupakan kucing hutan terkecil dibanding dengan jenis kucing hutan lainnya.
Kucing hutan dari keluarga Prionailurus ini biasa aktif pada siang hari, dan memangsa buruan berupa tupai, tikus, hewan kecil lain, dan seranga. Biasanya kucing hutan akan membuat sarang berupa lubang, memanfaatkan goa-goa kecil atau lubang dibawah pohon besar, atau di semak-semak, dan menyukai tempat dekat dengan sumber air.
Baca juga: Penampakan Ular Naga Jawa di Pegunungan Sanggabuana Karawang
Sama seperti keluarga kucing lain, kucing hutan yang sering disebut Blacan ini juga jago memanjat pohon, dan sering berada di atas pohon pada malam hari untuk mengawasi calon mangsanya.
Sayangnya kucing hutan ini sudah susah ditemui di alam karena masifnya perburuan untuk dipelihara sebagai hewan peliharaan.
Dibanding di habitat aslinya di hutan, kucing hutan kadangkala lebih mudah ditemui di marketplace. Selain perburuan liar, alih fungsi lahan hutan dan rusaknya habitat menjadi penyebab menurunnya populasi kucing hutan di alam.
Dalam The International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) Red List kucing hutan masuk dalam kategori Least Concern (LC) atau resiko rendah. Sedangkan dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) kucing yang sering dikira anak macan ini masuk dalam kategori Appendiks II, yang artinya masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, namun mungkin terancam jika perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Walaupun dalam IUCN Red List merupakan satwa dengan status resiko rendah namun kucing hutan yang dievakuasi oleh masyarakat ini merupakan satwa dilindungi yang masuk dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM/1.12.2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 TENTANGJENIS TUMBUHAN DAN SATWA YANG DILINDUNGI.
Dengan status Kucing Hutan yang dilidungi ini, tentu saja karnivora ini tidak bisa diperjualbelikan atau dipelihara dengan bebas dan tanpa izin. (*)