Beranda Regional Aktivitas Galian Pasir di Palasari Buat Kades Geram

Aktivitas Galian Pasir di Palasari Buat Kades Geram

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Aktivitas galian pasir di Kampung Tegallega, Desa Palasari, Kecamatan Cipanas, tak saja membuat geram masyarakat sekitar. Tetapi juga pemerintahan desa setempat. Akibat, aktivitas liar itu 20 warga harus mendekam di tahanan, karena dituding merebut lahan itu.

Kepala Desa Palasari, Kecamatan Cipanas, Jaya Wijaya Buntuan, mengatakan, pihak pengusaha galian pasir itu terus membandel dan melaksanakan aktivitasnya mengeksplorasi lahan di kawasan itu, Meski, warga dan pemerintah desa sudah melakukan penolakan.

Jaya mengungkapkan, jika berbicara mengenai pelanggaran. Sebenarnya pengusaha melakukan jauh lebih banyak pelanggaran. Menurut Jaya, pengusaha bahkan tidak akan bisa memperlihatkan izin penggunaan lahan penggalian saat ini.

“Kami (Desa Palasari) sudah berikan rekomendasi penggunaan lahan, tapi mereka malah salah gunakan. Sekarang, malah menuding warga berusaha merebut atau mengakui lahan mereka, tanpa ada bukti yang valid. Memang kurang ajar mereka itu!” ungkap Jaya, saat ditemui wartawan, di kantornya, belum lama ini.

Disebutkan Jaya, pihak pengusaha hanya mengantongi rekomendasi dari pihak pemerintah kabupaten melalui dinas-dinas terkait. Ia menegaskan, itu bukan izin yang ditandatangani dan disetujui langsung oleh Bupati Cianjur.

”Mereka hanya punya Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT), peruntukkannya bukan untuk galian C. Tapi untuk pembangunan cottage. Amdal ada, tapi hanya rekomendasi,” kata Jaya.

Menurut Jaya, sebenarnya pengusaha sudah harus menempuh izin prinsip yang membutuhkan persetujuan langsung dari Bupati Cianjur, karena luasan lahan yang terhitung besar. Sebab itu, lanjut Jaya, Pemkab Cianjur dapat memberikan respon terkait tudingan penyerobotan, maupun penyalahgunaan lahan perkebunan masyarakat.

“Kami harap pemkab dapat menghentikan proyek pengusaha yang menganggap telah mengantongi izin operasional itu. Desa tidak bisa bertindak banyak karena izin atau rekomedasi yang ada tidak bisa berubah. Kecuali berkas sudah menjadi izin dari bupati, baru bisa diperadilankan supaya bisa dicabut. Sementara, ini kan hanya rekomendasi dinas saja,” ucapnya.

Mengenai 20 penggarap yang kini ditahan, Jaya mengaku terus berupaya melakukan pembelaan. Sejauh ini, puluhan warga Tegallega itu mendapat hukuman 2 bulan kurungan atas tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana ringan (Tipiring).

Herlan, salah seorang warga menegaskan, warga tetap menolak keras adanya aktivitas galian pasir di wilayah itu. Sebab, ujar dia, galian pasir itu dinilai telah merusak lingkungan setempat.

Selain itu, Herlan juga menilai, jika tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan. Pasalnya, warga telah menggarap lahan itu secara turun temurun, sehingga kegiatan berkebun mereka dianggap tidak bisa dipermasalahkan.

“lahan itu merupakan garapan kami, yang mereka gunakan untuk pembangunan cottage. Kami izinkan pembangunannya, tapi ternyata mereka malah menjadikannya sebagai galian C,” tutur Herlan.

Warga sekitar memang tetap nekat berkebun di dekat proyek, karena merasa mereka lebih dulu mengolah lahan seluas 8,9 hektare itu. Namun, pada 2003 lalu, pihak pengusaha terkait datang dan mengajukan perizinan pembangunan cottage di lokasi tersebut.

Warga menyetujui ajuan itu, dengan banyak pertimbangan positif ke depannya. Hanya saja, ketika izin diperpanjang pada 2011 lalu, pembangunan cottage tak juga terlihat. Lahan produktif milik negara itu justru terus dikeruk, dan diambil tanahnya oleh truk pengangkut pasir.

“Tidak cuma penyalahgunaan lahan, pengusaha juga mengabaikan janji terhadap warga. Salah satunya realisasi fasilitas umum yang mereka janjikan,” ucapnya.

Menurut warga, hal yang disebutkan itu jelas menjadi bentuk pelanggaran yang sebenarnya. Jika perusahaan mengklaim warga melakukan penguasaan fisik tanpa hak, perusahaan justru dianggap melanggar izin dan pengrusakan lingkungan.

Herlan menegaskan, tidak ada tuduhan yang tepat untuk dialamatkan kepada warga. Terlebih, sebagai penggarap lahan warga hanya beraktivitas seperti biasa tanpa berniat menyerobot lahan terkait. “Warga sudah izinkan (pembangunan) awalnya, mereka juga semula sudah bangun pembatas antara tanah cottage dan area warga. Tapi, sekarang justru melebar,” ujar dia.

Penahanan 20 warga pada pekan lalu itu, sempat menuai protes keras. Terutama dari pihak keluarga yang sampai mendatangi Kejaksaan Negeri Cianjur, mereka memrotes keputusan penahanan warga yang dianggap tidak adil. Apalagi, sejak lahan dikeruk, warga pun kehilangan sumber penghasilan karena sayuran yang ditanami rusak dan tidak memungkinkan untuk dipanen.

Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada respon dari pemerintah setempat terkait persoalan tersebut. Oleh karena itu, warga melalui kuasa hukum 20 penggarap yang ditahan itu melaporkan kasus lahan tersebut hingga ke tingkat presiden. (KB)