CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Terbongkarnya aset seharga miliaran rupiah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sayang Cianjur, menjadi sorotan banyak pihak.
Ketika belanja modal pengadaan alat kedokteran umum senilai miliaran rupiah bisa dilakukan, bahkan keberadaan asetnya menjadi tak jelas, namun insentif yang menjadi hak para pegawai di RSUD Cianjur malah tak diperhatikan. Ada apa dengan RSUD?
Pertanyaan tersebut diungkapkan Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan. Menurutnya, kondisi tersebut menimbulkan banyak kecurigaan dan patut dipertanyakan.
Sebelum masalah aset seharga miliaran rupiah di RSUD tak jelas keberadaannya terbongkar, sambung Rudi, selama ini pihak RSUD selalu beralasan penyebab semua permasalahan di rumah sakit plat merah tersebut, disebabkan BPJS Kesehatan masih menunggak miliaran rupiah.
“Sekarang setelah kasus aset hilang terbongkar, kita jadi tahu, ternyata masalahnya bukan hanya soal BPJS yang masih nunggak, tapi diindikasikan banyaknya kejanggalan. Apalagi soal nunggak BPJS, masalahnya belum jelas juga, karena BPJS pernah membantahnya. Anehnya lagi, baik RSUD maupun BPJS jadi sulit dihubungi,“ ujarnya kepada Berita Cianjur, Selasa (30/1/2018).
Rudi mengaku heran dengan alasan yang dilontarkan pihak RSUD terkait segudang permasalahan yang terjadi. Kalaupun benar penyebabnya dari BPJS yang masih nunggak, sambung Rudi, seharusnya hal tersebut bisa diantisipasi.
“Jadi gak perlu ada kejadian insentif pegawai dan tim medis dibayarkan kurang dari seharusnya dan lambat pembayarannya, gak perlu juga ada kejadian limbah medis yang berbahaya masih numpuk gara-gara pihak ketiga tak dibayar. Ini kan aneh, masa pemasukan atau pendapatan RSUD hanya dari BPJS?“ ungkapnya.
Soal keuangan di RSUD, Rudi menyoroti soal laporan hasil pemeriksaan BPK RI. Pada 2015, disebutkan terdapat setara kas deposito BJB Rp31 miliar lebih. Namun semua anggaran tersebut hilang atau habis di tahun 2016.
“Rp41 M itu bukan anggka kecil. Kalau memang habis karena untuk kebutuhan peralatan, kenapa aset yang dibelinya malah hilang. Berarti kan pengadaannya tidak diperhitungkan dengan matang. Pertanyaannya, belanja alat miliaran rupiah bisa meski ga jelas, tapi hak para pegawainya tak diperhatikan?“ tandasnya.
Ia berharap, pihak RSUD memiliki itikad baik untuk menjelaskan semua permasalahan yang terjadi. Karena sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) milik Pemkab Cianjur, sambung Rudi, seharusnya RSUD bisa lebih memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat Cianjur, bukannya menimbulkan masalah.
“Jika tak bisa memberikan penjelasan, maka Pemkab Cianjur dan aparat penegak hukum harus secepatnya menindak. Kalau perlu evaluasi total semua pejabatnya. Kalau gak bisa mengurus rumah sakit milik pemerintah, kenapa harus dipertahankan?” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, aset seharga miliaran rupiah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sayang Cianjur, ternyata benar-benar hilang.
Kebenaran tersebut diketahui dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2015. Tak sedikit, namun aset yang tidak ditemukan keberadaannya tersebut mencapai ratusan unit.
Ya, informasi tersebut berawal dari adanya SMS (Short Message Service) yang diterima redaksi Berita Cianjur pada pekan lalu, yang menyebutkan adanya mesin anestesi (bius) seharga miliaran rupiah yang hilang, serta sejumlah informasi lainnya mengenai kebobrokan di RSUD.
Guna menelusuri kebenarannya, Berita Cianjur akhirnya melakukan pencarian data dan informasi, hingga akhirnya mendapatkan informasi lengkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2015.
Disebutkan dalam laporan BPK RI, pada 2015 lalu RSUD merealisasikan belanja modal pengadaan alat kedokteran umum berupa bed patient manual, bed side cabinet, overbed table dan matras bed patient. Masing-masing sebanyak 100 unit senilai Rp1.736.236. Pengadaan tersebut telah tercatat pada Kartu Inventaris Barang (KIB) RSUD.
Namun hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK dengan pengurus barang RSUD menunjukkan, bed patient manual, bed side cabinet, overbed table dan matras bed patient masing-masing sebanyak 98 unit, tidak ditemukan keberadaannya di RSUD.
“Hasil permintaan keterangan kepada pengurus barang RSUD Kelas B, menunjukkan bahwa barang-barang tersebut dititipkan pada gudang penyedia jasa dengan Berita Acara Penitipan Barang nomor 028/3065/TU tanggal 11 Desember 2015 yang ditandatangani oleh Direktur RSUD dan Ditektur PT Ol,“ tulis BPK RI dalam laporannya.
Selain itu, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan terdapat ICU bed sebanyak 12 unit dan emergency streteher sebanyak 87 unit yang juga ditipkan pada gudang penyedia jasa. “Aset peralatan dan mesin serta aset tetap lainnya sebesar Rp4.387.124.410 tidak dapat diyakini keberadaannya,“ tulis BPK.
BPK menyebutkan, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala DPKAD Cianjur dalam laporan BPK RI menjelaskan, terkait aset berupa 98 unit barang yang tidak dikuasai oleh RSUD, pihaknya melalui RSUD akan mengambil barang tersebut dari gudang penyedia jasa agar segera dapat dimanfaatkan oleh RSUD.
Sementara itu, BPK RI juga merekomendasikan kepada Bupati Cianjur agar memerintahkan Dirut RSUD Cianjur , untuk menarik pengadaan alat kedokteran umum yang dititipkan pada gudang penyedia jasa dan segera memanfaatkan hasil pengadaan tersebut.
Berkaitan dengan sms pembaca, seperti diketahui redaksi Harian Umum Berita Cianjur (BC) menerima SMS yang menginformasikan sejumlah kebobrokan di RSUD Sayang Cianjur.
SMS yang diterima redaksi BC pada pekan lalu tersebut, sebanyak 3 kali SMS dengan nomor yang sama, yakni pengguna nomor Simpati. Namun sayang, saat wartawan hendak mengonfirmasi kepada pengirim SMS, masih sulit dihubungi.
SMS pertama menyebutkan 6 poin kebobrokan di RSUD, antara lain rekrutmen karyawan siluman terus-terusan, sampah berbahaya menumpuk, bangunan baru dan alat kesehatan baru sudah rusak, hilangnya mesin bius 2 unit seharga miliaran rupiah ditutup-tutupi dan malingnya masih bekerja di RSUD, insentif karyawan tidak dibayar, serta intimidasi ke karyawan agar bungkam.
SMS kedua menginformasikan tentang obat dan alat kesehatan pasien habis dan pasien harus membeli sendiri ke rumah sakit. Sementara SMS ketiga menyebutkan soal adanya pungutan liar (pungli) internal Kabid Keperawatan RSUD Sayang yang memungut 2,5%, dari jasa perawat setiap bulan dan tidak jelas peruntukannya. Disebutkan juga dalam SMS ketiga tersebut mengenai nominal yang mencapai sekitar Rp300 juta per tahun.
Sementara itu, pihak RSUD Sayang saat akan dikonfirmasi terkait ini masih sulit ditemui dan dihubungi. Bahkan saat disambangi ke kantornya beberapa hari sebelumnya, pejabat tidak dapat ditemui, begitupun saat dihubungi via telepon. Direktur, Wadir serta Kabag Umum dan Perlengkapan tidak menyahut.
Informasi dari Sekertaris Pribadi (Sekpri) Direktur RSUD, Dina mengatakan, ketiga pejabat yang ditanyakan wartawan sedang tidak ada di tempat. “Sedang pada ke luar Kang,” singkatnya.(*)