Beranda Regional Bapenda Bantah Mempersulit, Kabid: Kalau Sesuai Diproses

Bapenda Bantah Mempersulit, Kabid: Kalau Sesuai Diproses

KARAWANG, TVBERITA.CO.ID- Target Pemerintah Kabupaten Karawang untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pajak tampaknya tidak sejalan dengan pelayanan yang diberikan oleh OPD terkait.

Pasalnya, menurut sebagian masyarakat, untuk mengurus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Karawang dinilai lambat dalam memvalidasi berkas yang memakan waktu hampir 3 minggu dari waktu normal yang biasanya hanya memakan waktu satu hari sampai dua hari.

Kepala Bidang Pengelolaan Pajak Dispenda Kabupaten Karawang Endang Cahyadi membantah jika pihaknya telah mempersulit pengurusan bea hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Menurut Endang, sepanjang persyaratan yang diajukan lengkap, dan jika nilai transaksi bumi dan bangunan sesuai dengan harga pasaran, maka akan langsung diproses tidak akan lama paling hanya satu dua hari.

“Kalau kami anggap sesuai, berkas BPHTB nya tentunya kami langsung proses,” ujar Endang beberapa waktu lalu. Namun, Endang menerangkan, kenapa terkesan lama, karena rata- rata mereka tidak mau antri dan berkas yang belum lengkap.

Dan kaitan dengan adanya pengecekan lapangan itu harus dilakukan, lanjut Endang, dan yang menilai apakah benar nilai bangunan ataupun tanah yang dijual tersebut sesuai dengan harga pasaran adalah tim cek lapangan nanti.

“Kami tidak ingin, BPHTB yang disetorkan ke daerah ternyata tidak sesuai dengan harga real di lapangan,” ujarnya. Bahkan Endang mengklaim, sosialisasi sudah dilakukan dan disepakati dengan pengurus Ikatan Pejabat Akta Tanah (IPAT) Kabupaten Karawang dimana di tahun 2019 mendatang peraturan baru ini akan dibuatkan Surat Keputusan Bupati terkait zona wilayah.

“Misalnya, harga ruko tersebut ditaksir sebesar Rp 500 juta. Namun, untuk menghindari besarnya setoran BPHTB, mereka membuat harga jualnya hanya sebesar Rp 300 juta saja. Kalau dikalikan dengan BPHTB sebesar 5 persen kan kita rugi dengan harga jual yang hanya sebesar Rp 300 juta itu,” ujarnya mencontohkan.

Diungkapkan Endang, Setelah Badan Pengawas Keuangan (BPK) turun uji petik ke BPHTB akhirnya ketahuan bahwa harga yang terjadi saat ini dibawah standar. “Dan IPAT bersikukuh ke NJOP, sementara kita tetap memegang nilai pasar. Akibat NJOP rendah, sehingga tidak ada pemasukan buat daerah oleh karenanya di perlukannya cek lapangan,”paparnya.

Lebih lanjut dipaparkan Endang, sementara saat ini pendapatan BPTHB yang masuk baru sekitar Rp. 150 Miliar dari target APBD Murni Rp. 285 Miliar.(nin/ds)