Beranda Regional Bongkar Megaproyek Campaka!

Bongkar Megaproyek Campaka!

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- DESAKAN terhadap Gubernur Jawa Barat agar memerintahkan Satpol PP untuk membongkar kantor baru Pemkab Cianjur di Kecamatan Campaka, ternyata mendapat dukungan dari sejumlah pihak.

Ya, desakan tersebut disampaikan aktivis sekaligus pemerhati pemerintahan dan kebijakan publik, Asto Nanggala, Selasa (14/3/2018) lalu, karena ia menilai bangunan di Campaka merupakan bangunan liar atau ilegal.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan langsung mendukung dan menyepakatinya.

Menurutnya, sikap ‘keukeuh’ Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar membangun kantor di Campaka tak boleh dibiarkan begitu saja, karena terindikasi melabrak banyak aturan.

Bahkan ia menilai, tak hanya sekadar membongkar bangunannya saja, namun ia juga berharap agar gubernur dan aparat penegak hukum segera membongkar sejumlah dugaan pelanggaran di balik megaproyek Campaka.

“Saya sepakat bangunan itu dibongkar. Tapi jangan hanya bangunannya saja dong, bongkar juga sejumlah kejanggalannya. Ada apa di balik ‘keukeuhnya’ penguasa Cianjur ini? Ini harus diusut tuntas,” ujarnya kepada Berita Cianjur, Rabu (14/3/2018).

Rudi menjelaskan, pada Peraturan Presiden RI Nomor 73 Tahun 2011 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, tepatnya pada Pasal 3 Ayat 1 jelas disebutkan, persyaratan administratif bangunan gedung negara meliputi, status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, serta izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sementara kita sudah tahu, bangunan di Campaka itu tak berizin atau bangunan liar. Jelas melabrak aturan,“ ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Cianjur Institute, Ridwan Mubarak pun mengaku sepakat dengan pembongkaran bangunan kantor di Campaka. Karena tak berizin, sambung dia, bangunan di Campaka masuk dalam kategori bangunan haram.

“Ya, sepakat Kang. Ketika dengan pembongkaran menjadi solusi, kenapa tidak? Bongkar saja. Toh kalaupun boleh saya membahasakan, bangunan di Campaka itu bangunan haram,” katanya kepada Berita Cianjur, Rabu (14/3/2018).

Menurutnya, kondisi tersebut sangat ironis. Pasalnya, di satu sisi Pemkab Cianjur dengan segala arogansinya memberangus dan menghancurkan bangunan-bangunan liar di sepanjang jalan protokol dan pedagang kaki lima, di sisi lain Bupati Cianjur membangun megaproyek di Campaka yang tak berizin.

“Ini namanya pelacuran konstitusi dan pelecehan terhadap perundang-undangan yang berlaku,“ ucapnya.

Kalaupun alasannya mendekatkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat, lanjut Ridwan, tidak perlu lantas memindahkan fisik atau bangunan ke Campaka, namun cukup memberdayakan kecamatan sebagai kepanjangan tangan bupati dalam hal pelayanan.

“Itu jauh lebih efektif dan efisien. Relokasi pusat pemerintahan ke Campaka oleh bupati itu tidak mengenal asas efektif efisien, namun lebih kepada ambisi liar bupati yang harus dikendalikan. Orientasi berikutnya mungkin saja profit dari kasus-kasus pembebasan tanah. Jadi, bupati dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya harus paham asas-asas pembebasan tanah,“ ungkapnya.

Menurutnya, efektif dan efisien dalam pengalokasian APBD, bukan malah menghambur-hamburkan APBD untuk sesuatu yang tidak bernilai guna, serta tidak dibutuhkan masyarakat Cianjur.

Efektif yang dimaksud Ridwan adalah bupati harus membiasakan diri mengerjakan sesuatu yang benar dan prosedural. Sementara efisien berarti bupati harus mengerjakan sesuatu yang benar dengan cara-cara yang benar pula.

“Jadi kalau yang terjadi sekarang, sudah programnya tidak jelas keberpihakannya untuk siapa, caranya pun salah karena tidak mengantongi izin dari gubernur dan pemerintah pusat, kan repot,“ pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya,

GUBERNUR Jawa Barat harus memerintahkan Satpol PP untuk membongkar kantor baru Pemkab Cianjur di Kecamatan Campaka. Pasalnya, itu merupakan bangunan liar.

Hal tersebut dikatakan aktivis sekaligus pemerhati pemerintahan dan kebijakan publik, Asto Nanggala. Tak hanya ilegal, berdasarkan peta BMKG, lokasi bangunan tersebut pun berada di zona merah rawan bencana alam.

“Ini jelas liar atau ilegal. Apalagi di peta BMKG masuk pada zona merah, faktanya beberapa bulan kemarin pernah terjadi longsor di Campaka. Ini bukti ke bupati bahwa ini rawan loh. Jangan sampai bupati dituduh genosida (Pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap suatu kelompok, red),“ ujarnya kepada Berita Cianjur, Selasa (13/3/2018).

Saat ditanya soal kemiripan pembangunan kantor di Campaka yang terindikasi melabrak aturan dengan kasus korupsi proyek Hambalang, ia menegaskan, bukan hanya sekadar mirip namun sama persis.

Asto mengatakan, judul besar pembangunan gedung pemerintahan di Campaka adalah pemindahan ibu kota. Sementara dalam pemindahan ibu kota itu ada 10 tahap yang harus dilalui.

“Nah, kesepuluh tahapan tersebut tidak dilalui dengan baik. Tidak sesuai dengan prosedur dan tahapan-tahapan yang sesuai dengan amanat undang-undang. Itu baru wilayah prosesnya,“ ungkapnya.

Menurutnya, proses pemindahan ibu kota ini seharusnya berlandaskan pada peraturan pemerintah (PP) tentang pemekaran daerah atau kabupaten. Pada PP tersebut disebutkan bahwa syarat untuk pemindahan ibu kota salah satunya kajian tata ruang.

“Selain tata ruang, ada juga kajian lingkungan ekonomi dan lain-lain. Nah, kajian ini kan sudah dilakukan PT Alocita Mandiri. Dalam hasil kajian disarankan bahwa daripada pindah ibu kota lebih baik penataan sistem komunikasi,“ jelasnya.

“Artinya, setelah ada kajian ini, seharusnya selesai dan pembangunannya jangan dilanjutkan. Kajian itu komprehensif termasuk di dalamnya kondisi alam dan lain sebagainya,“ sambungnya.

Kalaupun Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar tetap memaksakan kehendak, lanjut Asto, seharusnya terlebih dulu disusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pasalnya, menurut Undang-Undang 23 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, KLHS menjadi dasar perubahan Perda Tata Ruang.

Asto menambahkan, Perda Tata Ruang harus terlebih dahulu karena Campaka bukan wilayah pengembangan perkotaan. Sementara prasyarat untuk menjadi kota kabupaten terlebih dahulu harus membuat rencana detail tata ruang (RDTR) perkotaan.

“Nah, RDTR perkotaan ini bisa dibuat ketika cantolan Perdanya juga perkotaan. Kan ga nyambung, sehingga ada proyek RDTR. Ini yang ngerjainnya nyantolnya ke mana? Ke Perda Sukabumi atau Cianjur? Pertanyaan itu muncul karena Perda Cianjur kalau dibuat hasilnya gagal,” paparnya.

Dari hasil kajian, Asto menyimpulkan terdapat banyak aspek yang melanggar aturan. Antara lain aspek prosesnya rancu, aspek penyalahgunaan wewenang, aspek kesalahan dalam pembuatan gedung negara, aspek legalitas bangunannya, serta sejumlah aspek lainnya.

Menurutnya, kajian dari PT Alocita yang tidak menyarankan adanya pemindahan ibu kota, karena melihat tujuan bupati pindah tersebut untuk memudahkan pelayanan, serta agar kantor-kantor dinas berkumpul dalam satu komplek.

“Untuk sistem hari ini mah zaman milenial atuh, otakna ulah otak zaman tahun 60-an. Zaman now. Pertanyaan selanjutnya, kalau memang betul kantor di Campaka itu untuk mengumpulkan dinas-dinas, kenapa hari ini ada pembangunan dinas-dinas yang lain di luar campaka,” pungkasnya seraya mengaku sudah menyusun kajian soal Campaka sebanyak 56 halaman, yang rencananya akan disampaikan ke sejumlah lembaga.(KB*)