Beranda Regional Cianjur, Kota Kecil Segudang Masalah

Cianjur, Kota Kecil Segudang Masalah

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- CANJUR saat ini, kota kecil segudang masalah. Ingat, bukan masyarakatnya yang bermasalah, namun sejumlah program dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Cianjur yang saat ini terindikasi bermasalah, bahkan diduga melabrak banyak aturan.

Itulah yang diungkapkan Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan. Menurutnya, munculnya berbagai aksi atau protes yang dilakukan sejumlah kalangan masyarakat, menandakan begitu banyaknya masalah yang terjadi di Cianjur.

“Ingat, Cianjur kota kecil segudang masalah ini bukan masyarakatnya, tapi pemerintahannya yang bermasalah. Kita lihat saja sendiri, akhir-akhir ini begitu banyak aksi atau protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Itu artinya, ada kecurigaan atau ketidakpuasan dari masyarakat terhadap pemerintah,“ ujarnya kepada Berita Cianjur, Selasa (27/3/2018).

Ya, apa yang diucapkan Rudi memang terbukti. Aksi–aksi yang dilakukan masyarakat terus bermunculan. Terbaru, aksi dari warga Cianjur selatan yang menuntut pemekaran. Selain itu ada juga aksi dari puluhan karyawan RSUD Sayang Cianjur yang menuntut haknya selama 3 bulan segera dibayar manajemen.

Bahkan jauh sebelumnya dengan waktu yang berbeda, sejumlah organisasi kemasyarakatan menggelar aksi dan melaporkan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar ke Presiden, KPK, BPK, Ombudsman, DPR RI dan ICW.

Seperti diketahui, pada Kamis (22/3/2018) lalu, warga yang tergabung dalam Aliansi Ulama (Asma) Cianjur mendatangi KPK. Tak hanya sekadar aksi unjuk rasa karena menilai banyak aturan yang dilanggar, pada kesempatan itu mereka juga melaporkan indikasi korupsi Bupati Cianjur senilai Rp31 M tersebut.

Sebelumnya, yakni pada Kamis (22/2/2018) lalu, Aliansi Rakyat Sugih Mukti untuk Cianjur (Ayat Suci), Cianjur Institute, Himat dan Cianjurku Nu Ngarti, melaporkan Bupati Cianjur ke Presiden Joko Widodo, KPK, ICW, BPK, DPR RI dan Ombudsman. Mereka menilai bupati arigan dan kebijakannya menyengsarakan rakyat.

Saat itu, spanduk bertuliskan “Cianjur Katalanjuran! Kebijakan Bupati Cianjur Sengsarakan Rakyat, Cianjur Miskin. #Selamatkan Cianjur. Kami Peduli Cianjur Kami Melawan Arogansi Bupati. Stop Politik Dinasti!” turut dibawa para aktivis.

“Ada sebab, ada akibat. Aksi-aksi tersebut membuktikan banyak masyarakat yang tidak puas terhadap kepemimpinan bupati saat ini,“ ucapnya.

Saat ditanya mengenai persoalan di RSUD, Rudi menegaskan, persoalan tersebut sepenuhnya memang ada di manajemen atau Dirut RSUD. Namun sebagai bupati, sambung dia, jika sudah melihat banyak permasalahan terjadi, seharusnya segera bertindak dan jangan terkesan melakukan pembiaran.

Sementara terkait pemekaran, Rudi mengatakan, aksi dan keinginan sebagian masyarakat Cianjur selatan untuk memisahkan diri dari Cianjur sudah terjadi lama. Namun baru muncul lagi akhir-akhir ini.

“Ironis, di saat Bupati Cianjur memindahkan pemerintahan ke Campaka yang katanya atas permintaan masyarakat, tapi ternyata warganya ingin memisahkan diri. Jadi Megaproyek Campaka ini atas permintaan siapa, atas kepentingan masyarakat atau bupati?” tandasnya.

“Jangan lupa juga, selain aksi pemekaran, Megaproyek Campaka ini juga terindikasi melabrak banyak aturan, salah satunya belum berizin. Mudah-mudah saja Polres Cianjur yang saat ini sedang menyelidikinya bisa segera mengusut tuntas,“ tambahnya.

Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Pergerakan Masyarakat Cianjur (PPMC), Ari Muhamad menilai, ketika banyaknya aksi bermunculan, kemungkinan besar hal tersebut terjadi karena adanya sejumlah kebijakan Pemkab Cianjur yang tidak menguntungkan masyarakat.

“Aksi-aksi ini perlu, sebagai kontrol untuk kebijakan-kebijakan Pemkab Cianjur. Karena kalau tidak dikontrol, itu bahaya, pemkab bisa seenaknya. Termasuk untuk Megaproyek Campaka, wajar jika banyak kalangan masyarakat yang menyorotinya,“ katanya.

Terkait Megaproyek Campaka, sebelumnya, Ketua DPD Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), Asep Toha menjelaskan secara gamblang terkait aturan berikut sanksi yang diduga kuat telah dilanggar.

Di antaranya, PermenPU No : 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Pasal 5 ayat 3, terhadap aparat Pemerintah Daerah, yang bertugas dalam pembangunan bangunan gedung daerah yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam UU No. 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.

“Pada Pasal 3, PermenPU No : 45/Prt/M/2007 yang mengatur tentang persyaratan administrasi dan tekhnis pembangunan gedung negara, termasuk di dalamnya izin mendirikan bangunan (IMB),” jelasnya.

Menurut peraturan perundangan, tahapan rencana pemindahan pusat pemerintahan adalah melakukan kajian pemindahan ibu kota kabupaten; melakukan kajian Kelayakan Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); melakukan perubahan Perda RTRW kabupaten; melakukan kajian teknis lokasi; mengajukan permohonan peraturan pemerintah tentang penetapan ibu kota kabupaten; perubahan RPJPD, RPJMD, dan pemasukan kegiatan dalam APBD setiap tahunnya; membuat surat keputusan bupati tentang pembangunan gedung negara; pengajuan permohonan perizinan pembangunan infrastruktur penunjang; proses pembangunan infrastruktur; dan terakhir pemindahan kegiatan pelayanan pusat pemerintahan.

“Berdasarkan kajian kami, ada pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh Bupati Cianjur, terdapat indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 31 miliar. Untuk itu, KPK harus secepatnya melakukan penyelidikan dan penyidikan atas apa yang telah kami laporkan,” pungkasnya.(KB)