Beranda Regional Cianjur Sugih Mukti Harga Mati

Cianjur Sugih Mukti Harga Mati

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Menimpali sejumlah pernyataan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar, pentolan aktivis Buruh Tani Cianjur, Hendra Malik dengan tegas menyatakan, Cianjur Sugih Mukti merupakan sebuah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

Menurutnya, jawaban bupati soal Pemkab Cianjur yang sekarang ini tidak mempunyai tempat untuk berkantor, merupakan jawaban yang sangat menyakitkan bagi masyarakat Cianjur.

Bagaimana masyarakat tidak sakit, jelas Hendra, bangunan gedung perkantoran Pemkab Cianjur yang masih berdiri kemarin dan terbilang masih layak pakai, dimanfaatkan untuk melayani masyarakat, tiba-tiba dibongkar begitu saja. Sementara sisi lain, masih banyak infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk segera dibangun pemerintah daerah.

“Kalau sekarang bupati mengatakan pemkab Cianjur tak punya kantor, lah memangnya yang merobohkan bangunan Pemkab kemarin itu siapa dan atas perintah siapa? Coba kalau tidak dibongkar, pastinya pejabat pemkab sekarang ini tidak harus sampai menempati bangunan sekolah untuk berkantor kan,” ujar Hendra dengan nada meninggi.

Hendra menilai, alasan pembangunan perkantoran pemkab baru di Campaka demi meningkatkan pelayanan, besar kemungkinan hanya dalih semata. Sebab, tidak menutup kemungkinan di balik itu semua ada sebuah rencana besar yang tujuan utamannya bukan untuk kepentingan masyarakat banyak.

“Moratorium soal pembangunan gedung perkantoran pemerintah itu bukan baru-baru ini diterbitkan oleh pemerintah pusat, tapi sejak tahun 2014 lalu. Semenjak era Bupati Cianjur masih dijabat bapaknya. Jadi bupati tidak bisa semaunya saja, seorang kepala daerah itu harus bisa memberikan contoh yang baik bagi masyarakatnya,” ungkapnya.

Menyoal pembangunan kantor baru di Campaka, Hendra menduga pembahasan terkait itu tidak benar-benar melibatkan anggota DPRD Cianjur. Tapi, seandainya soal itu memang sudah dibahas dan para wakil rakyat terhormat juga menyetujuinya, maka dosa besar terhadap masyarakat dilakukan secara berjamaah.

“Membuktikan benar tidaknya soal ini, dewan harus berani membuka ruang hearing dengan masyarakat. Mereka (DPRD) tidak bisa diam begitu saja berpangku tangan seolah-olah tidak pernah terjadi persoalan,” pungkasnya. (kb)