Beranda Regional Dana BOS Bukan untuk “Si Bos”

Dana BOS Bukan untuk “Si Bos”

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Cianjur makin menguat, menyusul banyaknya pengakuan sejumlah orangtua murid yang masih dibebankan membeli buku paket, serta berbagai pungutan lainnya berkedok kebutuhan siswa dan operasional sekolah.

Padahal sudah jelas, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017, tentang perubahan atas Peraturan Mendikbud Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah disebutkan, semua komponen kebutuhan operasional sudah ditanggung dalam Dana BOS.

Menanggapi kondisi tersebut, kemarin (21/12/2017), Berita Cianjur berhasil menemui mantan seorang kepala sekolah SMP. Pria yang enggan disebutkan namanya tersebut berkenan mengungkap modus penyimpangan dana BOS.

Menurutnya, tujuan pemerintah menggulirkan dana BOS sebenarnya sangat bagus, yakni untuk membantu biaya operasioanal sekolah dan meringankan beban ekonomi bagi siswa yang kurang mampu.

“Namun kenyataan di lapangan, terutama di sekloah-sekolah negeri, peruntukkan dana BOS terkadang menjadi tidak jelas dan sering disalahgunakan oleh oknum pimpinan sekolah yang bersangkutan,“ katanya.

Ia mencatat ada beberapa penyimpangan atau pelanggaran yang kerap dilakukan kepala sekolah, dalam mengelola dana BOS di sekolahnya masing-masing. Pertama, sambung dia, kepala sekolah yang mengendalikan semuanya.

“Rata-rata di sekolah negeri, rekening dan uang sekolah masih dipegang oleh kepala sekolah dan bendahara hanya sekadar tanda tangan,“ ungkapnya.

Ia mengatakan, hal tersebut terbukti saat pembinaan yang dilakukan instansi berwenang seperti inspektorat atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hampir semua sekolah negeri diwakili oleh kepala sekolah dan bukan bendahara. “Hal seperti ini banyak terjadi di daerah yang pengawasannya rendah,“ ungkapnya.

Ia menambahkan, di sekolah swasta yang menerima dana BOS pun melakukan hal yang sama. Namun hanya sekolah swasta yang sifatnya yayasan milik pribadi. “Untuk sekolah swasta yang dikelola oleh organisasi atau lembaga seperti Muhammadiyah dan NU, akan sangat sulit melakukan itu karena adanya pengawasan berjenjang dari organisasi mereka,“ paparnya.

Modus kedua, sambung dia, yakni menaikkan iuran bulanan atau sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP). Menurutnya, trik ini banyak dilakukan oleh sekolah swasta dan eks Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

Misalnya, sebelum dana BOS digulirkan, iuran siswa hanya berkisar Rp10.000 per bulan, namun setelah menerima dana BOS yang besarannya Rp48.000 ribu per bulan untuk SD, kepala sekolah dan komite sekolah umumnya mengadakan rapat rekayasa dengan wali murid, dengan menaikkan iuran bulanan siswa di atas Rp70 ribu per bulan.

“Sehingga dari sini tercipta peluang untuk melakukan pungutan legal tetapi ilegal. Trik ini dilakukan juga pada sekolah jenjang SMP terutama sekolah yang menyandang predikat eks RSBI dengan kisaran angka yang berbeda,“ ucapnya.

Modus ketiga, ia menyebutkan adanya manipulatif data. Pada beberapa kasus, banyak sekolah baik negeri/swasta yang menggunakan kwitansi atau nota yang bersumber dari anggaran lain, misalnya dari dana Dana Alokasi Khusus (DAK), block grant atau dana hibah.

“Bukti pengeluaran ini dimasukkan ke dalam laporan penggunaan dana BOS, sehingga mengesankan dana BOS di sekolah memang sudah dihabiskan sesuai peruntukkannya. Umumnya dilakukan oleh sekolah negeri yang kecipratan bantuan oleh dinas pendidikan setempat, dan sebagian sekolah swasta yang memang harus diakui kesejahteraan mereka belum begitu dijamin oleh negara,“ ungkapnya.

Modus keempat, ia menyebutkan adanya pemanfaatan guru honor. Menurutnya, modus ini dilakukan oleh sekolah negeri dan swasta. Teknisnya sederhaha, guru honor ‘dipaksa’ atau terpaksa menandatangani nota atau kwitansi kosong yang disiapkan sekolah.

“Mau tidak mau guru honor menandatangani apalagi dapat jatah, katakanlah Rp100 ribu rupiah untuk sebuah tanda tangan bernominal Rp2 juta. Bayangkan saja, sudah berapa uang negara yang dimakan kepala sekolah yang bersangkutan?“ ungkapnya.

Menanggapi modus tersebut, ia menilai, meski sekolah sekarang sudah banyak yang minus jam akibat banyaknya guru yang mengikuti sertifikasi, namun sekolah juga tak surut menerima pegawai honor wajah baru tiap tahun ajaran. “Tujuannya tentu untuk menghilangkan jejak dan melestarikan modus korupsi yang keempat ini,“ jelasnya.

Dia menegaskan, sebenarnya masih banyak sekali modus operandi yang dilakukan pihak sekolah untuk menggerogoti dana BOS, mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA, baik sekolah negeri maupun swasta.

“Cukuplah empat modus ini mengingatkan kita semua untuk turut mengawasi penyalahgunaan dana BOS di daerah masing-masing, sehingga ke depannya dana BOS ini benar-benar menjadi hak sekolah dan siswa, bukan menjadi hak “si bos” alias kepala sekolah,“ pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Cianjur, Rosidin mengatakan, terkait pengawasan pengelolaan dana BOS SMP, selama ini pihak dinas kerap melakukan monitoring, sekaligus juga pembinaan terhadap kepala sekolah, yang mewanti-wanti mereka agar melaksanakan penggunan dana BOS sesuai dengan aturan dan ketentuan berlaku.

“Sejauh ini upaya itu terus kita lakukan. Kalaupun masih ada kekurangan dan temuan pengelolaan yang kurang tepat, tentunya ini menjadi bahan buat perbaikan ke depannya,” ujar Rosidin saat ditemui usai mengikuti kegiatan Ashar berjamaah di Masjid Agung. (kb)