Beranda Regional Dinkes Jadi Sorotan Dewan, Bupati Harus Evaluasi Kadisnya

Dinkes Jadi Sorotan Dewan, Bupati Harus Evaluasi Kadisnya

KARAWANG, TVBERITA.CO.ID- Rendahnya penyerapan anggaran Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karawang yang berada di kisaran 56,02 % per 31 Desember 2017 menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang.

Ahmad Fajar, Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan, rendahnya serapan anggaran yang disebabkan oleh molornya kembali rencana pembangunan Rumah Sakit Paru di Kecamatan Jatisari dan belum ada progres yang jelas untuk pembangunan fisiknya hingga awal tahun 2018 ini.

“Seharusnya, jika tidak sanggup jangan memaksakan menganggarkan yang pada akhirnya anggaran untuk pembangunan Rumah Sakit Paru yang mencapai Rp150 miliar itu tidak terserap dan kembali menjadi Silpa (sisa lebih penggunaan anggaran),”ujarnya.

Dijelaskan Ahmad, sebelum melakukan pengangaran, Dinas Kesehatan seharusnya mampu melihat kemampuan dinasnya dalam merealisasikan anggaran tersebut. Jadi jangan memaksakan penganggaran yang besar namun tidak didukung dengan kemampuan.

“Kepala dinas seharusnya jangan terlalu ambisius, dan jangan hanya melihat dari aspek ambisi tanpa melihat kenyataan. Bahwa kemampuannya cukup tidak untuk menunjang pelaksanaannya,”paparnya.

Dikatakan Ahmad Fajar, sejak dirinya masih duduk di Komisi D di tahun 2015 yang lalu, dimana Kepala Dinas Kesehatan pada saat itu sudah dijabat oleh dr. Yuska Yasin, Komisi D DPRD selalu menanyakan kesanggupan Yuska untuk menjalankan amanah Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) tersebut. Yuska selalu menyanggupi akan tetapi, tanpa mampu merealisasi dengan berbagai alasan, hingga hari ini.

“Makanya ini semua sebagai mata rantai yang saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan. Jika kemudian pembangunan Rumah Sakit Paru akan luput juga di tahun ini, otomatis aspek lain dalam peningkatan IPM akan turut tertunda,”tegasnya.

Intinya, tandas Ahmad Fajar, molornya pembangunan Rumah Sakit Paru ini adalah jelas kesalahan kolektif atau sistem dari mulai Kepala Daerah sampai kepada pegawai tingkat rendah di Dinas Kesehatan.

“Seharusnya bupati melakukan proses monitoring dengan sungguh – sungguh, dan melihat mampu tidak kepala dinas kesehatan merealisasikan anggaran yang diberikan. Selain itu, Dinas Kesehatan yang memang berhak megusulkan anggaran belanja, sudah diukur dan dihitung belum berapa standar kemampuan mereka yang diberikan tanggung jawab sedemikian tinggi,”ujarnya.

Jika proses perencanannya sendiri tidak matang, mana tidak mungkin realisasinya beres. Makanya tidak heran serapan anggaran dinkes rendah dan pembagunan Rumah Sakit Paru ini akan terus menerus terseret bolak balik menjadi Silpa.

“Aspek perencanan itu menjadi penting, anggarannya ada tidak, bagaimana untuk mewujudkannya dari mulai belanja tanah, DED, LPSE dan seterusnya, itu harus sudah matang. Jika hal – hal tersebut tidak matang maka jangan harapkan pembangunan Rumah Sakit Paru ini akan terealisasi,”tandasnya saat ditemui di gedung baru DPRD Kabupaten Karawang, Kamis (4/1/2018).

Ditegaskan Ahmad Fajar, lemahnya monitoring kepala daerah menyebabkan kinerja Dinas Kesehatan tidak maksimal. Dan seharusnya bupati berhak mengevaluasi kinerja setiap bawahannya.

“Jika kemudian, terbukti kinerjanya melempem, target RPJMD tidak tercapai, ya sudah selayaknya dilakukan penggantian, penyegaran yang dapat membawa perubahan,”pungkasnya. (cr2/ds)