Beranda Regional Hak Pegawai Tak Dipenuhi, RSUD Bangkrut?

Hak Pegawai Tak Dipenuhi, RSUD Bangkrut?

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Jeratan sejumlah pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sayang Cianjur kembali terdengar pilu.

Betapa tidak, selain insentif pada Januari dan Februari 2018 belum diterima, insentif Desember 2017 yang mereka terima hanya sebesar Rp62 ribu dari yang biasanya Rp1.5 juta hingga Rp2 juta. Benarkah?

Ya, hal tersebut terungkap setelah adanya pengakuan dari sejumlah pegawai RSUD kepada Berita Cianjur, Minggu (25/2/2018).

Salah seorang perawat yang enggan disebutkan namanya membenarkan hal tersebut. Ia mengaku harus rela menerima dana insentif Desember 2017 sebesar Rp 62 ribu, yang baru dibayarkan oleh pihak RSUD beberapa waktu lalu. Padahal, sambung dia, besarnya insentif yang biasanya diterima senilai Rp2 juta per bulan.

“Bingung, mau dari mana biaya hidup sehari-hari. Semenjak kondisi rumah sakit carut marut seperti ini, saya sampai harus kembali pulang ke rumah orangtua karena sudah tidak mampu untuk membayar cicilan rumah,” curhatnya.

Menurutnya, kondisi tersebut sudah terjadi kurang lebih selama enam bulan terakhir. Bahkan tak hanya insentif, gaji Januari 2018 pun belum ia terima. “Berharap segera ada perbaikan, agar hak para pegawai dapat segera terpenuhi. Ini baru terjadi sekarang, sebelum-sebelumnya tidak pernah seperti ini,” ungkapnya.

Seorang pegawai RSUD lainnya pun membenarkan kondisi tersebut. Akibatnya, banyak rekan-rekannya di RSUD yang tersiksa karena sudah kesulitan untuk membiayai kehidupan sehari-hari. “Jumlahnya berbeda-beda, ada yang menerima Rp62 ribu, Rp95 ribu dan Rp150 ribu. Padahal biasanya bisa mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta,“ ujar pegawai RSUD yang juga enggan disebutkan namanya, dengan alasan untuk menjaga keamanan pekerjaannya.

Ia menambahkan, jangankan untuk membayar cicilan rumah atau mobil, untuk ongkos atau bensin dari rumah menuju RSUD pun banyak yang kesusahan. “Ini soal hak, tapi mau protes bingung harus seperti apa. Soalnya saat teman saya bikin status di medsos saja, langsung dipanggil dan ditegur jangan ramai ke mana-mana katanya,“ ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Kabupaten Cianjur, Rudi Agan mengaku geram sekaligus heran. Pasalnya, RSUD merupakan Badan Layakan Umum Daerah (BLUD) milik Pemkab Cianjur, yang fokus utamanya mengutamakan pelayanan publik di bidang kesehatan, tanpa ada kewajiban setoran untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Parah ini, saya pikir sudah selesai, tapi kok masih bermasalah. Ini terindikasi adanya kejanggalan dan penyelewengan. Pejabat di RSUD itu tinggal memikirkan pelayanan dan mengelola rumah sakit dengan baik, tapi kok gak becus,“ tegasnya.

Jika RSUD masih tetap berdalih penyebabnya gara-gara BPJS Kesehatan nunggak, sambung Rudi, persoalan hak pegawai RSUD ini seharusnya tetap tidak harus terjadi, jika pengelolaannya dilakukan secara benar tanpa ada penyelewengan.

“Soal kebenaran BPJS nunggak atau tidak saja kita belum tahu pasti. Tapi kalaupun itu benar, seharusnya ini bisa diatasi. Ini ada apa ya, apa RSUD ini sudah bangkrut? Saya rasa jika dikelola dengan benar, persoalan ini tak harus terjadi,“ katanya.

Rudi menilai kebobrokan di RSUD Cianjur sudah terlalu banyak, alhasil harus dievaluasi dan ditindak tegas. “Banyak masalah lainnya belum selesai, sekarang sudah ada muncul masalah lagi. Ini sudah parah. Bukan tidak mungkin masih ada masalah-masalah lainnya yang belum terungkap. Makanya, ini harus segera diusut tuntas,“ tegasnya.

Menurutnya, keterlambatan dan pengurangan insentif yang didapatkan para pegawai RSUD ini sudah keterlaluan. Ketika diwajibkan harus memberikan pelayanan terbaik bagi para pasien, sambung Rudi, namun hak para pegawainya tidak diberikan sebagaimana mestinya.

“Kalau pejabat RSUD menganggap para pegawainya sebagai manusia, hal ini jangan sampai terjadi. Bayangkan saja, pengurangannya sangat besar. Bagaimana mereka bisa bekerja atau memberikan pelayanan terbaik, ketika biaya hidupnya dikurangi. Tolong, Pemkab Cianjur dan aparat penegak hukum harus segera bertindak. Bupati juga jangan diam saja,“ tandasnya.

Sementara itu, terkait sejumlah pengakuan atau curhatan dari pegawai RSUD, hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi dari pejabat RSUD Cianjur, karena bertepatan dengan hari libur.

Seperti diketahui, jeritan hati para pegawai di RSUD ini tak hanya kali ini saja. Seperti diberitakan Berita Cianjur sebelumnya pada edisi 22 Januari 2017 lalu, persoalan yang sama pun terjadi.

Ya, diberitakan sebelumnya, pengakuan mengejutkan datang dari sejumlah pegawai Rumah RSUD Sayang Cianjur. Sudah dua bulan, insentif para pegawai di rumah sakit plat merah tersebut belum dibayarkan.

Tak hanya terlambat, bahkan sejumlah pegawai mengaku, insentif yang mereka terima pada bulan-bulan sebelumnya, berkurang lebih dari 70%. Benarkah?

Ya, satu per satu kebobrokan di BLUD milik Pemkab Cianjur ini terus terbongkar. Sebelumnya, tiga masalah besar di RSUD menjadi sorotan publik. Tiga masalah tersebut antara lain, masih banyaknya pasien BPJS Kesehatan yang disuruh membeli obat sendiri dengan uang pribadinya, dugaan pungutan liar (pungli) pada rekrutmen pegawai, serta menumpuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) selama berbulan-bulan.

Kini, kebobrokan terbaru terungkap setelah sejumlah pegawai RSUD mencurahkan hatinya kepada Berita Cianjur, belum lama ini. Namun dengan alasan masing-masing, sejumlah pegawai mewanti-wanti untuk tidak menyebutkan identitas pribadinya.

“Saya minta identitas saya gak disebutkan, soalnya takut berpengaruh terhadap pekerjaan atau nasib saya di RSUD. Hal ini bukan informasi dari orang lain, tapi benar-benar dialami saya pribadi,“ ujar salah satu pegawai RSUD, Minggu (21/1/2018).

Insentif November dan Desember 2017, sambung dia, hingga saat ini belum dibayarkan. Tak hanya itu, ia juga mengaku insentif sebelumnya dipotong lebih dari 70%.

“Saya gak ngerti kenapa bisa kaya gini, katanya sih gara-gara BPJS-nya nunggak ke RSUD. Biasanya saya dapat insentif itu di kisaran Rp2.000.000, tapi bulan-bulan kemarin hanya menerima Rp250 ribu, parah kan dipotongnya,“ ungkapnya.

Ia mengaku, tak hanya pegawai atau karyawan biasa, sejumlah tim medis pun mengalami hal yang sama. “Saya pernah ngobrol dengan salah satu dokter, dia pun mengalami hal yang sama. Insentif jasa pelayanan yang biasanya di kisaran Rp15 juta, tapi kemaren-kemaren hanya Rp300 ribu. Mudah-mudahan masalah ini segera bisa selesai,“ harapnya.

Pegawai lainnya mengatakan, keterlambatan pembayaran insentif ini mulai terjadi setelah RSUD Cianjur mendapatkan akreditasi paripurna. Alhasil, predikat tersebut pun dijadikan bahan candaan.

“Ini sangat merugikan bagi kami para pegawai. Saking keselnya, kami sering jadikan predikat akreditasi paripurna itu jadi bahan candaan. Bagi kami para pegawai, akreditasi paripurna itu punya arti gaji karyawan pangripuhna. Jadi bukan paripurna, tapi pangripuhna,“ ujarnya sambil tersenyum.

Pengakuan lainnya datang dari salah seorang dokter. Ia juga mengaku insentif untuk jasa medis pada November dan Desember 2017 belum dibayarkan. “Ya benar, memang belum dibayarkan, atau mungkin tidak akan dibayar,“ ucapnya.

Sang dokter bercerita, saat peralihan dari PT Askes ke BPJS yakni sekitar tahun 2014, semuanya berjalan lancar karena aturan yang berlaku belum ketat. Namun sekarang, masalah keterlambatan insentif ini mulai bermunculan.

“Hal yang saya tahu, dokter-dokter spesialis sudah menuntut sistem remunerasi diberlakukan. Namun saat akan diberlakukan, katanya ada masalah pada aplikasi SIM-RS (sistem informasi manajemen rumah sakit, red). Akhirnya kembali lagi ke manual,“ ungkapnya.(KB)