Beranda Regional Hati-hati, Limbah Medis di RSUD Masih Numpuk

Hati-hati, Limbah Medis di RSUD Masih Numpuk

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Meski berbahaya bahkan mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, namun persoalan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSUD Sayang Cianjur, yang dibiarkan menumpuk di ruangan terbuka, belum juga teratasi.

Menanggapi persoalan tersebut, Wakil Bupati Cianjur, Herman Suherman menjelaskan, kondisi tersebut terjadi karena kesalahan pihak ketiga yang memiliki kontrak dengan RSUD Sayang Cianjur, sebagai pihak pengangkut limbah medis B3.

Menurutnya, pihak ketiga yakni Wastec saat ini tengah mengalami permasalahan dan tengah diperiksa Dinas Lingkungan Hidup Cianjur. Alhasil belum memiliki izin lagi untuk mengangkut limbah medis B3.

“Kontrak RSUD dengan Wastec ini sejak tahun 2017. Karena sedang ada masalah, sudah 3 minggu Wastec tidak mengangkut limbah medis B3 di RSUD, karena di gudangnya sudah overload,“ ujarnya kepada wartawan, Selasa (16/1/2018).

Sebagai tindakan sementara, Herman mengaku sudah menginstruksikan Direktur Utama RSUD Sayang Cianjur, Ratu Tri Yulia, untuk mengamankan limbah medis B3 yang menumpuk, agar terbebas dari tertularnya berbagai penyakit.

“Jadi sambil menunggu Wastec atapun kontrak baru dengan yang lainnya, kami instruksikan agar limbah medis tersebut ditutup dan dibuat pembatas. Sehingga bisa aman dalam waktu beberapa hari ke depan,“ jelasnya.

Herman mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut sejak Senin (15/1/2018), dari laporan sejumlah wartawan dan pihak RSUD Sayang Cianjur.

Saat ini, sambung Herman, RSUD Sayang Cianjur dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur tengah berupaya mencari pihak ketiga lainnya, jika Wastec tidak bisa melanjutkan kontrak.

“Menurut informasi, di Jawa Barat ini ada 4 pihak ketiga yang direkomendasikan. Selain Wastec, ada juga Medipes, Tenang Jaya dan Jalan Hijau. Tapi Jalan Hijau hanya pengangkutan saja. Jadi kami lebih berharap terhadap Tenang Jaya yang bisa mengolah dan mengangkut limbah medis B3,“ ucapnya.

Sebelum dengan Wastec, Herman menyebutkan RSUD pernah bekerjasama dengan Medipes. Namun seperti yang terjadi dengan Wastec, pengelolan limbah medis B3 oleh Medipes pun pernah gagal. Alhasil, permasalahan buruknya pengelolan limbah bahan berbahaya dan beracun di RSUD Cianjur ini bukanlah yang pertama kalinya.

Saat ditanya tindakan yang dilakukan terhadap RSUD Cianjur yang sudah lalai, Herman menyebutkan tindakan hanya ditujukan kepada Wastec, yakni pihak ketiga yang melakukan kelalaian atau kesalahan.

“Jadi yang diperiksa itu pihak pelaksana yang lalai, RSUD sudah memberikan teguran. Tindakan terhadap Wastec akan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku,“ ucapnya.

Sementara itu, Kepala Instalasi K3 RSUD Sayang Cianjur, Sodikin menjelaskan, setiap harinya, RSUD Sayang Cianjur menghasilkan 250 kilogram limbah medis B3.

“Tugas kami dengan tiga petugas K3 di RSUD, bertugas mengumpulkan limbah dari ruangan, lalu disimpan di TPS B3 RSUD. Selanjutnya tugas pihak ketiga yang mengangkut,“ tuturnya.

Biasanya, sambung Sodikin, limbah diangkut pihak ketiga 3 hari sekali. Namun sekarang sudah sekitar 3 minggu belum juga terangkut. “Ya, limbah bisa disimpan di RSUD sekitar 3 sampai 4 hari sekali. Karena kita belum punya mesin pendingin, jadi biasanya kita kasih florin atau obat,“ paparnya.

Terpisah, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan mengaku aneh dengan sikap dan lambannya tindakan pihak RSUD Sayang Cianjur ataupun Pemkab Cianjur.

“Limbah medis B3 itu sangat berbahaya bagi pasien, pengunjung, petugas RSUD, maupun masyarakat sekitar, jadi aneh kalo tindakannya lambat. Harusnya ini diatasi dengan cepat,“ tegasnya.

Ia menilai, Wakil Bupati Cianjur jangan hanya menyalahkan pihak ketiga, namun pihak RSUD Cianjur pun harus diberikan sanksi karena masalah berbahaya ini dibiarkan tak teratasi selama berminggu-minggu.

“Ngomongnya kan Wabup baru tahu hari Senin (15/1/2018), artinya selama berminggu-minggu RSUD tidak melaporkan masalah berbahaya ini. Pertanyaannya, apa yang dilakukan pejabat RSUD selama ini? Apalagi persoalan ini bukan yang pertama kalinya,” ungkapnya.

“Jadi jangan hanya bisa menyalahkan pihak ketiga saja. Kalau tidak ramai di media cetak, bisa jadi hal-hal yang tak diinginkan terjadi. Misalnya penularan penyakit-penyakit yang berbahaya atau yang lainnya. Jadi ini jelas kelalaian RSUD juga dan harus diusut tuntas. Selain itu, apa bisa dijamin selama beberapa hari ke depan bisa aman?” sambungnya.

Dalam Undang-Undang RI No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jelas Rudi, disebutkan bahwa setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Rudi menambahkan, dalam UU RI No 32 Tahun 2009 juga disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

“Masalah ini harus benar-benar diselidiki, bahkan aparat penegak hukum juga harus turun tangan. Persoalan ini menyangkut kelangsungan hidup manusia, jadi harus ditangani serius dan harus diusut tuntas,“ tegasnya.

Saat ditanya soal kinerja RSUD, Rudi menilai para pejabat di rumah sakit plat merah tersebut wajib dievaluasi. Pasalnya, tak hanya persoalan limbah medis B3, namun ada dua masalah lainnya yang juga terjadi di RSUD.

“Sekarang lagi ramai soal limbah B3 ini, tapi kita jangan lupa ada dugaan pungli pada rekrutmen pegawai di RSUD, terus ada juga soal banyaknya pasien BPJS Kesehatan yang disuruh beli obat pakai uang sendiri. Masalahnya banyak, jadi RSUD Sayang Cianjur harus dievaluasi dan ditindak tegas,“ pungkasnya. (KB)