Beranda Regional Innalillahi, Bahan Berbahaya dan Beracun Dibiarkan Numpuk

Innalillahi, Bahan Berbahaya dan Beracun Dibiarkan Numpuk

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Ada apa dengan RSUD Sayang Cianjur? Dua mhasalah besar belum juga selesai, kini rumah sakit plat merah tersebut kembali menjadi sorotan publik. Betapa tidak, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSUD dibiarkan menumpuk di ruangan terbuka.

Seperti diketahui, dua masalah sebelumnya di RSUD Sayang Cianjur belum terselesaikan, yakni adanya dugaan pungutan liar (pungli) pada rekrutmen calon pegawai di RSUD Cianjur, serta masih banyak pasien BPJS Kesehatan yang disuruh membeli obat di luar rumah sakit dengan uang pribadinya.

Kini, persoalan lain yang tak kalah merugikan bahkan membahayakan banyak pihak, kembali terjadi di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) milik Pemkab Cianjur ini.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, mendefinisikan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Dari pengakuan salah seorang petugas pengelola limbah media B3 RSUD, dalam satu hari limbah B3 yang dihasilkan RSUD itu mencapai 2 kuintal. Selain buruknya pengelolaan limbah tersebut, pihak RSUD Cianjur juga tidak memerhatikan segi keamanan bagi para petugas pengelola limbah.

“Ya, mau bagaimana lagi kang sudah tugas saya. Kadang, suka kepikiran juga karena limbah dari setiap ruangan kan membawa penyakit. Apalagi sekarang, banyak pasien yang terdampak difteri. Kami kan tidak tahu mana limbah bekas pasien itu,” kata petugas pengelola limbah B3 itu, kepada wartawan, Senin (15/1/2018).

Petugas yang enggan disebutkan namanya itu menyebutkan, menumpuknya limbah medis hingga ke luar ruangan penyimpanan khusus, dikarenakan ruangan tempat penyimpanan sudah penuh, akibat limbah yang sebelumnya tidak diangkut oleh pihak rekanan. Sementara limbah medis dari RSUD setiap hari selalu ada.

“Informasinya sih kontrak dengan rekanannya belum selesai, tapi kami tak tahu persis itu urusan manajemen. Biasanya diangkut seminggu dua kali, tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang angkut. Jika terus dibiarkan seperti ini, tentunya akan terus menumpuk dan membahayakan,” ucapnya.

Sementara itu, saat akan dimintai konfirmasi terkait hal tersebut, pihak pimpinan RSUD Sayang Cianjur tidak mau memberikan keterangan. “Aduh, maaf kang, pimpinan tidak berkenan untuk memberikan keterangan terkait persoalan ini,” jelas salah seorang staf Humas RSUD Sayang, Cianjur.

Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan mengaku kesal. Pasalnya, ia menilai persoalan buruknya pengelolan limbah B3 di RSUD ini sudah menyangkut kelangsungan hidup manusia.

“Namanya aja RSUD Sayang, tapi kok gak sayang sama pasien bahkan sema pegawainya sendiri. Ini sangat bahaya sekali,“ ujarnya kepada Berita Cianjur, Senin (15/1/2018).

Rudi menegaskan, pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun disebutkan, karakteristik limbah B3 itu mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif dan beracun.

Terkait karakteristik infeksius, sambung Rudi, limbah infeksius ini limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium.

“Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Coba, bagaimana tidak bahaya, ini harus segera ditindak. Pejabat RSUD harus bertanggungjawab dan segera menyelesaikannya,“ ucapnya.

Rudi mengaku heran persoalan berbahaya di RSUD Cianjur ini bisa terjadi. Jika persoalannya karena kontrak dengan rekanan belum selesai seperti yang disebutkan salah satu petugas RSUD Cianjur, sambung Rudi, pihak RSUD seharusnya tak membiarkan permasalah membahayakan ini berlarut-larut.

“Kesehatan atau nyawa manusia itu lebih berharga dari sekadar nego dengan pengusaha untuk mengelola B3. Ini soal nyawa, jangan utamakan cari untung dulu. Apalagi saya pernah dapat informasi, katanya tendernya sudah selesai dan persoalan limbah b3 ini sudah berlangsung sejak September 2017 lalu. Itu informasi, harus kita telusuri,“ pungkasnya.(KB)