Beranda Regional Kajian Tak Dibahas, DPRD Tak Dianggap

Kajian Tak Dibahas, DPRD Tak Dianggap

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Meski terindikasi melabrak aturan, namun keinginan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar membangun kantor baru Pemkab Cianjur di Kecamatan Campaka, tampaknya berjalan dengan mulus. Kok bisa?

Ya, rupanya, rencana pembangunan kantor di Campaka tanpa terlebih dahulu melalui mekanisme yang benar dan utuh, layaknya program usulan yang diusung masyarakat biasa, yakni harus melalui tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.

Alih-alih dibahas secara detail oleh para wakil rakyat kita di lembaga DPRD Cianjur, namun sekadar untuk melihat hasil kajian usulan yang merupakan keinginan bupati itu pun, para dewan terhormat rupanya sama sekali tidak pernah diperbolehkan.

Hal tersebut terungkap setelah adanya pengakuan dari Ketua Komisi III DPRD Cianjur, Atep Hermawan. Saat ditanya soal isi kajian pembangunan kantor Campaka, legislator asal Golkar itu mengaku sama sekali tidak mengetahuinya, sebab pada saat pembahasan tidak diperlihatkan oleh pihak dinas terkait (Dinas PUPR, red).

“Belum pernah melihat isi kajiannya seperti apa,” kata Atep saat ditemui di ruang Komisi III, Senin (12/3/2018).

Secara pribadi, Atep menegaskan, jika pembangunan kantor di Campaka sudah sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), maka pihaknya tidak terlalu mempersoalkan. Namun menurutnya, tetap harus disertai dengan kajian dan aspek legalitas lainnya.

“Secara pribadi kalau ternyata sesuai dengan RTRW silahkan saja. Jangan lupa juga harus disertai kajian dan tidak melabrak aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negara ini,” tegasnya.

Atep mengaku pihaknya sempat menanyakan langsung program pembangunan Campaka kepada pejabat PUPR. Pasalnya, saat itu sudah muncul dalam program bentuk kegiatan di Dinas PUPR Cianjur.

“Saat itu saya tanya kepada pejabat PUPR, apakah RTRW-nya sudah sesuai? Lalu kajian soal itu sudah ada atau belum? Kalau sudah selesai semua prosedurnya, silahkan boleh dianggarkan program tersebut oleh PUPR,” kata Atep menirukan ucapannya saat melakukan pembahasan dengan Dinas PUPR beberapa waktu lalu.

Dijelaskan Atep, pada intinya pembahasan terkait soal RTRW dan aspek legalitas rencana pembangunan Campaka, selebihnya itu dilakukan oleh Komisi I DPRD Cianjur sesuai dengan bidangnya.

“Kalau kita komisi 3 itu dari sisi teknis kaitan pembangunannya. Kita berasumsi kalau misalkan ternyata itu sudah ditempuh semua, dan muncul program kegiatan pembangunan Campaka, berarti itu sudah ditempuh. Kalau kita mah simple saja,” jelasnya.

“Pahitnya begini, asalkan bisa dipertanggungjawabkan, baik secara hukum maupun politis, apapun juga ya silakan,” sambung Atep seraya menginformasikan pada wartawan yang tau persis soal rencana ini adalah dinas teknis, yaitu Dinas PUPR.

Terpisah, Kabag Hukum Cianjur, Bambang Moh. Tavip saat dikonfirmasi soal sejauhmana pembahasan aspek legalitas rencana pembangunan Campaka, tidak bisa berkomentar banyak. Dengan alasan saat itu dirinya belum menjabat sebagai Kabag Hukum.

“Saya mah baru kang jadi Kabag Hukumnya juga. Kalau yang membahas soal itu waktu Kabag Hukum masih dijabat pa Heri Suparjo,” katanya.

Sementara itu, terungkapnya sejumlah fakta baru terkait rencana pembangunan kantor baru pemkab di Campaka membuat geram aktivis Perhimpunan Pergerakan Masyarakat Cianjur (PPMC).

Sekjen PPMC, Ari Muhammad menilai, fakta yang terungkap sekarang ini menunjukkan betapa rendahnya aspirasi masyarakat di mata Bupati Cianjur.

Bagaimana tidak, Ari mencontohkan, tatkala keinginan rakyat terlebih dahulu harus melalui rangkaian mekanisme, prosedur dan aturan berlaku sebelum bisa direalisasikan, sementara keinginan bupati bisa begitu mudah dan cepatnya direalisasikan, kendati keinginnnya itu terbilang di luar kemampuan anggaran pemerintah daerah.

“Ini sangat luar biasa. Salam super buat sang Jagoan kita. Dan buat wakil rakyat saya ucapkan anda layak dapat bintang jatuh,” kata Ari dengan nada meninggi.

Menurutnya, jika mekanisme pembangunan yang berlaku di Cianjur seperti ini, untuk apa ada pembahasan melalui musrenbang? “Kasihan masyarakat serasa dikadali, dianggap bodoh pemerintah,“ ucapnya.

“Kaolok olok (pemborosan, red anggaran atuh pa. Masyarakat mah siga dititah ngagugulung buntelan kadut, Sementara pejabatna nyomotan eusina. Teu adil ah, ini mah visi misi lebih maju keur pribadi, tempo urusan agamisna keur rakyat,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya,

BUKAN manut apalagi takut terhadap sikap ‘keukeuhnya’ Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar. Namun lebih tepatnya, sejumlah anggota DPRD Cianjur merasa ‘dikerjain’. Benarkah?

Ya, sebagian wakil rakyat di Cianjur tidak menerima jika mereka disebut tunduk terhadap kebijakan bupati atau bahkan disebut adanya kongkalikong, terkait pembangunan kantor baru Pemkab Cianjur di Kecamatan Campaka yang terindikasi melabrak aturan.

Hal tersebut dibenarkan salah seorang anggota DPRD Cianjur, Wilman Singawinata. Saat dimintai tanggapannya soal tudingan sejumlah aktivis yang menduga DPRD sudah main mata dengan bupati, terkait kantor di Campaka sehingga keinginan bupati tersebut disetujui dewan, ia langsung membantahnya.

“Duka atuh pami eta mah, sigana kita mah lebih ka digawean (Tidak tahu kalau soal itu (main mata), sepertinya kita lebih dikerjain, red)“ ujar legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat dihubungi Berita Cianjur melalui WhatsApp kemarin.

Kendati tidak secara mendetail, namun pengakuan Wilman cukup memberikan gambaran sejauhmana peran para wakil rakyat Cianjur, dalam meloloskan mimpi besar bupati tersebut.

Menjawab konfirmasi soal ada tidaknya pembahasan rencana pembangunan kantor baru di Campaka oleh dewan, dikatakan Wilman soal itu pernah ditanyakan langsung Komisi I kepada Bappeda Cianjur khususnya mengenai kajiannya.

“Pembahasan ada. Komisi I pernah menanyakan ke Bappeda soal kajiannya, kata Bappeda sudah ada. Nah kalau terkait pembangunan itu dibahas di Komisi III,” jelas Wilman yang saat ini masih tercatat sebagai anggota Komisi I DPRD Cianjur.

Terkait sudah terungkapnya bahwa pembangunan kantor di Campaka tak berizin serta melabrak moratorium, Wilman juga membenarkan jika pembahasan oleh dewan tidak sampai dengan aspek hukum, aturan dan legalitasnya.

Sementara itu, pengakuan mengejutkan pun datang dari wakil rakyat lainnya. Legislator dari Partai Hanura, Tika Latifah menegaskan, sejak awal munculnya wacana tersebut, rencana pembangunan kantor Pemkab di Campaka pernah ditunda dan tidak dibahas lagi, karena tidak terdapat di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), serta peraturan daerah terkait tata ruang belum rampung.

“Ya, saat saya masih di Komisi I, saat itu tim pansus berkesimpulan pembangunannya ditunda dan akhirnya tidak dibahas lagi, karena tata ruangnya juga belum beres,“ ungkapnya.

Tika mengatakan, kesimpulan tersebut muncul setelah Komisi I berkonsultasi ke Provinsi dan Kemendagri. Dua pihak tersebut diakuinya memberikan arahan agar Pemkab Cianjur mengikuti aturan berlaku, salah satunya terkait tata ruang.

“Tata ruangnya kan belum selesai, jadi gak bisa dibangun. Tapi setelah kami melakukan konsultasi, belakangan malah tetap dibangun,“ terangnya.

Tak hanya konsultasi, setelah mengetahui adanya pekerjaan pembukaan dan pengolahan lahan awal (cut and fill) untuk pembangunan kantor di Campaka, sambung dia, pihak Komisi I pun sempat melakukan survei ke lokasi.

Tika mengakui, karena mengetahui adanya biaya ganti rugi untuk relokasi, pihaknya tak fokus terhadap status lahan, namun fokus terhadap pengecekan kebenaran bahwa pihak Pemkab Cianjur sudah menyelesaikan pembebasan lahan.

“Emang saat itu kita gak ngeuh soal status tanahnya punya siapa. Kita tahunya Pemkab sudah menyelesaikan hal tersebut, karena ada biaya ganti rugi untuk relokasi. Bahkan kita juga sempat ketemu Pemdes setempat,“ paparnya.

Menurutnya, rencana pembangunan kantor baru Pemkab Cianjur di Campaka ini memang tak pernah jelas atau detail dibahas di dewan. Pemkab Cianjur terkesan menganggap pembahasan bersama dewan hanya bersifat seremonial saja.

“Buktinya pas Komisi I menganggap pembangunan tersebut ditunda dan tidak dibahas lagi karena tata ruangnya belum selesai, namun tiba-tiba malah dibangun juga. Lalu buat apa dibahas dengan dewan?” tegasnya.

Secara pribadi, Tika membantah dan tidak menerimanya jika pihaknya dituding kongkalikong dengan bupati, terkait pembangunan tersebut. “Sekali lagi, rencana pembangunan itu pernah ditunda dan tidak dibahas lagi, tapi malah tetap dibangun juga,“ pungkasnya.(KB)