KARAWANG – Beberapa waktu lalu, Karawang dihebohkan oleh invasi koloni tikus ke permukaan di wilayah Tirtajaya dan perkotaan Kertabumi. Fenomena tersebut menurut dokter hewan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi.
Kepala UPTD Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) sekaligus Pejabat Otoritas Veteriner (POV) Kabupaten Karawang, drh. Dian Kurniasih menyampaikan munculnya hama tikus ke permukaan dapat ditinjau berdasarkan letak wilayahnya. Misalnya apakah daerah tersebut masuk dalam area persawahan atau area kota padat penduduk.
Untuk wilayah pesawahan seperti di Tirtajaya dan Tempuran, kemungkinan besar berkaitan erat dengan musim atau siklus alami. Sedangkan di wilayah perkotaan kebersihan lingkungan yang tidak terjaga bisa menjadi pemicu munculnya tikus.
Baca juga: Hari Pertama Fumigasi, DPKP Karawang Basmi Ratusan Ekor Tikus di Tirtajaya
“Karena sebelumnya kemarau agak lama dan sangat panas, jadi ketika hujan tikus itu keluar. Tikus juga senang berada di tempat-tempat yang ada sumber makanan, ini berkaitan dengan musim panen. Itu di ranah wilayah pertanian,” jelasnya kepada tvberita pada Selasa, 29 Oktober 2024.
“Sedangkan di daerah perkotaan, tikus senang pada area yang terdapat sumber makanan seperti tempat sampah dan Got. Di dalam got mereka membuat gorong-gorong untuk tempat berkembangbiak. Pada musim hujan air di dalam got penuh dan mengusik kawanan tikus keluar dari sarangnya ke permukaan” tambahnya.
Putusnya rantai makanan alami
Dian memaparkan, meningkatnya populasi tikus bisa disebabkan juga oleh terputusnya rantai makanan. Sebab saat ini, keberadaan predator pemakan tikus semakin berkurang.
“Tanpa kita sadari rantai makanan terputus, ular sudah banyak ditangkapi, biawak sudah jadi anomali kalo hidup di got, burung hantu juga mungkin sudah sedikit. Mereka itu predator utama tikus,” paparnya.
Baca juga: Debat Pilkada Karawang 2024: Ini Jadwal, Durasi, Segmen dan Rincian Teknisnya
Dijelaskannya, untuk mengembalikan siklus rantai makanan yang terputus, khusus petani bisa menggunakan media rumah burung hantu (rubuha). Sedangkan wilayah perkotaan, harus diatasi dengan pembersihan lingkungan.
Penyakit yang berpotensi ditularkan tikus
Dari fenomena munculnya kawanan tikus ini, Dian mengatakan, keberadaan tikus tentu berbahaya bagi hewan dan manusia.
Ada 2 penyakit yang paling berisiko ditularkan tikus, yakni Leptospira dan Sampar (PES).
Dua penyakit ini, jelas Dian, terkategori sebagai zoonosis sehingga bisa menular pada manusia maupun hewan.
“Jelas berbahaya, karena tikus sebagai vektor utama pembawa penyakit Leptospira dan PES. Kedua penyakit tersebut bisa menular pada hewan ternak, hewan kesayangan, dan manusia”jelasnya.
Baca juga: Asyik, Konekyu Siapkan Wifi Gratis di Tempat Ibadah hingga Cafe di Karawang
Maka dari itu, Dian menghimbau agar masyarakat Karawang harus menjaga kebersihan lingkungan terutama area-area tempat tinggal tikus dan tempat yang menjadi sumber makanan bagi serta berhati-hati terhadap genangan air di musim hujan karena penyakit ini ditularkan melalui urine tikus.
“Sebagai tindakan antispasi menghadapi musim hujan bagi pemilik hewan kesayang (Anjing) disarankan untuk melakukan vaksinasi Leptospira di dokter hewan agar anjing tidak terinfeksi Leptospira. Sedangkan untuk kesehatan manusia dapat berkonsultasi ke tempat pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta” katanya.
Selain itu, Dian berharap, baik pemerintah maupun masyarakat, harus sama-sama bersinergi untuk memandang kesehatan dari berbagai sisi. Menurut World Health Organization (WHO) kesehetan harus dipandang sebagai satu kesatuan (One Health) yaitu menangani penyakit atau wabah dari berbagai sektor” pungkasnya. (*)