CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Pengakuan mengejutkan kembali datang dari sejumlah pegawai dan tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sayang Cianjur. Hingga saat ini, ternyata insentif mereka belum semua dibayarkan.
Pengakuan mengejutkan datang dari seorang dokter. Gara-gara haknya belum dibayarkan, ada seorang dokter yang berniat berhenti bertugas dari RSUD Sayang Cianjur.
“Iya kang, gara-gara haknya banyak dipotong bahkan juga dibayarkannya telat, sampai-sampai rekan saya itu berniat bakal berhenti di RSUD,“ ujar seorang dokter yang enggan disebutkan namanya tersebut, kepada Berita Cianjur, Senin (29/1/2018).
Menurut informasi yang diperolehnya, penyebab belum dibayarkan insentif bagi seluruh pegawai di RSUD tersebut, disebabkan gara-gara BPJS Kesehatan masih menunggak.
“Benar gak sih penyebabnya itu? Kalaupun benar, kenapa pegawai dikorbankan? Emang selain dari BPJS, RSUD tidak memiliki anggaran lainnya?” ungkapnya.
Sementara itu, seorang pegawai RSUD yang juga enggan disebutkan namanya menyebutkan, insentif pada Desember 2018 hingga saat ini masih belum dibayarkan. Padahal, sejumlah pegawai sudah sangat membutuhkannya demi membiayai kebutuhan sehari-hari.
“Insentif November sudah dibayar. Nilainya masih kurang atau dipotong, tapi gak lebih parah dari bulan-bulan sebelumnya. Sekarang lumayan lah, tapi harapannya sih gak berkurang lagi. Soal penyebabnya, saya sih taunya gara-gara BPJS nunggak. Entah apa penyebab sebenarnya hingga akhirnya kami yang dikorbankan,“ tandasnya.
Diberitakan sebelumnya di Berita Cianjur edisi 22 Januari 2018, pengakuan mengejutkan datang dari sejumlah pegawai RSUD Sayang Cianjur. Sudah dua bulan, insentif para pegawai di rumah sakit plat merah tersebut belum dibayarkan.
Tak hanya terlambat, bahkan sejumlah pegawai mengaku, insentif yang mereka terima pada bulan-bulan sebelumnya, berkurang lebih dari 70%. Benarkah?
Ya, sejumlah pegawai RSUD mencurahkan hatinya kepada Berita Cianjur. Namun dengan alasan masing-masing, sejumlah pegawai mewanti-wanti untuk tidak menyebutkan identitas pribadinya.
“Saya minta identitas saya gak disebutkan, soalnya takut berpengaruh terhadap pekerjaan atau nasib saya di RSUD. Hal ini bukan informasi dari orang lain, tapi benar-benar dialami saya pribadi,“ ujar salah satu pegawai RSUD, Minggu (21/1/2018).
Insentif November dan Desember 2017, sambung dia, hingga saat ini belum dibayarkan. Tak hanya itu, ia juga mengaku insentif sebelumnya dipotong lebih dari 70%.
“Saya gak ngerti kenapa bisa kaya gini, katanya sih gara-gara BPJS-nya nunggak ke RSUD. Biasanya saya dapat insentif itu di kisaran Rp2.000.000, tapi bulan-bulan kemarin hanya menerima Rp250 ribu, parah kan dipotongnya,“ ungkapnya.
Ia mengaku, tak hanya pegawai atau karyawan biasa, sejumlah tim medis pun mengalami hal yang sama. “Saya pernah ngobrol dengan salah satu dokter, dia pun mengalami hal yang sama. Insentif jasa pelayanan yang biasanya di kisaran Rp15 juta, tapi kemaren-kemaren hanya Rp300 ribu. Mudah-mudahan masalah ini segera bisa selesai,“ harapnya.
Pegawai lainnya mengatakan, keterlambatan pembayaran insentif ini mulai terjadi setelah RSUD Cianjur mendapatkan akreditasi paripurna. Alhasil, predikat tersebut pun dijadikan bahan candaan.
“Ini sangat merugikan bagi kami para pegawai. Saking keselnya, kami sering jadikan predikat akreditasi paripurna itu jadi bahan candaan. Bagi kami para pegawai, akreditasi paripurna itu punya arti gaji karyawan pangripuhna. Jadi bukan paripurna, tapi pangripuhna,“ ujarnya sambil tersenyum.
Pengakuan lainnya datang dari salah seorang dokter. Ia juga mengaku insentif untuk jasa medis pada November dan Desember 2017 belum dibayarkan. “Ya benar, memang belum dibayarkan, atau mungkin tidak akan dibayar,“ ucapnya.
Sang dokter bercerita, saat peralihan dari PT Askes ke BPJS yakni sekitar tahun 2014, semuanya berjalan lancar karena aturan yang berlaku belum ketat. Namun sekarang, masalah keterlambatan insentif ini mulai bermunculan.
“Hal yang saya tahu, dokter-dokter spesialis sudah menuntut sistem remunerasi diberlakukan. Namun saat akan diberlakukan, katanya ada masalah pada aplikasi SIM-RS (sistem informasi manajemen rumah sakit, red). Akhirnya kembali lagi ke manual,“ ungkapnya.
Sementara itu, pengakuan mengejutkan para pegawai RSUD tersebut membuat geram sejumlah kalangan. Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan menilai kebobrokan di RSUD Cianjur sudah terlalu banyak, alhasil harus dievaluasi dan ditindak tegas.
“Masalah-masalah sebelumnya belum selesai, sekarang sudah ada muncul masalah baru lagi. Ini sudah parah. Bukan tidak mungkin masih ada masalah-masalah lainnya yang belum terungkap. Makanya, ini harus segera diusut tuntas,“ tegasnya.
Menurutnya, keterlambatan dan pengurangan insentif yang didapatkan para pegawai RSUD ini sudah keterlaluan. Ketika diwajibkan harus memberikan pelayanan terbaik bagi para pasien, sambung Rudi, namun hak para pegawainya tidak diberikan sebagaimana mestinya.
“Kalau pejabat RSUD menganggap para pegawainya sebagai manusia, hal ini jangan sampai terjadi. Bayangkan saja, pengurangannya ada yang sampai 70% lebih. Bagaimana mereka bisa bekerja atau memberikan pelayanan terbaik, ketika biaya hidupnya dikurangi,“ tandasnya.
Ia menegaskan, RSUD Sayang Cianjur merupakan BLUD milik Pemkab Cianjur yang terbebas dari kewajiban menyetor ke PAD (Pendapatan Asli Daerah, red). Alhasil, ia merasa heran masalah yang merugikan pegawai RSUD bisa terjadi.
“RSUD itu tinggal memikirkan bagaimana caranya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Cianjur. Ini jangankan pelayanan, yang ada malah timbul segudang masalah. Tolong, Pemkab Cianjur dan aparat penegak hukum harus segera bertindak,“ pungkasnya.(*)