Beranda Regional Lahan Berizin Warga Dibongkar, Megaproyek Campaka Tak Kantongi Izin Dibiarkan

Lahan Berizin Warga Dibongkar, Megaproyek Campaka Tak Kantongi Izin Dibiarkan

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID -Lahan bersertifikat milik warga dibongkar pemerintah, namun gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur di Kecamatan Campaka yang belum mengantongi izin dibiarkan saja. Kok bisa?

 

Itulah pertanyaan yang dilontarkan Ketua Cianjur People Movement, Ahmad Anwar, menanggapi malangnya nasib warga Desa Gunungsari Kecamatan Sukanagara, Pidin, yang bagian depan rumah dan toko bangunannya dibongkar tanpa adanya ganti rugi.

“Ini benar-benar aneh, rampok, zalim, arogan dan tidak adil. Warga ini tak hanya rugi ratusan juta rupiah, namun dia juga terpaksa memberhentikan pekerjanya. Warga ini punya bukti kepemilikan tanah, tapi tetap saja lahannya dibongkar. Sementara Megaproyek Campaka yang jelas melanggar aturan, tak ditindak,“ ungkapnya kepada wartawan, Kamis (2/8/2018).

Tak hanya kerap melabrak aturan, Ebes juga menilai, Pemkab Cianjur sudah arogan dan merugikan warganya sendiri dengan melakukan penyerobotan lahan tanpa alasan dan aturan yang jelas.

Jika berbicara ketegasan, sambung dia, seharusnya Megaproyek Campaka ditindak dan bangunan gedung pemerintahannya pun dibongkar karena sudah jelas belum mengantongi izin.

“Ini namanya, hukum atau penindakan aturan di Cianjur itu tajam ke bawah tumpul ke atas. Giliran warga, jangankan salah, benar saja sudah maen ditindak. Sementara jika kesalahannya dilakukan pemerintah, seolah-olah terjadi pembiaran. Ini tidak adil,“ katanya.

Baca Juga : Harumkan Nama Karawang, 2 Pelajar Kotabaru Raih Juara Di POPDA XII

Sementara itu, Direktur Cianjur Institute, Ridwan Mubarak menilai, ketika pemilik lahan tidak rela jika lahan miliknya dijadikan jalan oleh pemerintah, atas dasar kebutuhan fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) namun tetap dibongkar, maka Pemkab Cianjur atau pihak yang mewakilinya sudah melakukan pembangkangan terhadap aturan.

“Warga ini punya sertifikatnya, namun tetap dbongkar. Ini penyerebotan dan bentuk lain dari pelacuran terhadap konstitusi oleh birokrasi pemerintah daerah,“ katanya.

Jika Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar yang menjadi penanggung jawab proyek insfrastruktur jalan tersebut, kata Ridwan, maka bupat sudah layak untuk dipraperadilankan.

“Dipertontonkan oleh rakyatnya sendiri karena ia tidak memberikan uswah keteladanan terhadap rakyatnya. Bupati sudah bersikap arogan dengan tidak mentaati hukum, aturan dan perundang-undangan yang berlaku,“ jelasnya.

“Bupati itu pelayan rakyat yang fungsinya melayani segala hajat rakyatnya, bukan malah berperilaku layaknya raja yang selalu menuntut untuk dilayani dan dipuaskan syahwat kekuasaannya,“ sambung Ridwan.

Ia menegaskan, jika aparat penegak hukum tidak sanggup memproses segala bentuk kecurangan dan kejahatan hukum bupati, lantas elit politik di ranah legislatif pun tidak melakukan kontrol terhadap eksekutif, maka solusi yang paling logis adalah menghimpun beragam kekuatan infrastruktur politik yang diwakili oleh ormas, LSM, organ-organ profesional, himpunan mahasiswa dan lain sebagainya.

“Setelah menghimpun kekuatan, maka turun ke jalanan untuk melakukan aksi damai, menuntut kepada aparat penegak hukum dan para elit politik untuk menindak tegas segala bentuk kezaliman yang dilakukan oleh bupati beserta rezimnya, yang mempraktikkan politik dinasti di Tatar Santri,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, kerugian ratusan juta rupiah harus dialami warga yang tanah dan bangunannya dibongkar Pemkab Cianjur. Tanpa musyawarah dan meski si pemilik lahan memiliki sertifikat hak milik, namun pembongkaran tetap dilakukan tanpa adanya ganti rugi.

Kondisi itulah yang saat ini tengah disoroti sejumlah aktivis di Cianjur. Tak hanya sebutan ‘rampok’, bahkan mereka juga menilai Pemkab Cianjur sudah menzalimi warganya sendiri.

Baca Juga : Aksi Damai Pemakzulan Bupati Cianjur Akan Kembali Digelar

Seperti diketahui, pembongkaran lahan milik warga tersebut terjadi di Desa Gunungsari Kecamatan Sukanagara, tepatnya di Kampung Panyebrangan RT 02/01 dan Kampung Neglasari RT 03/01. Satu rumah dan toko bangunan milik warga dibongkar pemerintah tanpa izin si pemilik dan tanpa ganti rugi.

Tak hanya rugi ratusan juta rupiah, pemilik rumah dan toko bangunan, Pidin juga mengaku harus memberhentikan para pekerjanya saat terjadinya pembongkaran tanpa alasan dan aturan yang jelas.

“Selain rugi ratusan juta rupiah, terpaksa kami juga harus berhentikan para pekerja. Karena mereka mengaku ketakutan saat adanya pembongkaran,“ ujar Pidin kepada wartawan, Selasa (31/7/2018).

Sebelumnya, Pidin mengaku kaget adanya pembongkaran terhadap tanah dan bangunan miliknya tersebut. Dengan menunjukkan sertifikat hak milik, ia menegaskan bahwa lahan yang dibongkar merupakan miliknya.

“Saya benar-benar kaget, bukti kepemilikannya ada di sertifikat, kenapa dibongkar? Tanggal 13 Juli 2018 ada surat dari desa untuk pembongkaran, lalu tanggal 26 Juli 2018 siang datang surat dari camat, sore harinya sudah ada mobil berat dan terjadi pembongkaran,“ ujarnya kepada wartawan, Senin (30/7/2018).

“Jantungku hampir copot seperti kiamat di rumahku. Tak ada musyawarah dari desa ataupun camat. Ini tanah dan bangunan saya, jelas-jelas ada sertifikatnya, tapi masih saja dibongkar. Sekarang rumah saya sudah seperti kuburan,“ sambung Pidin.

Menanggapi kronologis yang dipaparkan warga pemilik lahan, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Cianjur, Rudi Agan menilai, Pemkab Cianjur sudah jelas-jelas menyerobot lahan milik warga. Pasalnya, pemilik lahan memiliki bukti kuat dengan menunjukkan sertifikat tanah.

Tak hanya ‘merampok’ dan zalim terhadap warganya sendiri, lanjut Rudi, namun Pemkab Cianjur juga sudah melanggar Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pada pasal 58 ayat (1) disebutkan, pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bagi kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota.

“Dengan adanya kejadian ini, muncul tanda tanya, apakah pembangunan ini sudah berdasarkan RTRW atau belum? Tapi, ketika warga punya sertifikat namun Pemkab Cianjur tetap membongkar tanpa ganti rugi, itu juga sudah jelas melanggar Undang-Undang,“ jelasnya.

Rudi menjelaskan, pada pasal 90 terkait pengadaan tanah, pada ayat (1) disebutkan, jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh Negara. Sementara pada ayat (2), dalam hal pelaksanaan konstruksi jalan umum di atas hak atas tanah orang, pelaksanaan konstruksi jalan umum dilakukan dengan cara pengadaan tanah.

“Dikuatkan juga pada ayat (3), pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru,

pelebaran jalan, atau perbaikan alinemen. Sedangkan pada ayat (4), pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Jadi indikasi pelanggaran yang dilakukan Pemkab Cianjur sudah sangat jelas,“ paparnya.

Rudi mengaku heran dan entah apa aturan yang dipakai Pemkab Cianjur terkait pembongkaran lahan milik warga tersebut. Anehnya, ketika bangunan yang berdekatan dengan lokasi pembangunan jalan dibongkar, namun tiang listrik yang jelas-jelas berada di badan jalan tak dipindahkan posisinya.

“Untuk mengetahui solusi dalam kejadian ini, kuncinya ada di leger (dokumen yang memuat data mengenai perkembangan suatu ruas jalan). Tapi kan aneh, kenapa Dinas PUPR tidak mau menunjukkan legger-nya? Ada apa ini? Harusnya kan transparan,” ungkapnya.

Sebelumnya, saat dikonfirmasi terkait kejadian yang merugikan warga tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dedi Supriadi banyak berkata tidak tahunya. Malah ia merekomendasikan untuk wawancara ke kepala bidang.

“Ke bidang aja lah. Kalau soal ada pembongkaran rumah mah saya tidak tahu. Atau kalau mau membahas pembebasan lahan, ke kimrum aja lah,“ ujarnya kepada wartawan, Senin (30/7/2018) lalu.

Saat dimintai data legger, Dedi enggan memberikannya kepada wartawan dengan dalih rahasia. “Jangan atuh data legger mah, itu mah bukan untuk konsumsi publik,“ katanya.

Berdasarkan informasi dari laman lpse.cianjurkab.go.id, pembongkaran tersebut disinyalir dilakukan karena adanya pekerjaan konstruksi peningkatan jalan Gunungsari-Sukajembar Kecamatan Sukanagara senilai Rp2.9 M, dan peningkatan jalan Sukanagara-Simpang Leuwimanggu senilai Rp13,3 M.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Cianjur People Movement, Ahmad Anwar menilai, Pemkab Cianjur sudah melakukan penyerobotan tanah. Pasalnya, pemilik lahan memiliki sertifikat hak milik yang bisa menjadi bukti kuat kepemilikan.

“Si pemilik lahan pegang sertifikat, tapi pemerintah maen bongkar saja tanpa izin yang bener atau musyawarah. Ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang,“ terang pria yang karib disapa Ebes.

Ebes menjelaskan, pada Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, tepatnya pada pasal 59 ayat (2) disebutkan, pelaksanaan pembangunan jalan dapat dimulai pada bidang tanah yang telah diberi ganti kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya.

Sementara pada pasal 58 ayat (2) disebutkan, pembangunan jalan disosialisasikan kepada masyarakat, terutama yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan. Sedangkan ayat (3) berbunyi, pemegang hak atas tanah, atau pemakai tanah negara, atau masyarakat ulayat hukum adat, yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan, berhak mendapat ganti kerugian.

“Ketentuan pidananya juga jelas. Disebutkan pada pasal 63, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar,“ bebernya.(kb)