KARAWANG – Ternak domba warga di lereng Gunung Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat kembali dimangsa karnivora besar jenis macan tutul. Tidak tanggung-tanggung, terdapat 5 domba yang menjadi korban, di antaranya masih anakan.
Lokasi macan tutul Sanggabuana mangsa hewan ternak kali ini terjadi di Kampung Cipaga, Desa Wargasetra, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang.
Informasi ini pertama kali diterima oleh Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) dari Komandan Dataseman Pemeliharaan Daerah Latihan (Denharrahlat) Kostrad Mayor Inf. Wisnu Broto.
Denharrahlat Kostrad yang bermarkas di lereng Gunung Sanggabuana mempunyai daerah latihan yang berada di Desa Mekarbuana. Warga yang ternaknya dimangsa karnivora waktu itu melapor ke Denharrahlat.
Komandan Denharrahlat Kostrad Mayor Inf. Wisnu Broto yang ditemui di lapangan mengatakan bahwa korban domba ini ada 5 ekor.
Baca juga: Satwa Langka Katak Pohon Mutiara Ditemukan di Gunung Sanggabuana Karawang
“Empat ekor ditemukan dengan luka di leher dan beberapa bagian tubuhnya. Satu ekor indukan dan 3 ekor anakan. Untuk yang induk, selain luka di leher terdapat juga luka di bagian badan bagian belakang, dan bagian paha dan kaki hilang. Sedangkan 1 ekor lagi hilang. Kemungkinan dibawa pergi oleh karnivora yang memangsa ternak,” kata Wisnu dalam keterangannya, Selasa, 26 September 2023.
Wisnu yang merupakan Perwira Menengah TNI AD ini mengatakan bahwa setelah mendapat laporan warga, pihak Denharrahlat Kostrad kemudian meneruskan informasi ini kepada Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) dan kemudian melakukan ground check di lapangan bersama-sama.
“Kami menghimbau peternak yang mengalami korban kerugian dengan melakukan komunikasi untuk tidak bertindak menangkap atau membunuh karnivora atau macan tersebut. Informasi ini juga kami minta kepada Ranger SCF untuk diteruskan kepada pihak berwenang, dalam hal ini Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat,” katanya.
“Macan tutul ini adalah satwa dilindungi sesuai Permen 106 Tahun 2018. Jadi secara hukum adalah milik negara, dan kita bertugas melindungi. Apalagi satwa ini berada di kawasan Pegunungan Sanggabuana yang menjadi daerah latihan kami,” tegas Wisnu.
Selain untuk tidak memburu satwa liar dilindungi yang ada di Sanggabuana, Wisnu Broto juga akan memastikan tidak ada penebangan liar di Sanggabuana yang bisa merusak ekosistem dan habitat satwa Pegunungan Sanggabuana. Kostrad yang berada di Sanggabuana dan Jatiluhur akan memastikan Pegunungan Sanggabuana tetap asri.
Baca juga: Macan Tutul Sanggabuana Berkeliaran Dekat Perkampungan di Purwakarta
Pasukan Denharrahlat Kostrad bersama Ranger SCF kemudian melakukan ground check di lapangan dan memasang kamera trap untuk memastikan karnivora yang memangsa ternak warga ini.
Kerap turun saat puncak kemarau
Solihin Fuadi, Direktur Eksekutif SCF ditemui di lapangan ketika memasang kamera trap bersama dengan Mayor Inf. Wisnu Broto mengatakan bahwa trend di Sanggabuana memang setiap puncak musim kemarau macan tutul jawa sering turun memangsa ternak warga yang berada di area penyangga.
“Ini sudah kejadian yang kesekian kalinya di Desa Wargasetra. Kebiasaan masyarakat memang membuat kandang di kebun atau ladang di pinggiran hutan. Kedepan kami akan meminta bantuan dari Pemkab atau BBKSDA Jabar untuk membuatkan kandang halau buat para peternak supaya ternaknya aman dari serangan karnivora besar,” kata Solihin.
Muhtar, pemilik domba yang dimangsa satwa liar Sanggabuana ini mengatakan bahwa jumlah dombanya ada 8 ekor, dan yang dimangsa ada 5 ekor.
“Sebelumnya kandang dombanya ambruk sudah lama, jadi domba saya iket di patok di lahan terbuka. Kira-kira pukul 3 pagi, ada suara mengeong seperti kucing besar, saya baru berani nyamperin setelah subuh, dan domba 4 ekor sudah mati luka-luka, satu hilang, dan sisa 3 ekor saja,” terang Muhtar.
Solihin setelah melakukan ground check bersama pasukan Denharrahlat Kostrad tidak berani menyimpulkan satwa jenis apa yang memangsa ternak warga, karena warga baru melapor tanggal 20 September, padahal kejadiannya tanggal 8 September.
Baca juga: Cantiknya Dua Ekor Meong Congkok yang Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana
“Jejak di lapangan sudah hilang, hanya menyisakan sisa-sisa darah yang sudah mengering. Jadi bisa kita simpulkan nanti setelah ada hasil dari kamera trap,” tambah Solihin.
Bernard T. Wahyu Wiryanta, fotografer dan peneliti satwa liar Sanggabuana yang ikut melakukan ground check bersama Denharrahlat Kostrad menduga satwa liar yang menyerang ternak ini adalah karnivora besar jenis macan tutul jawa (Panthera pardus melas).
“Dari luka-luka yang ditinggalkan di ternak yang mati, luka di leher, dan ada bagian paha belakang yang hilang, ini adalah pola dan karakter serangan karnivora besar seperti macan tutul jawa. Mereka akan menerkam leher untuk mematikan mangsanya, kemudian pola makannya dimulai dari bagian dalam isi perut dan/atau kaki atau paha bagian belakang dulu. Bisa kemudian ditinggal dan diteruskan sampai habis di lain waktu, atau diangkut ke atas pohon,” terang Bernard yang menjabat sebagai Dewan Pembina di SCF.
Bernard menambahkan, bahwa dari trend 3 tahun terakhir, kejadian konflik satwa liar di Sanggabuana terjadi pada puncak musim kemarau, dan untuk 3 tahun terakhir kejadian ternak dimangsa macan tutul ini karena induk macan tutul sedang mengasuh anak-anaknya dan mengajari anaknya berburu dan memangsa satwa buruan.
“Kejadian sebelumnya, di lapangan kami temui jejak dari beberapa ekor individu dengan ukuran berbeda. Di Sinapeul, ada 1 jejak dengan ukuran besar, dan 2-3 jejak lain berukuran kecil. Ini adalah jejak induk macan tutul jawa dengan anak-anaknya. Biasanya untuk mengajari berburu, ketika susah mendapatkan mangsa satwa liar, induk ini akan menggunakan ternak warga sebagai prey atau mangsanya,” tutup Bernard. (*)