KARAWANG – Di sebuah sudut Kampung Sukamulya, Desa Cikampek Barat, berdiri sebuah tempat yang mungkin tampak sederhana, namun memiliki dampak besar bagi lingkungan dan masyarakat. Tempat itu adalah Bank Sampah Latanza, sebuah bank yang tidak menerima setoran uang, melainkan sampah yang sudah dipilah.
Bagi sebagian orang, sampah adalah sesuatu yang kotor dan tak bernilai. Namun, bagi Iis Sugianti, sampah adalah sesuatu yang menjanjikan.
“Orang kebanyakan melihat sampah itu menjijikkan, tapi saya melihat sampah itu menjanjikan,” katanya dengan penuh keyakinan.
Sepuluh Tahun Perjalanan Bank Sampah Latanza

Sejak didirikan 10 tahun lalu, Bank Sampah Latanza telah berkembang pesat. Kini, mereka memiliki 700 nasabah, 400 relawan, dan membina 30 bank sampah di Kabupaten Karawang.
Baca juga: Gangguan Ormas di Kawasan Industri Bikin Investor Boncos, Wamen Investasi: Harus Kita Hilangkan
“Bank Sampah Latanza adalah bank sampah induk di Kabupaten Karawang,” ujar Joice, sapaan akrab Iis Sugianti kepada tvberita, Kamis (27/2).
Sistem yang diterapkan di sini hampir sama seperti perbankan konvensional. Nasabah menabung, tetapi bukan dengan uang, melainkan dengan sampah yang sudah dipilah. Sampah tersebut ditimbang dan nilainya dicatat dalam sistem berbasis digital melalui aplikasi My Smash.
Dari aplikasi ini, nasabah bisa melihat saldo mereka dan menukarkannya dengan berbagai manfaat, termasuk uang tunai, tabungan emas Antam, paket lebaran, hingga program tabungan untuk ibu bersalin.
Joice menjelaskan bahwa Bank Sampah Latanza juga bekerja sama dengan beberapa lembaga keuangan seperti BNI dan BJB, sehingga layanan perbankannya semakin luas.
“Yang mau ikutan, kita kasih link pendaftaran. Setelah daftar, mereka bisa langsung mulai menabung,” ujarnya.
Baca juga: HPSN 2025, Bank Sampah Latanza Ajak Anak-anak PAUD di Karawang Jaga Kebersihan Lingkungan
Lebih dari Sekadar Bank Sampah

Tidak hanya menjadi tempat menabung sampah, Bank Sampah Latanza juga mengolah sampah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi. Berkat kreativitas dan inovasi, sampah-sampah yang terkumpul diubah menjadi tas, pajangan dinding, patung, topi, karpet, hingga rompi. Bahkan, ada yang didaur ulang menjadi paving block, ecobrick, cocopeat, dan cocofiber.
Di balik semua ini, ada peran besar dari para relawan dan masyarakat sekitar yang dilibatkan dalam proses produksi. Joice dan timnya ingin memastikan bahwa bank sampah ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar.
“Produknya sudah banyak, ratusan lebih,” katanya.
Masa Depan Sampah yang Menjanjikan

Keberadaan Bank Sampah Latanza telah membuka mata banyak orang bahwa sampah bukan sekadar limbah, tetapi juga peluang. Dengan konsep yang tepat, sampah bisa menjadi sumber penghasilan sekaligus solusi untuk permasalahan lingkungan.
Di tengah tantangan pengelolaan sampah yang masih menjadi isu nasional, Bank Sampah Latanza hadir sebagai bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil.
Dengan 10 tahun perjalanan yang telah dilalui, Joice berharap gerakan ini bisa terus berkembang dan menginspirasi lebih banyak orang.
“Selama masih ada manusia, sampah akan selalu ada. Yang perlu kita lakukan adalah mengubah cara kita melihat dan mengelolanya,” pungkasnya. (*)