Beranda Headline Menyusuri Jejak Kolonialisme di Karawang Lewat Meriam Si Jagur, Old but Gold

Menyusuri Jejak Kolonialisme di Karawang Lewat Meriam Si Jagur, Old but Gold

Meriam si jagur karawang
Ini dia Meriam Si Jagur yang terpajang di halaman Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karawang. Sebuah benda kuno dari logam berat berdiri kokoh dan membisu.

KARAWANG – Di halaman Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karawang, sebuah benda kuno dari logam berat berdiri kokoh dan membisu. Panjangnya 164 sentimeter, diameternya 33 sentimeter, dan tubuhnya menghitam oleh usia.

Dialah “Meriam Si Jagur” bukan sekadar besi tua, tapi saksi bisu masa kolonial dan cerita rakyat yang masih bergema hingga hari ini.

Menurut Obar Subarja, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Karawang, meriam ini dikenal resmi dengan nama Meriam Si Jagur.

Baca juga: Night Swim Wonderland Karawang: Liburan Malam Murah Meriah dengan Vibes Eksotis

Namun, berbeda dengan meriam Si Jagur yang ikonik di Museum Sejarah Jakarta yang terkenal dengan ornamen “jempol terjepit” versi Karawang ini menyimpan jejak sejarah yang berbeda, lebih lokal, lebih membumi.

“Asal-usul penamaannya konon berasal dari suara ‘ngajelegur’ istilah dalam bahasa Sunda yang berarti menggelegar. Suara ledakan keras itulah yang pertama kali membuat warga Rengasdengklok menjulukinya ‘Si Jagur’,” jelas Obar.

Meriam ini diyakini dibuat dan digunakan sejak tahun 1845, bertepatan dengan dibangunnya Benteng Cabangbungin oleh pemerintah kolonial Belanda.

Fungsinya saat itu bukan untuk melawan musuh dari luar, tetapi untuk menjaga pelabuhan, gudang garam, dan sebagai alat kontrol di daerah perairan Sungai Citarum.

Baca juga: Survei LSI: 83,6% Warga Puas terhadap Kinerja Bupati Purwakarta Om Zein

“Benteng ini juga digunakan untuk menarik cukai kapal yang masuk ke wilayah hulu sungai. Wilayah ini dulunya bagian dari Distrik Cabangbungin yang mencakup beberapa wilayah penting,” kata Obar.

Namun seiring dengan reorganisasi wilayah kolonial, Distrik Cabangbungin dibubarkan dan diganti oleh Distrik Rengasdengklok pada 1936.

Sekitar tahun 1941, meriam dipindahkan ke Kantor Kawedanan Rengasdengklok. Sejak itu, keberadaan meriam ini berpindah-pindah bahkan sempat terbengkalai dan dibiarkan tergeletak di lantai.

Baca juga: Banyak Kos-kosan Short Time Diduga Tempat Prostitusi, Satpol PP Karawang Turun Tangan

Tak hanya sejarah, meriam ini juga menyimpan kisah magis yang berkembang di tengah masyarakat.