Beranda Karawang Mudahkan Registrasi OSS, DPMPTSP Karawang Siapkan Satu Pendamping

Mudahkan Registrasi OSS, DPMPTSP Karawang Siapkan Satu Pendamping

KARAWANG – Guna membantu pelaku usaha yang kesulitan melakukan registrasi OSS. Kini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Karawang, menyiapkan satu orang pendamping OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach) atau OSS berbasis resiko.

“Kami sudah memiliki satu orang pendamping OSS RBA dari luar ASN dan THL, untuk membantu pelaku usaha dalam melakukan pengajuan ijin melalui OSS,” ujar Kabid Wasdal DPMPTSP Karawang, Asep Suryana.

Dijelaskannya, sosialisasi OSS RBA penting dilakukan, mengingat OSS sendiri telah melalui tiga kali perkembangan sejak tahun 2018.

“Karena OSS RBA ini baru di-launching oleh Presiden Joko Widodo pada 9 Agustus 2021, sehingga sosialisasi masih kami lakukan setelah OSS melalui tiga kali perkembangan sejak 2018,” katanya di sela-sela sosialisasi OSS RBA dan pelaporan LKPM online, Selasa (26/10) di Hotel Brits Karawang.

Saat ini pemerintah menjadikan Online Single Submission (OSS) sebagai satu-satunya portal untuk pelaku usaha mengajukan perizinan bisnis. Selain OSS, izin usaha yang dilakukan akan dianggap ilegal.

“OSS RBA kini membagi pengajuan perizinan usaha berdasarkan risiko. Hal ini diharapkan dapat membuat OSS menyesuaikan dengan risiko usaha yang bersifat dinamis.’

“Satu yang paling penting, RBA (risk based approach) ini bersifat dinamis. Risiko akan selalu berubah, tapi bisa dimitigasi dengan perkembangan teknologi sehingga kita akan terus adaptasi dengan teknologi,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah akan memperkuat pengawasan usaha meskipun perizinannya sudah dipermudah dalam penerapan Undang-Undang Cipta Kerja.

“Kami akan memperkuat pengawasan. Jadi izin dipermudah, tapi pengawasan diperkuat,” katanya.

Menurutnya, pengawasan usaha juga akan lebih baik dibandingkan sebelum UU Cipta Kerja diterapkan. Pada saat itu, pelaku usaha diatur oleh lebih dari satu kementerian dan lembaga sehingga pengawasannya tidak terjadwal dengan baik.

“Pengawasan atau inspeksi yang sporadis, tidak jelas, tidak terjadwal, menjadikan pelaku usaha takut karena banyak diawasi,” pungkasnya. (kii)