Beranda Regional Pejabat RSUD Dinilai Langgar HAM

Pejabat RSUD Dinilai Langgar HAM

CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Ketika ada karyawan RSUD Sayang Cianjur yang kritis dan berani mengungkap kebenaran tentang konspirasi kejahatan atasannya, seharusnya didukung dan diapresiasi.

Hal tersebut dikatakan Ketua Aliansi Rakyat Sugih Mukti untuk Cianjur (Ayat Suci), Ridwan Mubarak, menanggapi adanya dugaan intimidasi yang dilakukan pejabat atau manajemen RSUD terhadap para pegawainya, yang menanyakan haknya yang tidak diterima sebagaimana mestinya.

“Ya harusnya diparesiasi bukan malah diintimidasi dengan ancaman. Jelas ini pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM),“ ujarnya kepada Berita Cianjur, Selasa (27/2/2018).

Menurutnya, apapun alasannya, intimidasi tidak dibenarkan. Apalagi berbicara birokrasi yang orientasi akhirnya kepada kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

Ia menambahkan, intimidasi itu refresif, menekan dan mirip dengan terror. Pasalnya, terdapat unsur menakut-nakuti. “Ini tidak sehat untuk proses pelayanan terhadap masyarakat, dan tidak sehat pula untuk perkembangan kultur birokrasi ataupun manajemen RSUD itu sendiri, ungkapnya.

“Semua karyawan butuh kenyamanan dalam bekerja. Bekerja harus riang gembira. Jika tidak pelayanan terhadap masyarakat tidak akan maksimal,“ sambungnya.

Ridwan mengatakan, pola komunikasi yang baik adalah yang memanusiakan, informative, persuasive dan tidak intimidatif. Pasalnya, intimidasi bias berujung kepada terror.

“Pemangku kebijakan RSUD itu bukan teroris, jadi tidak perlu ada intimidasi yang tidak mendidik,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak manajemen RSUD Sayang Cianjur. Saat hendak dikonfirmasi, sejumlah pejabat RSUD sulit dihubungi.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pegawai di lingkungan RSUD Sayang Cianjur, diduga mendapatkan intimidasi dari pihak manajemen rumah sakit plat merah tersebut.

Dugaan intimidasi yang diterima para pegawai di lingkungan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) milik Pemkab Cianjur tersebut, mulai dari ancaman pemberian sanksi hingga pemecatan jika mereka memberikan informasi terkait kebobrokan yang terjadi di manajemen RSUD Cianjur kepada pihak lain terutama pewarta.

Seperti yang dijelaskan salah seorang pegawai RSUD yang enggan disebutkan namanya. Dirinya terpaksa harus berurusan dengan pihak direksi dan kepala bidang (kabid) di tempat kerjanya, karena dituduh sering memberikan informasi dan meng-upload status di media sosial pribadinya terkait kebobrokan yang terjadi di rumah sakit tersebut.

“Saya tidak tahu keinginan para direksi dan kabid di RSUD maunya apa? Sebab, saya hanya mengungkapkan keluh kesah saya karena ketidakadilan yang diakibatkan ulah para direksi dan kabid. Jika saya berbicara langsung ke mereka (Direksi dan Kabid) tidak pernah ditanggapi dan tak pernah ada solusi,” jelasnya kepada wartawan, Senin (26/2/2018).

Dia mengungkapkan, tidak akan tinggal diam dengan segala kezaliman yang telah dilakukan oleh jajaran direksi dan kabid terhadap pegawai di lingkungan RSUD Sayang Cianjur. “Kami bersama seluruh rekan sepakat untuk menggugat jajaran direksi dan kabid yang terbukti melakukan intimidasi terhadap pegawai,” tegasnya.

Dia menambahkan, tak hanya persoalan kesejahteraan bagi para pegawai yang terjadi di lingkungan rumah sakit itu, namun untuk pelayanan pun dinilai sudah tidak sesuai dengan aturan. “Seperti kondisi Ruang Samolo 3 yang kondisi lantai keramiknya dibiarkan mengelupas, bagaimana pasien akan nyaman dan tenang jika kondisi ruang rawat inapnya seperti itu,” ucapnya.

Selain itu, setiap hujan turun, ruang basement parkir selalu digenangi banjir. “Ini jelas sudah tidak sehat dan diperlukan pembenahan yang menyeluruh. Saya juga mempertanyakan, pemangku kebijakan dalam hal ini Bupati Cianjur, yang terkesan diam. Padahal RSUD merupakan wajah yang mewakili pemerintahan,” ucap dia dengan nada kesal.

Sementara itu, jeritan sejumlah pegawai RSUD Sayang Cianjur kembali terdengar pilu. Betapa tidak, selain insentif pada Januari dan Februari 2018 belum diterima, insentif Desember 2017 yang mereka terima hanya sebesar Rp62 ribu dari yang biasanya Rp1.5 juta hingga Rp2 juta. Benarkah?

Ya, hal tersebut terungkap setelah adanya pengakuan dari sejumlah pegawai RSUD kepada Berita Cianjur, Minggu (25/2/2018).

Salah seorang perawat yang enggan disebutkan namanya membenarkan hal tersebut. Ia mengaku harus rela menerima dana insentif Desember 2017 sebesar Rp 62 ribu, yang baru dibayarkan oleh pihak RSUD beberapa waktu lalu. Padahal, sambung dia, besarnya insentif yang biasanya diterima senilai Rp2 juta per bulan.

“Bingung, mau dari mana biaya hidup sehari-hari. Semenjak kondisi rumah sakit carut marut seperti ini, saya sampai harus kembali pulang ke rumah orangtua karena sudah tidak mampu untuk membayar cicilan rumah,” curhatnya.

Menurutnya, kondisi tersebut sudah terjadi kurang lebih selama enam bulan terakhir. Bahkan tak hanya insentif, gaji Januari 2018 pun belum ia terima. “Berharap segera ada perbaikan, agar hak para pegawai dapat segera terpenuhi. Ini baru terjadi sekarang, sebelum-sebelumnya tidak pernah seperti ini,” ungkapnya.

Seorang pegawai RSUD lainnya pun membenarkan kondisi tersebut. Akibatnya, banyak rekan-rekannya di RSUD yang tersiksa karena sudah kesulitan untuk membiayai kehidupan sehari-hari.

“Jumlahnya berbeda-beda, ada yang menerima Rp62 ribu, Rp95 ribu dan Rp150 ribu. Padahal biasanya bisa mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta,“ ujar pegawai RSUD yang juga enggan disebutkan namanya, dengan alasan untuk menjaga keamanan pekerjaannya.

Ia menambahkan, jangankan untuk membayar cicilan rumah atau mobil, untuk ongkos atau bensin dari rumah menuju RSUD pun banyak yang kesusahan. “Ini soal hak, tapi mau protes bingung harus seperti apa. Soalnya saat teman saya bikin status di medsos saja, langsung dipanggil dan ditegur jangan ramai ke mana-mana katanya,“ ungkapnya. (KB)