JAKARTA, TVBERITA.CO.ID- Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras kategori umum sebanyak 500.000 ton dengan menugaskan Perum Bulog, dalam upaya memperkuat stok pemerintah dan menekan harga komoditas tersebut di dalam negeri.
Keputusan tersebut disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan menyatakan bahwa beras tersebut akan didatangkan dari Vietnam dan Thailand. Awalnya, penugasan importasi diserahkan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dengan spesifikasi beras khusus.
Namun, pada akhirnya, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional menyatakan bahwa Bulog dapat melaksanakan importasi beras yang masuk dalam kategori beras umum tersebut.
“Akhir Januari 2018, beras tersebut diharapkan sudah masuk. Kita isi sehingga Februari (harga) sudah bisa normal kembali,” kata Enggartiasto, di Jakarta.
Keputusan untuk memperkuat stok pemerintah tersebut bukan tanpa alasan. Stok beras yang ada di Perum Bulog, pada Januari 2018 tercatat hanya berada pada
kisaran 950.000 ton. Idealnya, stok minimum beras yang harus dimiliki Perum Bulog kurang lebih berada pada posisi 1,5 juta ton.
Salah satu instrumen yang bisa dipergunakan untuk menekan harga beras, antara lain adalah dengan melakukan operasi pasar (OP). Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil, karena beras yang digelontorkan untuk OP itu terbilang kecil dan tidak memberikan dampak signifikan.
Langkah OP tersebut menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) yang berada di Perum Bulog. Kementerian Perdagangan menugaskan Perum Bulog untuk menggelontorkan beras kualitas medium sebanyak 13.000 ton per hari untuk seluruh wilayah Indonesia.
OP tersebut memasok sebanyak 1.800 outlet dengan harga jual Rp 9.300 per kilogram, khususnya untuk wilayah Jawa. Sementara wilayah lain disesuaikan, namun tetap di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah.
Jumlah outlet tersebut ditambah pada Januari 2018, dimana sebelumnya pada Desember 2017 jumlah outlet tercatat sebanyak 1.100 unit dengan jumlah beras untuk OP sebanyak 50.000 ton.
“Sejak November 2017, sudah ada instruksi OP. Namun, dengan kuantitas dan luasan OP yang dilakukan, dirasa kurang cukup meredam pergerakan harga beras,” kata Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti di Jakarta.
Meskipun OP dilakukan, harga beras terus melambung melewati ketentuan HET beras medium yang sudah ditetapkan. Penetapan HET beras kualitas medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi sebesar Rp 9.450 per kilogram.
Wilayah Sumatera, tidak termasuk Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan dipatok Rp 9.950 per kilogram. Maluku termasuk Maluku Utara dan Papua, HET beras kualitas medium sebesar Rp 10.250 per kilogram.
Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga beras kualitas medium masih berada di atas HET. Pada Kamis (18/1), harga rata-rata nasional untuk beras kualitas medium sebesar Rp 11.043 per kilogram, dan naik pada Jumat (19/1) menjadi Rp 11.047 per kilogram.
Dalam mekanisme pasar, kenaikan harga biasanya disebabkan oleh turunnya pasokan, sementara permintaan meningkat. Hal tersebut tercermin dalam stok beras yang ada di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang dalam kondisi normal, stok berkisar antara 35-40 ribu ton per hari.
Berdasarkan data PIBC, pada Sabtu (20/1) stok akhir tercatat sebanyak 27.512 ton atau menurun jika dibandingkan pada kondisi awal Januari 2018. Pada 1 Januari 2018, stok beras di PIBC tercatat sebanyak 35.392 ton dan terus menurun hingga minggu ketiga bulan tersebut.
Namun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam Rapat Koordinasi Gabungan Ketahanan Pangan dan Evaluasi Upaya Khusus (Upsus) 2017 menyatakan bahwa Indonesia telah mampu swasembada beras, bawang merah, jagung dan cabai.
“Kita swasembada beras, bawang, jagung dan cabai. Empat selesai, stok kita aman,” ujar Amran, di Jakarta, pada awal Januari 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam data yang diperlihatkan oleh Kementerian Pertanian mencatat luas tanam padi selama 2017 mencapai 16,4 juta hektare, atau naik 16,65 persen setara dengan 2,34 juta hektare.
Selain itu, pada Januari 2018 produksi gabah kering giling diprediksi mencapai 4,5 juta ton atau setara dengan 2,8 juta ton beras.
Kebutuhan konsumsi beras nasional per bulan diperkirakan sebesar 2,6 juta ton. Dengan kondisi demikian, seharusnya ada surplus beras sebanyak 329,3 ribu ton.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, produksi padi sejak 2015 dinyatakan meningkat. Tercatat, pada 2014 produksi padi sebanyak 70,84 juta ton, naik menjadi 75,39 juta ton pada 2015, naik menjadi 79,35 juta ton pada 2016 dan menjadi 81,38 juta ton pada 2017.
Jika pada 2017 produksi padi mencapai 81,38 juta ton gabah kering giling, maka akan setara dengan 51 juta ton beras. Dengan asumsi kebutuhan beras nasional setahun sebesar 33,8 juta ton, maka seharusnya ada surplus 18 juta ton beras, dan harga tidak akan melonjak di atas HET.
BPS menyatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memperbaiki data produksi pangan sehingga lebih transparan dan terbuka untuk diakses publik.
Kepala BPS Suhariyanto saat ditemui di Kantor BPS Jakarta, Senin (15/1), mengatakan bahwa lembaga tersebut sudah tidak merilis data produksi pangan sejak 2016. Namun dari hasil rapat di Kementerian Koordinator Perekenomian, semua data produksi harus berasal dari BPS dengan bantuan metodologi pendataan dari BPPT.
“Kami lakukan perbaikan karena kami duga data produksi itu `overestimate`. Ketika BPS ingin memperbaiki metodologi, BPS ingin setransparan mungkin. Untuk itu, BPS manggandeng BPPT menerapkan kerangka sampel area,” katanya.
Meskipun pada akhirnya diputuskan untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 ton yang berdekatan dengan musim panen raya, pemerintah memberikan jaminan terhadap petani agar harga tidak anjlok.
Pemerintah menegaskan bahwa impor tersebut dilakukan untuk menghindari kekosongan stok sebelum panen raya.
Untuk menjaga agar importasi tersebut tidak berdampak buruk pada para petani dalam negeri, Perum Bulog juga ditugasi melakukan penyerapan gabah atau beras pada saat panen raya, dengan HPP yang sudah ditetapkan guna menjamin harga di tingkat petani.
“Pemerintah tidak mau ambil risiko kekurangan pasokan beras, mengingat panen raya diperkirakan baru akan terjadi pada Maret 2018,” ujar Enggartiasto.
Langkah pemerintah untuk melakukan impor beras tersebut sebenarnya bukan merupakan hal baru. Pada Desember 2015, pemerintah memutuskan melakukan importasi beras sebanyak 1,5 juta ton. Beras tersebut masuk ke Indonesia sebanyak 600.000 ton pada bulan yang sama.
Meski dinyatakan pada 2016 tidak ada impor sama sekali, namun sisa impor dari tahun 2015 sebanyak 900.000 ton itu baru masuk ke Indonesia pada 2016. (kb/fzy