
KARAWANG – Di sebuah sudut Perumnas Telukjambe, Karawang, aroma harum daun pisang dan kayu bakar selalu hadir dari rumah produksi milik Domah Azilah. Di rumah itu, terdapat penganan lontong tradisional yang jadi penganan favorit sejak zaman dahulu.
Perempuan asal Pekalongan ini diketahui telah lebih dari satu dekade mempertahankan tradisi membuat lontong secara alami, tanpa pengawet, sambil menghidupi keluarga dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Memadukan Tradisi dan Keunikan

Domah tidak membuat lontong seperti kebanyakan orang. Ia mencampurkan dua jenis beras—pera dan pulen—untuk menghasilkan lontong yang padat, namun tetap mampu menyerap kuah dan bumbu dengan sempurna. Bagi Domah, kualitas adalah segalanya.
Baca juga: Kisah Mahasiswi di Karawang Rintis Bisnis Hijab saat Pandemi, Kini Jadi Miliarder
“Kalau mau rasa yang enak, harus dari bahan yang baik. Saya tidak pakai bahan kimia apa pun, hanya daun pisang, dan masih pakai kayu bakar biar aromanya tetap khas,” ujarnya kepada tvberita, Selasa (21/1).
Lontong yang dihasilkan Domah memiliki ketahanan hingga dua hari jika dirawat dengan benar. Namun, yang membuatnya istimewa bukan hanya ketahanan, melainkan proses pembuatan yang penuh dedikasi.
Merintis dari nol
Domah memulai segalanya pada tahun 2012. Saat itu, ia hanyalah seorang perantau dari Pekalongan yang ingin memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.
“Waktu itu, saya lihat jarang ada yang jual lontong di Karawang. Jadi saya pikir, kenapa tidak coba saja?” kenangnya.
Awalnya, Domah hanya membuat 40 lontong per hari. Namun, kerja kerasnya membuahkan hasil. Kini, ia memproduksi hingga 1.000 lontong per hari. Sebelum pandemi, jumlahnya bahkan pernah mencapai 1.500 lontong sehari.
Pengorbanan di balik kesuksesan

Kesuksesan itu tidak datang tanpa pengorbanan. Dalam sehari, Domah sering hanya tidur empat jam. Ia dan suaminya bergantian bekerja tanpa jadwal libur tetap. Namun, Domah tetap bertahan karena cinta pada pekerjaannya dan semangat untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
“Capek pasti, tapi saya ingat tujuan awal: ingin membantu keluarga dan memberikan yang terbaik untuk pelanggan,” katanya.
Lontong hasil tangannya dijual seharga Rp2.000 untuk pelanggan tetap dan Rp2.500 untuk acara besar atau kebutuhan pabrik. Pelanggannya berasal dari berbagai kalangan, mulai pedagang sate, restoran, reseller, hingga pabrik.
Memberi inspirasi dan harapan
Domah tidak pernah menyebutkan secara rinci pendapatannya, tetapi dengan keuntungan 50-60 persen dari omzet harian, usahanya menjadi bukti bahwa kegigihan membuahkan hasil. Selain itu, bisnisnya juga membantu warga sekitar mendapatkan penghasilan tambahan.
Baca juga: Punya Koleksi 12.108 Judul Buku, Perpusda Karawang Makin Diminati Pengunjung
Pesannya sederhana, namun penuh makna. “Kalau usaha, kuncinya konsisten. Jangan mudah patah semangat. Apa pun yang kita jalani pasti ada suka dukanya,” ungkapnya.
Domah dan rumah produksi Berkah Tama Jaya (BTJ) kini menjadi bukti nyata bahwa tradisi, jika dirawat dengan baik, tetap dapat hidup dan relevan di tengah modernisasi.
Bagi yang ingin mencicipi lontongnya, rumah produksinya aktif di Perumnas Blok T/194 Telukjambe, Karawang.
Domah Azilah tidak hanya menjual lontong, tetapi juga menjual rasa cinta dan dedikasi dalam setiap bungkus lontongnya—sebuah pelajaran berharga tentang kejujuran dalam berkarya. (*)