CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- Pedagang kaki lima (PKL) dibongkar tanpa ampun, sementara toko swalayan dibiarkan. Itulah opini yang berkembang di masyarakat ketika melihat banyaknya toko swalayan yang melanggar aturan namun tak ditindak.
Ya, Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2016 tentang penataan pasar rakyat, pusat perbelanjaan dan toko swalayan, seharusnya menjadi patokan awal dalam mengeluarkan perizinan toko swalayan di Kabupaten Cianjur. Namun, fakta di lapangan banyak ditemukan pelanggaran terkait penerbitan izin toko swalayan.
Informasi yang dihimpun Harian Umum Berita Cianjur, kategori toko swalayan menurut Perda meliputi minimarket, super market, department store, hypermarket dan perkulakan. Di Cianjur terdapat banyak jenis toko swalayan seperti Alfamart, Indomaret, Hemat, Yogya, Selamet, Alfamidi dan lainnya. Seluruhnya tersebar di kawasan Cianjur kota hingga ke pelosok desa.
Hal itu jelas menimbulkan opini miring terhadap Pemerintah Kabupten (Pemkab) Cianjur tentang pengeluaran izin toko swalayan tersebut. Bahkan diduga ada kongkalikong antara pengusaha dan dinas terkait dalam pengeluaran izinnya. Sehingga akhirnya Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) ‘dibunuh’ secara perlahan.
Tokoh Pemuda Kecamatan Bojongpicung, Hendra Malik mengatakan, izin toko swalayan yang dikeluarkan oleh Pemkab Cianjur, dinilainya ‘membunuh’ pelaku UMKM secara perlahan. Pasalnya, tak jarang lokasi toko swalayan sangat dekat dengan pasar rakyat.
“Ini jelas pembunuhan terhadap UMKM, izin toko swalayan sudah ada aturan mainnya, tetapi dilapangan masih banyak ditemukan pelanggaran,” kata Hendra, Kamis (23/11/2017).
Hendra menyebut, toko swalayan di sekitar rumahnya sangat dekat dengan pasar rakyat, belum lagi yang berada di Kecamatan Ciranjang. Tidak hanya satu jenis toko swalayan, bahkan tiga swalayan yang posisinya dekat dengan pasar rakyat. Namun, hingga kini belum ada penertiban atau penutupan yang seperti dilakukan pada pedagang kaki lima (PKL).
“Hal itu semakin memperkuat dugaan adanya kongkalikong antara pengusaha dengan pemkab. Kalau memang tidak ada kongkalikong, mengapa sejumlah toko swalayan yang jelas melanggar peraturan masih berdiri tegak dan beroperasional? Bahkan sejumlah toko swalayan beroperasional hingga 24 jam, padahal bukan ditempat yang diperbolehkan,” sebut Hendra.
Hendra mempertanyakan tugas dan fungsi dinas terkait yang dinilai tidak peka dan cenderung memperjuangkan pengusaha besar,baik itu Dinas Perdagangan, Perizinan, hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Sudah jelas pelanggarannya, sambung dia, tetapi tidak ditindak.
“Lihat saja Perda nomor tahun 2016, masalah jarak saja sudah banyak yang melanggar, seharusnya jarak antar minimarket minimal 1.000 meter, ini malah berhadap-hadapan. Sangat jelas itu pelanggarannya, mana tindakan pemkab? Berbeda sekali dengan perlakuan yang diterima PKL, tanpa ampun bongkar,” tegas Hendra.
Sementara itu, sebagai wakil UMKM, Wakil Ketua Dekopinda Kabupaten Cianjur, Harry M Sastrakusumah juga menuturkan hal serupa. Menurutnya, Pemkab lupa akan tujuan awal diberikannya izin pendirian toko swalayan untuk mengakomodir usaha kecil saat moneter terjadi pada tahun 1998 lalu. Namun kini yang terjadi malah toko swalayan menguasai perdagangan, bukan mengakomodir UMKM.
“Coba saja lihat di toko swalayan yang beroperasional di Cianjur, memang ada produk UMKM, tetapi merek dagangnya atas nama toko swalayan itu sendiri. Jadi UMKM yang mana yang diakomodir?” tutur Harry.
Harry menerangkan, masih menunggu jawaban dari sejumlah pengusaha swalayan terkait tuntutan UMKM, menganai kewajibannya. Jika memang tidak ada jawaban yang dapat memuaskan, kami akan jalankan rencana yang telah disusun.
“Kami menunggu jawaban, jika dalam waktu dekat tidak ada, kegiatan akan berlanjut seperti yang direncanakan. Kami berharap ada audiensi, namun jika tidak ditanggapi, kami bersama seluruh pelaku UMKM akan menggelar aksi,” terang Harry.
Menanggapi hal tersebut, Deputy Branch Manager Alfamart, Azam Nurahman melalui Branch Corcom, Elisa mengungkapkan, pihaknya sangat medukung dengan produk lokal di setiap daerah. Bahkan, sambung Elisa, di beberapa daerah, pihaknya sudah menjalankan kewajiban untuk dapat mengakomodir produk lokal yang ada di daerah tersebut.
Namun, jelas Elisa, produk lokal tersebut harus dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan pihaknya. Baik dari sisi kualitas maupun kuantitas produk. “Kami sangat mendukung dengan adanya kewajiban untuk dapat mengakomodir produk lokal, karena kami juga harus dapat bersinergi dengan sejumlah pengusaha produk lokal yang ada di setiap daerah,” jelas Elisa kepada wartawan, Kamis (23/11/2017).
Elisa menyebutkan, untuk kebijakan akomodir produk lokal itu sepenuhnya berada di pemerintah daerah. “Kebijakan akomodir produk lokal itu kan lebih pada kebijakan masing-masing daerah, jadi pengapliksiannya semuanya tergantung kebijakan di daerah,” ucapnya.
Terkait dengan tidak mengantongi izin operasional 24 jam, Elisa mengaku, proses itu sedang ditempuh dan dalam proses pengurusan. Namun, sambung dia, pihaknya tak dapat menjelaskan secara detail sejauhmana proses itu.
“Terkait proses perizinan 24 jam sedang dalam proses pengurusan, tapi sesuai dengan kebijakan manajemen kami tak dapat infokan secara detail,” katanya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler, pihak PT. Indomarco Prismatama (Indomaret) enggan berkomentar.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Cianjur, Himam Haris, melalui Kepala Bidang Perdagangan, Yana Muhammad Kamaludin mengungkapkan, sejak berlakunya Perda, tak satupun toko swalayan yang mengajukan surat izin untuk beroperasional selama 24 jam penuh.
“Tak satupun dari pihak pemilik usaha toko swalayan yang mengajukan izin operasional 24 jam,” ungkap Yana saat ditemui di kantornya, Senin (13/11/2017).
Yana mengaku telah memberikan surat edaran kepada seluruh pemilik toko swalayan yang berada di Kota Cianjur. Meski begitu, kenyataan di lapangan masih terdapat sejumlah toko swalayan yang membandel. Terlebih bagi lokasi usaha yang jelas tidak diperkenankan di dalam Perda.
“Surat edaran berisi imbauan agar tidak membuka usahanya hingga 24 jam, karena hal itu sangat berisiko terhadap keamanan mereka sendiri,” pungkasnya. (*)