Beranda Regional Polisi Ungkap Alasan Kasus Berjalan Lambat Napi Peras Ratusan Wanita Pakai Foto...

Polisi Ungkap Alasan Kasus Berjalan Lambat Napi Peras Ratusan Wanita Pakai Foto Bugil

BANDUNG, TVBERITA.CO.ID -Kasus dugaan pemerasan menggunakan foto dan video bugil terhadap ratusan wanita diduga melibatkan sejumlah narapidana (napi) dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jelekong, Bandung.

Dilansir dari BBC Indonesia, kasus ini muncul pada Maret 2018, tetapi belum maju ke persidangan.

Modusnya, pelaku berkenalan lewat media sosial hingga korban terpikat dan dijanjikan untuk dinikahi.

Lalu korban diminta mengirimkan foto atau video tanpa busana, yang kemudian dijadikan alat untuk memeras.

Menurut keterangan G, seorang napi Lapas Jelekong yang kini menjadi saksi kunci di bawah proteksi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), HP untuk mencari sasaran korban difasilitasi oleh kepala kamar.

“HP (handphone) difasilitasi setiap kamar sama Pak Kepala Kamar. Untuk masuknya HP kita bekerja sama dengan petugas lapasnya. Hampir 85% petugas terlibat,” kata G kepada wartawan saat kasus ini mencuat Maret lalu.

Satu napi diberi target paling sedikit menghasilkan Rp10 juta dalam satu minggu.

“Pelakunya kebanyakan warga binaan sendiri. Kira-kira 1.000 orang, hampir semuanya dapat pembelajaran (melakukan modus operandi) seperti itu. Untuk targetnya, per napi paling sedikitnya Rp10 juta, satu minggu,” tutur G.

Jika modus gagal, ia akan mendapat konsekuensi berupa pengeroyokan di lapas.

“Saya diajarkan untuk melakukan modus operandi seperti ini. Jika kita tidak berhasil, mungkin untuk konsekuensinya bisa dipukulin atau dimassa (dikeroyok) di situ,” ungkap G, yang mengaku berperan sebagai pencari korban.

Aparat yang terlibat dalam kasus ini, termasuk Kalapas Jelekong, mendapat sanksi administrasi.

“Petugas yang terlibat sudah dimutasi. Saya tidak bisa ngasih keterangan lagi yah, soalnya kasusnya sudah diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM Jawa Barat, Alvi Zahrin Keimas, kepada wartawan di Bandung, Julia Alazka.

“Kami tidak memproses hukum (petugas lapas) karena memang uang (suap) ini kalau mau diproses hukum, harus jelas dulu bahwa uangnya memang disetor ke sana (petugas). Setor juga bukan hanya sekadar omongan, kita juga harus mendapatkan dulu buktinya, tidak semudah itu,” terang Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP M Yoris Maulana.

Dari kasus ini, barang bukti sebanyak 600 HP telah dimusnahkan.

“Ada sekitar 600 lebih HP di sana. Mereka lakukan pemusnahan langsung. Berarti barang bukti kita juga langsung musnah,” ujar Yoris sambil tertawa.

Namun, uang hasil pemerasan yang diperkirakan berjumlah Rp500 juta setiap pekan sulit dicari lantaran kewenangan polisi dalam melakukan penyelidikan di lapas terbatas.

“Tapi memang kendala kita, bahwa segala macam barang bukti ada di dalam (lapas) kan yah. Ini kesulitan kita. Kita tidak bisa masuk ke dalam untuk lakukan penggeledahan,” ungkapnya.

“Kita memang ada kewenangan terbatas, makanya tidak bisa dilakukan penyitaan. Memang seperti uang banyak, tapi kita tidak bisa masuk terlalu jauh, ada kewenangan-kewenangan, ada batasan-batasan kewenangan,” lanjut Yoris.

Hingga kini pun, dari seribu pelaku, baru empat yang ditetapkan tersangka setelah korbannya melapor.

“Ya memang benar 300 orang korban. Itu hitungan kasar yah, kalau menurut kita 1.000 juga lebih karena setiap orang dalam satu minggu minimal mendapatkan satu atau dua korban,” kata Yoris.

Kasus berjalan lambat karena korban, yang menurut polisi mencapai seribu lebih, banyak yang bungkam.

“Ada beberapa orang juga ketakutan dilanjutkan perkaranya. Karena ketika dia harus tampil nanti di sidang pengadilan dia juga sangat malu, pasti dia malu, ada efeknya ke dia,” ujar Yoris.(tribunnews/kb)