Beranda Regional UMK Tertinggi, Karawang dalam Ancaman PHK Besar-besaran

UMK Tertinggi, Karawang dalam Ancaman PHK Besar-besaran

KARAWANG, TVBERITA.CO.ID- Ditetapkannya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang tahun 2018 sebesar Rp 3.919.291, diakui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang, Ahmad Suroto, akan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

 

Sebab, selain kembali menjadi yang tertinggi di Indonesia, dampak dari kenaikan upah pada 2017 lalu juga membuktikan sekitar 12 ribu karyawan tercatat dirumahkan selama periode Januari-September.

“Jumlah pengguran di Karawang saat ini saja sekitar 100 ribu orang,” ujar Suroto, Minggu (26/11).

Ia memprediksi, perusahaan sektor tekstil, sandang dan kulit (TSK) akan terpukul dengan kenaikan UMK 2018 tersebut. Sebab, pada tahun 2017 ada beberapa perusahaan yang memilih pindah, merumahkan karyawan, atau meminta penangguhan upah.

Bahkan pada UMK 2017, ada sekitar 26 perusahaan mengajukan penangguhan upah, akan tetapi yang dikabulkan hanya sebanyak 25 perusahaan.

“Sementara pada penetapan UMK 2018, sampai saat ini memang belum ada perusahaan mengajukan penangguhan. Karena batas waktu untuk pengajuan penangguhan upah masih cukup lama, sampai 20 Desember 2017 mendatang,” katanya.

Sedangkan sejumlah perusahaan yang memilih hengkang dari Karawang, di antaranya PT Metro Kinki, PT Royal Industri, PT Dream Sentosa Indonesia, PT Hansae dan PT Mondelez. Garut, Majalengka dan Jawa Tengah menjadi incaran perusahaan TSK.

Kenaikan juga diprediksi akan cukup berdampak pada sektor jasa dan perdagangan. Sementara sektor manufaktur belum ada satupun yang memilih pindah karena kenaikan upah.

Sementara itu, tingginya nilai upah mendorong industri padat karya di Karawang berlomba-lomba pindah, sementara padat teknologi berlomba unruk menggantikan tenaga manusia dengan robot.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Karawang, Abdul Syukur mengungkapkan, industri padat karya berlomba meninggalkan Karawang dengan tujuan daerah baru seperti Garut, Bandung, Majalengka, Jepara, hingga Solo.

Hal ini tersebut menurutnya, sebagai dampak dari tingganya UMK Karawang yang tiap tahun mengalami kenaikan. Padahal daya saing industri Karawang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitar, seperti Subang, Majalengka, Sukabumi, Cianjur dan Bandung.

Sebagai contoh, industri garment di Karawang harus membayar upah pekerja sebesar Rp 3,9 juta. Jika ditambah iuran BPJS Ketengakerjaan dan BPJS Kesehatan, nilainya bisa lebih dari Rp 4 juta.

“Sementara di Majalengka, membayar upah hanya Rp 1,7 juta. Ada selisih Rp 2,3 juta per karyawan,” katanya.

Ia mencontohkan, PT Dream Sentosa dari 2013 hingga Oktober 2017 telah melakukan pengurangan sebesar 6699 karyawan, dan memutuskan relokasi pabrik ke Jepara. Sedangkan PT Hansae Indonesia, PT Bhineka Karya Manunggal, dan PT Indorama memilih tutup.

Sementara industri padat teknologi, saat ini berlomba untuk menggantikan tenaga manusia dengan robot atau otomatisasi. Demikian juga industri baru di Karawang yang datang dengan memboyong teknologi maju.

“Investasi cukup besar, tetapi serapan tenaga kerja sangat sedikit. Sehingga jangan heran jika setiap tahun pencari kerja terus bertambah,” katanya.

Pada 2018 mendatang, siswa SLTA sederajat yang akan lulus diprediksi mencapai sekitar 25.000 orang. Sementara yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi diprediksi hanya sekitar 5.000 orang.

“Berarti pencari kerja di Karawang pada 2018 akan beryambah 20.000 orang,” katanya.

UMK Karawang yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada Senin (21/11) lalu sebesar Rp 3.919.291 bukan hanya tertinggi di Indonesia, melainkan juga mengungguli beberapa ibu kota negara di Asia.

Berdasarkan data yang pihaknya miliki, upah minimum 2017 di New Delhi Rp 1.958.800, Bangkok Rp 2.544.598, Kuala Lumpur Rp 3.110.424, Beijing Rp 3.317.427, Hanoi Rp 2.362.794, Manila Rp 2.911.603 dan Jakarta 3.355.750.

“Upah kabupaten tertinggi di ASEAN bukan berarti membuat masyarakat menjadi lebih baik. Sebab, hal ini justru menimbulkan angka pengangguran semakin tinggi. Selain itu, perbedaan sektor industri dengan sektor pertanian semakin jauh,” katanya.(put/ds)