KARAWANG, TVBERITA.CO.ID- Warga Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, menunggu langkah kongkrit dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang, untuk mengatasi bencana banjir yang selalu terjadi setiap musim hujan. Pasalnya, secara rutin 500 kepala keluarga (KK) selalu terkena dampak bencana banjir.
“Kami menunggu solusi kongkrit dari Pemkab Karawang. Sebab, banjir ini sudah terjadi berulang kali. Walaupun memang setiap tahun ada bantuan dari pemerintah, tapi itu sifatnya sesaat. Yang kami butuh adalah solusi, bukan sekedar bantuan,” ujar Humas Warga Karangligar, Asep Saepullah kepada KORAN BERITA (Grup Tvberita.co.id), Senin (20/11).
Warga juga mempertanyakan tindak lanjut hasil kajian tim ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), terkait banjir Karangligar. Apalagi nilai kerjasama antara Pemkab Karawang dengan ITB jumlahnya tidak sedikit, yakni mencapai Rp 120 juta untuk melakukan kajian penyebab banjir.
“Sampai saat ini hasilnya apa? Tidak ada solusinya dari tim ahli ITB, hanya menyebutkan adanya penurunan tanah yang mencapai 20 centimeter pertahun. Makanya waktu ada rencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melakukan penelitian kembali dengan ITB, dengan nilai kontrak Rp 140 juta kami tolak,” katanya.
Diungkapkan Asep, pihaknya telah mengajukan pembuatan pintu air kepada pemkab sejak tahun lalu. Namun sampai saat ini belum ada realisasinya. Padahal tujuan dari pembuatan pintu air tersebut, adalah untuk mengurangi dampak banjir bagi warga.
“Setahun yang lalu kita sudah ajukan pembuatan pintu air. Mudah-mudahan tahun 2018 bisa direalisasikan. Sebab, kami yakini bisa meminimalisir dampak banjir yang terjadi akibat meluapnya sungai Cibeet dan Citarum. Karena banjir yang terjadi di Karangligar bukan karena hujan lokal, tapi kiriman apabila di hulu terjadi hujan deras,” katanya.
Menurutnya, banjir pertama kali terjadi di Karangligar pada tahun 2007. Dan setelah itu, pada setiap musim hujan datang, warga selalu terkena banjir. Oleh sebab itu, warga ingin mengetahui pasti penyebab terjadinya banjir. Apakah penurunan kontur tanah yang disampaikan tim ahli ITB, akibat adanya 7 titik pengeboran gas milik Pertamina.
“Ini harus jelas, apa penyebab turunnya permukaan tanah. Sebab, tanda-tanda turunya permukaan tanah memang bisa dirasakan warga dengan melihat pada perbedaan banjir yang setiap tahun semakin naik. Kalau memang karena pengeboran Pertamina yang ada sejak tahun 1988, solusinya seperti apa,” kata Asep.
Ditegaskannya, wacana relokasi oleh Pemkab Karawang bukanlah solusi atas permasalahan tersebut. Warga akan menolak jika pemerintah hanya berpikir secara instan dalam mengatasi banjir di Karangligar.
“Kalau cuma memindahkan pemukiman itu bukan solusi, orang biasa juga bisa berpikir seperti itu. Malah kami timbul kecurigaan jangan-jangan wilayah ini memang sudah dipesan pengusaha untuk dijadikan perumahan elite atau kawasan, kalau kebijakan pemerintah seperti itu,” katanya. (put/ds)