Beranda Headline Obat Gratis Tak Cukup, Pasien TB Masih Terkepung Beban Ekonomi Berat

Obat Gratis Tak Cukup, Pasien TB Masih Terkepung Beban Ekonomi Berat

Obat gratis pasien tb
Ilustrasi pasien TB. Foto: istimewa

TVBERITA – Berbagai tantangan sosial-ekonomi yang dialami pasien Tuberkulosis (TB) mengemuka dalam webinar “Perlindungan Sosial bagi Orang dengan Tuberkulosis” yang diselenggarakan oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) pada Rabu, 3 Desember 2025.

Kegiatan ini menyoroti fakta bahwa beban terbesar pasien TB bukan berasal dari obat yang telah disediakan gratis, melainkan dari biaya tak langsung dan kehilangan pendapatan yang kerap menjerumuskan keluarga pasien ke dalam jurang kemiskinan baru.

Meskipun Indonesia terus memperkuat upaya eliminasi TB, para pembicara menekankan bahwa keberhasilan pengobatan tidak hanya ditentukan oleh kepatuhan minum obat, tetapi juga oleh kemampuan pasien bertahan secara ekonomi selama masa terapi yang panjang.

Baca juga: Bupati Karawang Hibahkan Tanah untuk Lansia Terlantar, Dinas PRKP: Inisiatif Pribadi, Bukan APBD

Dihadapkan Beban Finansial Berat

Para penyintas TB yang hadir menggambarkan bagaimana kondisi ekonomi keluarga ikut terganggu saat seseorang terdiagnosis TB.

Pak Agung, salah satu penyintas TB dan tulang punggung keluarga, membagikan kisahnya mengenai sulitnya memenuhi kebutuhan hidup di tengah kewajiban berobat setiap hari.

“BPJS saya gak aktif karena menunggak dua tahun. Untuk aktifkan BPJS saja sudah berat, belum lagi harus ke layanan setiap hari dan disuntik setiap hari. Bulan pertama saja sudah terasa sangat berat,” ujar Agung.

Ia menegaskan bahwa bantuan dengan bentuk fleksibel sangat dibutuhkan oleh pasien, terutama bagi pekerja harian atau pekerja informal.

“Uang transport dalam bentuk cash itu paling penting, karena bisa dipakai juga untuk beli kebutuhan nutrisi dan lainnya,” jelas Dewi selaku penyintas TB-RO.

Baca juga: RI Urutan Kedua TBC Terbanyak di Dunia, Saan Mustofa Dorong Kemenkes Kerja Serius

Obat Gratis Tidak Menutup Total 

Biaya TB dalam pemaparannya, Silvi Indriani S.Kep, Ners sebagai tim peneliti RC3ID mengungkap bahwa pasien TB sering kali menjalani beberapa kali kunjungan ke fasilitas kesehatan sebelum mendapatkan diagnosis definitif. Hal ini menimbulkan biaya tambahan yang sering kali tak terlihat oleh sistem.

“Obatnya memang gratis, tetapi kunjungan berulang ke layanan kesehatan itu tidak gratis. Lebih dari 50% pasien kehilangan pendapatan akibat TB, dan satu orang sakit berarti satu keluarga terdampak,” jelasnya.

Biaya terbesar justru berasal dari transportasi harian, makanan tambahan, dan hilangnya jam kerja. Pasien TB Resisten Obat (RO) bahkan menanggung perjalanan yang lebih jauh dan perawatan yang lebih panjang bisa mencapai 37 juta dari awal diagnosis hingga sembuh. Kondisi ini membuat banyak keluarga jatuh ke dalam kategori rentan, bahkan terancam miskin karena TB.

Perlindungan Sosial Harus Terintegrasi Lintas Kementerian

Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa pemerintah sedang melakukan langkah strategis untuk memperkuat aspek perlindungan sosial dalam upaya eliminasi TB. Hal ini tercermin melalui penyelesaian revisi Peraturan Presiden No.67 Tahun 2021 tentang penanggulangan TB yang akan memperjelas tanggung jawab setiap kementerian terkait.