
KARAWANG – Di antara hingar bingar bendera Merah Putih di pagar dan kendaraan yang ada di jalan Proklamasi, bangunan cagar budaya (BCB) eks Kewedanaan Rengasdengklok tampak begitu malang dan rapuh.
Semrawutnya parkir motor dan mobil di halaman, dinding jebol penuh coretan, lantai papan damparan di ruang tengah yang hilang dicuri, jendela yang rusak dan hilang, juga sampah yang berserakan di mana-mana.
Itulah gambaran saat menapaki peristiwa pengibaran bendera merah putih pada 16 Agustus 1945 dan penurunan bendera Jepang atau Nippon atau Hinomaru di Rengadengklok, Kabupaten Karawang.
Baca juga: Sejumlah Pejabat Pemkab Karawang Dipolisikan Pengusaha Gegara Proyek, Peradi Dorong Lapor Balik
Tidak seperti bagunan sejarah lainnya di Rengasdengklok, bangunan bekas kewedanaan ini tampak terbengkalai meski dijaga oleh seorang Juru Pelihara (Jupel).
Dari pengakuan Jupelnya bernama Ahmad Taufik, mengatakan bahwa bangunan bekas kewedanaan ini baru ditetapkan menjadi BCB pada tahun 2024, dan dari sejak dulu memang terbengkalai, dan memang ia tidak selalu berjaga setiap hari di lokasi.
“Kalau jadi CB baru tahun 2024, terus memang sudah terbengkalai lama, dan mungkin karena saya tidak selalu menjaga setiap hari karena kondisi gedung yang cukup memprihatinkan akhirnya banyak dimanfaatkan orang lain buat hal-hal yang tidak baik,” katanya.
Sementara itu, ia berharap area kewedanaan bisa dipagari sebagai upaya menjaga dari pencurian dan hal tidak baik lainnya.
“Saya berharap bisa dipagari biar tidak ada orang yang masuk seenaknya dan tidak ada pencurian lagi,” terangnya.
Baca juga: 72 Persen Napi Lapas Karawang Warga Lokal, Bupati Aep: Yakin Berubah Jadi Lebih Baik
Dicurinya 15 Papan Damparan

Terbengkalainya BCB dan adanya pencurian papan damparan tentunya menjadi tanggungjawab pemerintah untuk mencegah pencurian bahkan menangkap pelakunya.
Oleh karena itu, saat konfirmasi melalui pesan singkat, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karawang Waya Karmila mengatakan pihaknya sudah melaporkannya ke pihak desa dan kepolisian setempat.
“Sudah dilaporkan ke pihak desa sama polsek,” tuturnya.
Saat ditanya terkait upaya, pihaknya akan meningkatkan pengamanan dengan mengintruksikan agar jupel untuk meningkatkan pengamanan di sekitar area aset sejarah dan cagar budaya.
Baca juga: UMKM Tumbuh Bersama, Alfamart Dorong Ribuan Usaha Lokal Karawang Naik Kelas
“Sebetulnya bukan berarti keamanan longgar, tapi mungkin benda seperti papan ini dianggap tidak bernilai oleh sebagian orang. Bisa jadi diambil untuk iseng, atau diubah menjadi barang lain, seperti papan ukuran kecil,” ujarnya.
Sementara itu, penulis juga pegiat sejarah Yuda Febrian Silitonga menanggapi perihal hilangnya papan lantai perlu disikapi serius.
“Kabar buruk ini harusnya disikapi serius karena ini sudah masuk dalam ranah pidana, karena eks kewedanaan Rengasdengklok itu sudah menjadi bangunan cagar budaya berarti memang benar bernilai sejarah,” tegasnya.
Kalau merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU CB) Pasal 66 melarang keras setiap orang mencuri cagar budaya dan memberikan sanksi pidana yang berat.
“Pidana penjara paling singkat 6 bulan hingga 10 tahun dan/atau denda antara Rp 250 juta hingga Rp 2,5 miliar, seperti yang diatur dalam Pasal 106 Ayat (1). Selain itu, penadah hasil pencurian juga diancam pidana lebih berat, yaitu penjara 3 hingga 15 tahun atau denda Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar,” terangnya.
Baca juga: Ketua DPRD Karawang Dukung Rumah Djiaw Kie Song Dibeli Presiden Prabowo, Jadi Aset Negara
Perihal aturan, tambah dia, perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka mengetahui dan tidak sembarangan merusak apalagi sampai mencuri.
“Bahkan saya tidak melihat ada papan informasi cagar budaya, agar masyarakat tau bahwa itu adalah bangunan cagar budaya yang dapat dirawat dengan baik, padahal sudah ditetapkan oleh kabupaten melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Karawang Nomor 432/Kep.540-Huk/2023 tertanggal 25 Januari 2024,” jelasnya.
Trilogi Gerakan Revolusi di Rengasdengklok

Yuda juga menjelaskan bahwa mengapa pentingnya menjaga BCB bekas kewedanaan Rengasdengklok karena historis perisitiwa penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok tidak terlepas dari bangunan bekas kewedanaan tersebut.
“Saat kejadian diculiknya Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Shonco (Camat) Hadipranoto yang berkantor di bekas kewedanaan Rengasdengklok itu diperintah oleh Sudancho Subeno untuk mengadakan upacara bendera sebagai pertanda revolusi Indonesia Merdeka,” kata penulis buku Rengasdengklok Undercover ini.
Jadi ada 3 kejadian yang bisa tergambarkan dan bisa disebut sebagai Trilogi Revolusi di Rengasdengklok jelang kemerdekaan Indonesia 1945.
Pertama, kedatangan rombongan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok ke Markas PETA dan perdebatan kemerdekaan antara golongan muda dan tua.
Kedua, diungsikan ke rumah Djiaw Kie Song dan Gerakan Masrin Hasani pejuang lokal di Rengasdengklok yang berjaga juga mengabarkan ke warga sekitar agar bersiap merdeka dan mengibarkan bendera merah putih dengan kertas wajik.
Ketiga, upacara pengibaran bendera di Markas PETA yang kini menjadi Tugu Proklamasi dan kemudian di Kewedanaan Rengasdengklok.
“Sejarah ini penting untuk dijaga, dirawat dan dilestarikan sebagai identitas Karawang yang dikenal sebagai pangkal perjuangan,” tuturnya. (*)











