Beranda Headline Tak Sepakat Presidential Threshold 0 Persen, Komisi II DPR: Kecuali Selesai Pemilu...

Tak Sepakat Presidential Threshold 0 Persen, Komisi II DPR: Kecuali Selesai Pemilu 2024

Ketua DPW NasDem Jabar, Saan Mustopa.

KARAWANG – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa menegaskan mustahil ada perubahan Presidential Treshold (PT) menjadi 0 persen di 2024, kecuali selesai pemilu 2024 hal itu masih memungkinkan.

Saat ini, semua pihak harus bersepakat PT di angka 20 persen. “Sekarang itu bukan hanya nasdem, tapi semua pihak setuju gak setuju memang UU nya 20 persen thresholdnya,” kata Saan saat membuka acara pendidikan politik dan kaderisasi dalam Reses Anggota DPR RI, Dapil Jabar 7 di Swiss-Belinn Hotel Karawang, Jumat (17/12/2021).

Diakui Saan, NasDem sempat mengusulkan perubahan PT menjadi 15 persen, namun hal itu urung terjadi. Maka ia menilai tak ada lagi ruang untuk merubah PT 0 persen seperti yang diinginkan sejumlah pihak.

“Dulu nasdem ingin berubah dari 20 menjadi 15, tapi krn UU pemilu tidak direvisi, jadi tetap 20 persen,” terangnya.

Hanya, ujar Saan, PT 0 persen bisa terwujud asalkan MK mengabulkan gugatan. Namun berkaca dari sejarah, pengajuan PT sebelumnya pun ditolak.

“Pernah diuji materi tapi MK tidak mengabulkan. Jadi ruangnya udah gak ada. Kecuali kemarin kita revisinya berjalan, mungkin tidak 0 persen, turun thresholdnya,” papar Ketua DPP NasDem ini.

Apalagi, perubahan PT itu tidak mendesak dan tidak ada dalam prioritas prolegnas 2022. Tetapi jika itu dilakukan pasca 2024 masih memungkinkan.

“Kalau selesai 2024 mungkin masih bisa, tapi kalau pemilu 2024, jalan untuk ke sananya gak ada, kecuali MK mengabulkan, tapi masa MK menganulir putusannya yang dulu tidak mengabulkan, kan nggak,” pungkas dia.

Sebelumnya, sejumlah pihak mengajukan pengajuan uji materi (judicial review) pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur presidential threshold (PT) 20% ke MK. Satu diantaranya yang mengajukan gugatan ialah Gatot Nurmantyo.

Gatot beralasan, pasal 222 UU Pemilu membuat warga negara kehilangan hak konstitusional untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilu. (kii)