Beranda Headline Mencari Jalan Tengah Konflik Lahan di Karawang

Mencari Jalan Tengah Konflik Lahan di Karawang

Konflik tenurial di kawasan hutan karawang
Aksi unjuk rasa petani di depan gedung DPRD Karawang.

KARAWANG – Konflik lahan di kawasan hutan Kabupaten Karawang menjadi benang kusut yang sulit diurai. Adu klaim antara petani, kehutanan maupun korporasi atas penguasaan lahan berujung letupan aksi massa.

Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang (Sepetak) pada Kamis, (27/7) lalu berunjuk rasa di depan Kantor ATR/BPN Karawang dan DPRD Karawang.

Dalam aksinya, mereka menuntut hak tanah yang tak kunjung disertipikasi oleh BPN Karawang.

Lahan petani yang diklaim sebagai kawasan hutan itu ada sekitar 5.000 hektare. Tersebar di wilayah Ciampel, Pangkalan dan sejumlah wilayah Utara Karawang, di mana di wilayah tersebut sudah terdapat infrastruktur seperti akses jalan, bangunan, pasokan listrik dan bahkan terdaftar dalam Pajak Bumi dan Bangunan.

Baca juga: Massa Petani Demo di Kantor BPN Karawang, Tuntut Hak Tanah yang Diklaim Kawasan Hutan

Sudah dikelola dengan LMDH

Perum Perhutani KPH Purwakarta menegaskan bahwa kawasan hutan yang mereka kelola telah dikerjasamakan dengan masyarakat sekitar melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Oleh karenanya, penerbitan sertipikat di wilayah hutan tidak mungkin bisa dipaksakan.

Adapun adanya infrastruktur di wilayah hutan karena hal itu sudah diatur dalam UU Cipta kerja, di mana kewenangan itu berada di tangan pemerintah pusat.

Perhutani, kata dia, hanya ditugaskan negara untuk menjaga dan mengelola kawasan hutan dari klaim sepihak.

“Hutan tidak bisa disertipikatkan, kecuali dengan aturan yang ada di Undang-Undang Cipta Kerja terhadap fasos fasum yang difasilitasi dengan aturan di UU CK, dan untuk lebih jelasnya silakan tanyakan langsung ke Kementerian Kehutanan,” ujar Administratur Perum Perhutani KPH Purwakarta, Uum Maksum usai rapat koordinasi dengan ATR/BPN dan Forkopimda Karawang pada Senin (31/7).

Petani demo bpn karawang
Massa petani menggelar demo di depan Kantor BPN Karawang pada Kamis (27/7) siang.
BPN hanya layani sesuai prosedur

Di sisi lain, Kepala Pertanahan ATR/BPN Karawang, Nurus Solichin menyatakan jika 88 bidang tanah yang dimohonkan Sepetak sebagian besar berada di kawasan hutan.

Baca juga: Ulah Mafia Tanah Bikin Masyarakat Nangis Tiap Hari, Menteri ATR/BPN Meradang

Hal itu menyusul adanya surat BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta yang isinya meliputi batas koordinat serta semua aturan dan data terkait Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)

“Jadi kalau di kawasan hutan kita keluarkan sertipikat itu salah, maka kita hanya melayani sesuai prosedur, sesuai perundang-undangan. Jika di luar dari kawasan hutan, baru kita bisa proses,” jelas Nurus.

Kendati demikian, ia memastikan jika kawasan hutan yang ada pemukimannya akan diusulkan menjadi sertipikat. Usulan tersebut akan dirumuskan dahulu oleh panitia penataan kawasan hutan yang diketuai langsung Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Itu yang betul-betul pemukiman ya, tetapi kalau tanah garapan belum,” katanya.

Usulkan 71 Hektare Jadi Aset Pemda

Sekretaris Daerah (Sekda) Karawang, Acep Jamhuri menyebut pihaknya mengusulkan 71 hektare lahan di kawasan hutan agar dilegalisasi sebagai aset pemerintah daerah.

Hasil rumusan itu didapat seusai pihaknya melakukan rapat koordinasi dengan Perum Perhutani KPH Purwakarta dan ATR/BPN Karawang.

Usulan aset tersebut meliputi bangunan sekolah, desa, masjid atau pun fasos fasum yang sudah lebih dari 5 tahun ada di kawasan hutan. Termasuk redistribusi tanah untuk penduduk di kawasan hutan.

“Itu kita permohonannya dari bupati langsung. Nanti masyarakat didata, kemudian ada tim, dicek, diukur luasannya, kemudian diusulkan ke KLHK dan kita sudah berproses. Dan nantinya aset tersebut pemda hibahkan lagi ke desa,” tandasnya. (*)