Beranda Headline Nelangsa Henny Rumahnya Digusur Jadi Jalan di Karawang, 20 Tahun Tak Dapat...

Nelangsa Henny Rumahnya Digusur Jadi Jalan di Karawang, 20 Tahun Tak Dapat Ganti Rugi

Rumahnya henny di karawang
Henny Yulianti (60) sulit membendung kesedihan setiap kali mengingat rumahnya dulu di Dusun Krajan, Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, Karawang.

KARAWANG – Henny Yulianti (60) sulit membendung kesedihan setiap kali mengingat rumahnya dulu di Dusun Krajan, Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, Karawang. Rumah yang dulu melindunginya dari panas dan hujan, kini hanya menyisakan aspal jalanan yang sibuk dilalui kendaraan.

Rumah itu telah lenyap—digusur atas nama pembangunan—dan ganti ruginya tak pernah benar-benar ia terima. Bahkan hingga kini, Henny masih menerima tagihan pajak atas tanah yang sudah menjadi jalan tersebut.

Henny menuturkan, semua bermula pada tahun 2005, ketika pemerintah merencanakan pembangunan jalan menuju jembatan penghubung Karawang-Bekasi.

Tanah Henny yang seluas 426 meter persegi, termasuk dalam area yang harus dikorbankan.

Baca juga: Lampu Jalan di Karawang Masih Banyak yang Mati, Pemudik Harus Ekstra Hati-hati

“Sudah main patok. Nggak lama terus dipanggil ke desa,” kata dia, Sabtu (23/3).

Sebagai janda tiga anak, Henny menggantungkan harapan pada tanah itu. Ia meminta ganti rugi sebesar Rp 230 ribu per meter, tetapi yang ditawarkan jauh lebih rendah, hanya Rp 80 ribu.

Itu pun dengan syarat pembayarannya dilakukan secara dicicil.

“Ibu nolak ketika itu, tapi kata orang pemdanya, ya silahkan nanti kita buat naik aja jalannya diatas rumah ibu,” ujar Henny menirukan nada intimidasi yang diterimanya kala itu.

Henny akhirnya dipaksa menandatangani kuitansi kosong sebanyak tiga kali—sesuatu yang saat itu tak ia sadari sebagai bentuk persetujuan pembayaran.

“Saya kan engga tahu awam ya, ya gimana ya waktu itu tandatangan di blangko yang kosong. Ya saya terima aja. Kalau gak diterima rumah saya mau digusur juga mau diratakan pakai beko,” ungkapnya.

Hari penggusuran itu, kata dia, membekas jelas dalam ingatan. Rumahnya rata dengan tanah, dan ia bersama ketiga anaknya harus mencari tempat berteduh di rumah kontrakan.

Namun kini ia sudah menempati rumah yang lain setelah dibantu saudaranya yang mengaku iba terhadap nasibnya.

Henny saat ini bekerja sebagai pengasuh anak di Bekasi, sementara anak-anaknya masih tinggal di rumah itu.

“Tiap malem saya nangis. Banyak yang bilang dapet gusuran kok malah belangsak. 20 tahun nahan sakit,” lirih Henny.

Baca juga: Tol Cipali Kembali Makan Korban, Dua Orang Tewas dalam Kecelakaan Truk

Masih ditagih bayar pajak
Rumahnya henny di karawang
Potret jalan di Batujaya, Karawang yang dulu adalah rumahnya Henny dan tiga warga lain. Mereka disebut harus tergusur tanpa mendapat ganti rugi yang layak.

Selain kehilangan tempat tinggal, ia juga mengungkap masih dibebani tagihan pajak tanah yang sudah tak lagi ia miliki.

Hingga 2024, ia masih menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang kini telah berubah menjadi jalan raya.

“Ini saya juga masih bayar PBB, terakhir 2024 lalu juga saya dapat SPPT dan saya bayar aja,” katanya.

“Saya nggak ngerti. Jadi saya bayar aja,” jawab Henny saat ditanya mengapa tak memprotes ketika masih ditagih pajak.

Minta tolong Dedi Mulyadi

Henny tak sendiri. Ada sejumlah pemilik tanah lainnya yang rupanya terkena gusur tapi belum diganti rugi.

Mereka adalah Marwan (53) dengan luas tanah 530 meter persegi, Imron luas tanah 120 meter persegi dan Mamad luas tanah 500 meter persegi serta satu warga lainnya

Baca juga: Siloam Hospitals Cikarang Gelar Seminar, Bedah Pemanfaatan Teknologi untuk Gangguan Pencernaan

Henny berharap agar bupati Karawang dan gubernur Jawa Barat segera menyelesaikan ganti rugi tersebut.

Sebab perkara ini sempat masuk ke ranah pengadilan. Akan tetapi hanya dalam penyelesaian perkara pidananya, bukan perdatanya.

“Dulu saya jadi saksi di pengadilan, tapi waktu perkara pidana yang sama pejabatnya itu terjerat hukum. Ya saya orang awam enggak ngerti, katanya kenapa enggak coba masukin perkara perdata gitu,” tukasnya.

“Sekarang kami cuma minta tolong sama Pak bupati, Pak gubernur perhatikan kami. Bantu kami mendapatkan keadilan mendapatkan hak kami,” lirih Henny. (*)