JAKARTA – Suara bel sepeda tua berbunyi sumbang saat Asep (48) kembali melintasi gang-gang sempit di Jakarta Timur. Di belakang sepedanya, dandang bubur mengepul, menandakan ia akhirnya bisa berjualan setelah lima hari terpaksa berhenti akibat kelangkaan gas elpiji 3 kilogram.
“Baru bisa jualan lagi, Neng. Gara-gara gas langka. Berasa banget, nggak ada pemasukan harian,” ujar Asep, Jumat (7/2/2025), sambil menuangkan bubur panas untuk pelanggannya.
Baca juga: ISSI soal Muskorkab KONI Karawang: Pilih Calon Berprestasi, Bukan yang Numpang Hidup
Selama hampir sepekan, Asep dan istrinya harus berkeliling mencari gas, tetapi hasilnya nihil. “Kadang ada, kadang enggak. Kalau ada, harganya mahal. Jadi mikir-mikir dulu buat beli,” tuturnya. Akibatnya, ia terpaksa menghentikan usahanya dan membeli makanan dari luar karena tidak bisa memasak sendiri.
Nasib serupa dialami Khusnul Khotimah (50), ibu rumah tangga di Kemanggisan, Jakarta Barat. Ia terpaksa menghentikan aktivitas memasak karena tidak bisa mendapatkan gas elpiji. “Saya tiga hari enggak masak. Cari gas ke mana-mana, enggak dapat,” katanya, Kamis (6/2/2025). Setelah berkeliling lebih dari 10 warung, ia akhirnya pasrah dan membeli makanan jadi.
Polemik Kebijakan Gas Elpiji
Kelangkaan gas elpiji 3 kilogram ini diduga akibat kebijakan yang diterapkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ketua Umum Partai Golkar itu awalnya mewajibkan pengecer menjadi pangkalan elpiji, tetapi kebijakan ini menimbulkan gejolak di masyarakat. Setelah mendapat banyak kritik, ia kemudian mengusulkan skema sub pangkalan, meskipun belum ada kejelasan terkait mekanisme pelaksanaannya.
Kebijakan ini juga berdampak fatal. Yonih (62), warga Pamulang, Tangerang Selatan, meninggal dunia setelah mengantre membeli gas pada Senin (3/2/2025) siang. Kejadian ini semakin memperkuat desakan agar kebijakan diubah.
Presiden Prabowo akhirnya turun tangan dan menginstruksikan agar pengecer kembali diperbolehkan menjual gas. “Sebenarnya ini bukan kebijakan Presiden untuk melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Selasa (4/2/2025).
Menteri ESDM Akui Kesalahan
Setelah menuai kritik, Bahlil Lahadalia akhirnya mengakui bahwa kebijakan tersebut kurang matang dan koordinasi dengan pihak terkait masih lemah. Ia juga mengklaim bahwa kebijakan penghapusan pengecer merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan penyalahgunaan distribusi elpiji oleh oknum pengecer.
“Semua kebijakan sudah kita kaji secara mendalam. Ini sebenarnya sudah direncanakan sejak 2023 dengan hasil audit dari BPK bahwa ada penyalahgunaannya dari oknum-oknum pengecer,” kata Bahlil.
Meski demikian, keputusan mendadak tanpa kesiapan distribusi yang jelas telah menyebabkan kelangkaan, lonjakan harga, serta dampak besar bagi masyarakat kecil. Kini, dengan pengecer kembali diperbolehkan berjualan, diharapkan pasokan gas elpiji 3 kilogram bisa kembali stabil. (*)