Beranda Regional PSI Pertanyakan Data Kemiskinan Versi SBY

PSI Pertanyakan Data Kemiskinan Versi SBY

JAKARTA, TVBERITA.CO.ID- Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia bidang kepemudaan, Dedek Prayudi mengecam pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.

Di mana SBY mengatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 100 juta jiwa.

“Saya mengecam kesesatan yang diucapkan oleh mantan Presiden RI tersebut,” kata politisi muda yang akrab disapa Uki itu.

Mantan peneliti kebijakan United Nations Population Fund ini membeberkan data kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia.

“Bank Dunia menggunakan standard USD 1,9 per hari sebagai garis kemiskinan. Tren kemiskinan Indonesia menurut Bank Dunia menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, termasuk disaat SBY berkuasa,” jelasnya.

“Bank Dunia menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan ada pada level 11,3 persen pada tahun 2014 dan turun menjadi 10,6 persen pada tahun 2017. Sedangkan tahun 2018, karena tahunnya masih berjalan, belum ada datanya. Tapi yang jelas, pola penurunan dan level kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia mirip dengan versi BPS dan yang belum ada, jangan diada-adakan,” terang Uki.

Dia justru balik menyindir tren kenaikan ketimpangan ekonomi yang terjadi di zaman pemerintahan SBY. Sebab, Uki mengungkapkan, menurut Bank Dunia ketimpangan kaya dan miskin justru meningkat paling tajam di zaman pemerintahan SBY sejak era reformasi.

“Ketimpangan tersebut turun sejak Jokowi menjabat,” tegasnya.

Uki memohon kepada SBY untuk lebih jujur dalam mengeluarkan statement tentang kemiskinan.

“Kalau tidak mau menggunakan data BPS sebagai rujukan, silakan. Tapi mohon kami-kami yang masih muda ini diajarkan berpolitik yang jujur. Jangan karena tidak berkoalisi dengan pak Jokowi, lantas menjelek-jelekkan dengan kabar menyesatkan. Kasihan rakyat, jangan dibohongi,” tutupnya.

Melalui akun Twitter resminya, SBY memberikan klarifikasi. Dia menjelaskan, angka kemiskinan harus dilihat dengan ‘The Bottom 40%’.

“Banyak yang salah mengerti arti the bottom 40%, kemudian langsung berikan sanggahan, tak benar jumlah penduduk miskin 100 juta orang,” tulis SBY melalui @SBYudhoyono Rabu (1/8).

SBY melanjutkan, istilah ‘the bottom 40%’ digunakan oleh World Bank Group, yaitu 40% penduduk golongan bawah di masing-masing negara. Di negara berkembang yang income perkapitanya belum tinggi, mereka termasuk kaum sangat miskin, kaum miskin dan di atas miskin alias near poor.

“Ada pejabat negara yang mengatakan menurut BPS yang miskin hanya sekitar 26 juta. Tentu saya SANGAT MENGERTI angka itu,” tegas SBY.

Presiden RI dua periode ini menjelaskan, dunia tetapkan sasaran kembar atau twin objective dalam pembangunan berkelanjutan, hilangkan kemiskinan ekstrim dan capai kemakmuran bersama.

Ketika dirinya jadi Ketua HLP PBB bersama PM Inggris dan Presiden Liberia susun bahan SDGs, the bottom 40% jadi perhatian utama.

Dia menambahkan, kelompok inilah yang mesti dibebaskan dari kemiskinan dan ditingkatkan taraf hidupnya dengan meningkatkan pendapatan atau income mereka.

“Kelompok ini sangat rawan dan mudah terdampak, jika ada kemerosotan ekonomi, terutama jika ada kenaikan harga, termasuk sembako. Dengan melemahnya ekonomi, the bottom 40% alami persoalan. Ini saya ketahui dari hasil survei & dialog saya dengan ribuan rakyat di puluhan kabupaten/kota,” jelas SBY.

SBY percaya bahwa angka kemiskinan sekarang sekitar 26 juta orang, atau 9,82% seperti data yang dimiliki pemerintah saat ini. Dia memahami tak mudah turunkan angka kemiskinan.

Dia bercerita, Pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono selama 10 tahun berhasil turunkan kemiskinan sebesar 6 persen. Hal ini dicapai dengan melakukan program pro-rakyat yang masif.

Pemerintah sekarang, kata SBY, dalam waktu 3 tahun berhasil turunkan kemiskinan sebesar 1 persen. Dia berharap, hingga akhir 2019, Jokowi-JK bisa turunkan angka kemiskinan mencapai 3 persen.

“Saya dengar pemerintah akan tunda sebagian proyek infrastruktur, guna selamatkan ekonomi kita. Hal ini sudah lama saya sarankan. Keputusan dan kebijakan pemerintah tersebut (kalau benar) TEPAT. Saya ikut mendukung. Karena berarti negara UTAMAKAN RAKYAT,” kata SBY.

“Biasanya dalam musim pemilu, kalau berbeda posisi langsung DIHAJAR. Saya bukan tipe manusia seperti itu. Kalau benar harus saya dukung,” tutup SBY.(kb/mdk)