Beranda Headline Nestapa Dua Pengayuh Becak Tua dan Harapan yang Tak Pernah Padam

Nestapa Dua Pengayuh Becak Tua dan Harapan yang Tak Pernah Padam

Pengayuh becak tua
Kusnadi dan Oding, dua pengayuh becak tua di Alun-alun Karawang.

KARAWANG – Siang itu, matahari Karawang bersinar terik. Di sudut alun-alun kabupaten, dua sosok tua duduk diam di bawah bayang-bayang pohon rindang.

Wajah mereka murung, tubuh mereka letih, namun tetap setia menjaga becak tua yang kini lebih sering diam daripada berjalan.

Mereka adalah Pak Kusnadi (70) dan Pak Oding (63), dua tukang becak dari Poponcol Kaler yang sejak pagi sudah mangkal, menanti penumpang yang tak kunjung datang.

Baca juga: BPBD Karawang Waspada Potensi Bencana Peralihan Musim, Petugas Tetap Disiagakan

Saat dihampiri, raut wajah Kusnadi berubah penuh harap. Ia mengaku tak ingat kapan terkahir kali dapat penumpang.

“Udah mangkal disini dari 1993, kalau dulu rame. Sekarang sepi, jadi tidur doang seperti sedang jaga becak,” ungkapnya kepada tvberita pada Jum’at, 11 April 2025.

Kusnadi menyadari, kebanyakan orang kini lebih memilih transportasi via digital seperti ojol. Meski demikian, ia tak ingin putus asa.

Setiap hari ia mengayuh pedal becak dari rumah ke alun-alun, terkena terik hingga bermandikan keringat demi menghidupi anak istri.

Kisah penjaga becak tua
Kusnadi dan Oding, dua pengayuh becak tua di Alun-alun Karawang.

“Terakhir dapet penumpang yang mau ke KCP, dia bayar 50 ribu. Kalau gak dapet uang, yasudah pulang, paling kadang ada yang panggil untuk angkut barang,” ungkapnya.

Sementara Oding, nasibnya tak jauh beda dengan Kusnadi. Kadang-kadang ia hanya dapat Rp20.000 atau Rp10.000 dari hasil jerih payahnya.

Baca juga: Bupati Karawang Minta Dedi Mulyadi Batalkan Izin Tambang PT MPB di Tamansari

“Paling jauh narik ke rumah sakit, ke Grand Taruma. Kemaren ada ke RS 15 ribu,” tambahnya.

Sebetulnya, Oding berharap bisa beralih pekerjaan. Namun ia tak punya modal dan hanya berbekal becak tua untuk mencari nafkah.

Kadang-kadang, Oding bekerja serabutan untuk menambah penghasilan.

“Untuk tambah-tambah, paling ke kebon nyangkul,” tuturnya.

Dengan wajah sendu Oding menatap becak tuanya, ia mengatakan, becak yang dulu ia beli seharga Rp500.000 telah menjadi saksi bisu perjuangannya dalam mencari nafkah dan bertahan hidup.

Baca juga: Saluran Mampet Bikin Air Meluap, Rendam Jalan Arteri Galuh Mas Karawang 

“Saya cuman punya badan yang lumayan masih bugar, dan becak tua ini,” katanya sambil tersenyum.

Kendati demikian, Kusnadi dan Oding berharap tukang becak seperti mereka bisa dapat perhatian lebih dari pemerintah seperti profesi ojol.

Mereka juga berharap, masih ada orang yang berminat naik becak di tengah gempuran kemajuan zaman.

“Saya tetep mangkal disini dari pagi jam 6 sampai sore, sepi juga mau bagaimana lagi, harus tetap cari nafkah. Berharap juga dapat perhatian dari pemerintah,” tutupnya. (*)