Beranda Advertorial Pemindaian 3D Berbasis AI Menggerakkan Pemantauan Risiko Bencana Konstruksi dan Lokasi Konstruksi...

Pemindaian 3D Berbasis AI Menggerakkan Pemantauan Risiko Bencana Konstruksi dan Lokasi Konstruksi Cerdas

Pemindaian 3d berbasis ai
Ilustrasi kecerdasan buatan (AI). Dok istimewa

Ditulis oleh:

Pemindaian berbasis ai

Profesor Madya Dr. Md. Asrul Nasid Masrom, Timbalan Dekan Pembangunan, Penyelidikan dan Penerbitan, Peneliti Utama, Pusat Penyelidikan Pengurusan Infrastruktur Lestari dan Alam Sekitar (CSIEM) Fakulti Pengurusan Teknologi dan Perniagaan, UTHM Malaysia

Pemindaian berbasis AI

Dr. Ir. Uus Mohammad Darul Fadli, S.E., MM, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Indonesia


TVBERITA.CO.ID – Industri konstruksi global kini mengalami gelombang transformasi teknologi yang semakin cepat. Di antara inovasi yang paling berpengaruh adalah penggunaan teknologi pemindaian 3D berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang kini menjadi inti dari pengembangan situs pintar, pemantauan struktural, dan deteksi dini risiko bencana.

Dalam konteks negara berkembang seperti Malaysia dan Indonesia, teknologi ini tidak hanya meningkatkan daya saing sektor konstruksi, tetapi juga menjadi alat strategis untuk memastikan keselamatan, keberlanjutan, dan efisiensi operasional jangka panjang.

Teknologi pemindaian 3D berbasis AI bekerja dengan menghasilkan model digital tiga dimensi (3D) dari data yang dikumpulkan oleh drone, LiDAR, dan sensor optik.

Model ini kemudian dianalisis oleh AI untuk mengidentifikasi ketidakakuratan struktural, perubahan geologis, atau risiko tersembunyi seperti kebocoran gas, tekanan tanah yang tidak biasa, dan gerakan mikro yang dapat menyebabkan bencana seperti tanah longsor atau ledakan pipa.

Di Malaysia, insiden seperti ledakan pipa gas di dekat proyek MRT, serta terjadinya pengendapan tanah karena pekerjaan bawah tanah, telah menunjukkan kebutuhan mendesak untuk pemantauan berbasis data secara real-time di lokasi konstruksi.

Upaya Malaysia menuju konstruksi cerdas menjadi lebih jelas melalui inisiatif di bawah the New Industrial Master Plan (NIMP 2030) dan Basis Fourth Industrial Revolution (4IR).

Baca juga: UBP Karawang Resmi Buka Program Studi Magister Manajemen

Instansi seperti CIDB, MDEC, dan MIDA telah mulai memperkenalkan insentif bagi kontraktor untuk menerapkan teknologi digital termasuk BIM, AI, dan drone dalam manajemen proyek.

Universitas negeri seperti Universiti Teknologi Malaysia (UTM) dan Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) juga melakukan penelitian di bidang keselamatan lokasi, pemodelan BIM cerdas dan robotika konstruksi. Namun, kebutuhan untuk memperkuat infrastruktur data, pelatihan keterampilan, dan kolaborasi industri-akademisi tetap menjadi hambatan dan tantangan utama untuk implementasi skala besar.

Indonesia, di sisi lain, secara aktif memperkenalkan pendekatan konstruksi cerdas dalam megaproyek seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, penggunaan teknologi pemetaan 3D, pemantauan satelit, dan pelacakan AI digunakan untuk menghindari kesalahan desain dan memastikan transparansi konstruksi.

Melalui kolaborasi antara Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dan lembaga penelitian seperti BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Indonesia sedang mengembangkan database geospasial nasional yang mendukung analitik situs real-time. Langkah ini penting dalam memastikan pembangunan berskala besar dilakukan dengan aman, transparan dan sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

Sebagai perbandingan, negara-negara maju seperti Australia, Inggris, dan Singapura telah berkembang pesat dalam menerapkan teknologi ini melalui pusat penelitian kelas dunia.

Baca juga: Karawang Diterjang 53 Bencana dalam 3 Bulan, Didominasi Banjir dan Angin Kencang

Di Australia, misalnya, Centre for Smart Modern Construction (c4SMC) di Western Sydney University berfokus pada penelitian digital twin, robotics, dan AI dalam mengoptimalkan proses konstruksi, termasuk dalam aspek keselamatan dan manajemen risiko bencana.

Di Inggris Raya, The Bartlett School of Construction and Project Management di University College London (UCL) melakukan berbagai studi kolaboratif dengan perusahaan teknik untuk mengembangkan sistem pemantauan struktural otomatis yang mampu mendeteksi perubahan pada tingkat akurasi yang tinggi.

Singapura, di sisi lain, melalui Centre for Integrated Building Energy and Sustainability in the Tropics (CiBEST) di National University of Singapore (NUS), telah terbukti berhasil dalam menerapkan AI dan sensor di bangunan komersial dan infrastruktur publik untuk pemantauan berkelanjutan dan respons bencana yang efisien.

Keberhasilan pusat-pusat penelitian ini telah menjadi tolok ukur penting bagi negara-negara berkembang dalam memperkuat kapasitas penelitian dan inovasi lokal.

Malaysia dan Indonesia dapat meniru pendekatan mereka dengan menciptakan pusat penelitian terintegrasi yang menggabungkan keahlian teknik, data, dan kecerdasan buatan untuk memecahkan masalah bencana konstruksi.

Pendirian laboratorium seperti “Smart Site Safety Lab” atau “Centre for Construction Risk Monitoring” di universitas setempat dapat menjadi platform kolaborasi antara sektor industri, pemerintah, dan akademisi untuk membangun ekosistem konstruksi yang lebih aman dan cerdas.

Teknologi pemindaian 3D dan AI juga berdampak besar pada ekonomi dan pasar kerja. Laporan McKinsey & Company menunjukkan bahwa proyek yang menggunakan sistem ini mencatat peningkatan produktivitas 25% dan pengurangan biaya sebesar 15%.

Selain itu, peluang kerja baru di bidang visualisasi digital, manajemen data konstruksi, analis risiko, dan operator drone kini terbuka lebar – terutama bagi lulusan teknik muda dan profesional di negara berkembang.

Dari sudut pandang lingkungan, pemantauan struktural yang akurat membantu menghindari pemborosan bahan bangunan, mengurangi aktivitas rekonstruksi, dan meminimalkan emisi karbon dari alat berat.

Teknologi ini juga mendukung pengurangan kunjungan lokasi fisik dan konsumsi energi, sehingga berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 11 dan 13.

Baca juga: Kecelakaan Tewaskan Siswa SMAN 5 Bandung, Sopir Mobil Berpotensi Jadi Tersangka

Dari perspektif sosial dan keselamatan, sistem AI dapat mengidentifikasi pekerja yang tidak mematuhi protokol keselamatan, mendeteksi keberadaan bahan yang mudah terbakar, dan mengeluarkan peringatan dini tentang risiko bencana—baik itu tanah longsor, kebocoran gas, atau kegagalan struktural. Ini sekaligus melindungi kehidupan pekerja serta masyarakat yang tinggal di dekat lokasi konstruksi.

Namun, tantangan implementasi seperti biaya awal, kekurangan keterampilan, dan kendala kebijakan masih perlu ditangani secara strategis. Negara-negara berkembang perlu melihat teknologi ini bukan sebagai beban, tetapi sebagai investasi jangka panjang dalam keamanan, keberlanjutan, dan kemakmuran ekonomi.

Kesimpulannya, teknologi pemindaian 3D berbasis AI bukan lagi sekadar eksperimen tetapi telah menjadi tulang punggung untuk membangun masa depan yang cerdas, responsif, dan aman.

Negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia, dengan dukungan kebijakan, penguatan penelitian, dan kolaborasi internasional, memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin regional dalam pengembangan teknologi konstruksi pintar dan manajemen risiko bencana berbasis data. (*)