JAKARTA, TVBERITA.CO.ID- Pemberintaan atau informasi hoax (palsu) sangat mungkin terjadi di media sosial karena dikelola secara pribadi oleh pemegang smartphone atau gadget lainnya.
Berbeda dengan media mainstream yang ada. Keberadaan media sosial (Medsos) mampu mengancam informasi yang faktual.
Kalau media mainstream ada pemimpin redakasinya (pemred), dewan redaksi dan wartawanya berbeda denga media sosial semjanya dikelola decara personal.
“Mungkin media maintream tidak akan terdapat berita hoax tapi ini sering terjadi di media sosial karena tidak ada yang mengontrol.
“kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) usai pelantikan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ciamis Kabupaten Pangandaran, di situs Ciung Wanara Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Rabu (17/1/2018).
Oleh karena itu para guru, kiyai termasuk orang tua membangun karakter baru yaitu tidak membicarakan orang lain kecuali benar sesuai fakta yang sesungguhnya terjadi dengan penggunaan bahasa yang sopan dan santun.
“Nah, itulah cara memperbaiki media sosial karena ini adalah gambaran moralitas yang ada pada masyatakat kita,”ucap Heryawan.
Dia menyebutkan perkembangan orang-orang yang bersifat negatif pada sejarah manapun sebaiknya sebagai masyarakat harus menyikapi dengan bjjak dalam menanggapi berita hoax tersebut.
“Salah satunya dengan tidak menyebarkan kembali berita hoax itu,”ujar Heryawan.
Aher sapaan Gubernur Jabar menilai meskipun kita bukan pencipta dari berita hoax itu tapi hanya sebatas mengebarkan saja. Itu termasuk dalam proses menyebarkan juga termasuk bagian dari hoax itu sendiri.
Apabila masyarakat memiliki pendidikan moral yang baik dan sebagai penerima berita hoax tidak ikut menebarkan maka Aher optimis beria hoax itu akan berhenti.
“Yang repot adalah atas nama klarifikasi kita ikut menyebarkan informasi hoax kesana-kemari,”ujar Aher.
Semua bangsa di dunia bisa dikatakan mengeluh tentang keberadaan medsos yang disalahgunakan dengan tindakan negatif.
Bahkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) setiap bertemu dengan kepala negara lain salah satu yang sering dikeluhkan adalah pemberintaan di media sosial.
Dia berharap di tubuh organisasi PWI dengan uji kompentensi wartawannya mampu meredam penyebaran berita hoax. Selain itu, PWI juga memfasilitasi wartawan yang berlatar belakang pendidikan di luar jurnalistik maka telah disiapkan program sekolah jurnalistik.
“Jadi jika ada yang bukan lulusan jurnalistik kemudian berprofesi menjadi wartawan sudah disiapkan sekolahnya yang memakan waktu hanya 21 hari.
Insya Allah ada gambaran bagaimana caranya menjadi wartawan yang profesional,”pungkasnya.(kb)