CIANJUR, TVBERITA.CO.ID- TIGA tahun sudah Atmaja (62) dan ratusan warga lainnya di Kampung Sindanglangu RT 05/11, Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas hidup didalam kecemasan, karena wilayah yang mereka tempati terancam bencana pergerakan tanah.
Harapan untuk segera mendapatkan relokasi ke wilayah yang lebih aman dan nyaman sudah sangat dinanti oleh mereka, namun hingga kini harapan itu tak kunjung datang.
Karena, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur tidak pernah memberikan kejelasan terkait rencana relokasi itu.
“Kami sangat mengharapkan segera direlokasi. Karena, kami juga tidak bisa terus bertahan di lokasi yang memang dapat membahayakan jiwa kami. Kondisi ini sudah kami alami sejak 2015,” ungkap Atmaja, saat ditemui wartawan, Rabu (7/3/2018).
Setiap malam datang, jelas Atmaja, dia dan keluarganya terpaksa harus meninggalkan rumahnya dan mengungsi ke sanak saudaranya.
Apalagi, lanjut dia, dengan instesitas hujan yang sangat tinggi dalam beberapa pekan terakhir menambah kekhawatiran dengan terjadinya bencana pergerakan tanah yang lebih besar.
“Hampir seluruh warga yang ada dilingkungan ini sudah tidak berani tidur di rumahnya masing-masing. Setiap malam, mereka pasti memilih menumpang di rumah keluarganya atau tetangga di lokasi yang lebih aman,” jelasnya.
Atmaja menyebutkan, pergeseran tanah terus terjadi secara bertahap dan semakin parah sejak empat hari ke belakang. Hal itu, dikarenakan intensitas hujan yang tinggi sehingga menyebabkan tanah terus bergerak.
“Sedikitnya 72 hunian terdampak pergerakan tanah. Karena hujan lebat, tanah amblas sampai satu meter dalam satu waktu. Selain itu, tercatat puluhan hektare sawah milik warga turut rusak. Pipa pengairan pun ikut rusak sehingga aliran air tercecer,” ucapnya.
Menurut dia, kondisi di pertengahan 2018 itu tergolong parah. Selain menghancurkan rumah warga yang rata-rata merupakan bangunan baru, pergerakan tanah juga memutus akses jalan di kampung tersebut, dan memaksa warga memutar jalan hingga 3-4 kilometer.
Atmaja mengatakan, biasanya pergerakan tanah terjadi secara perlahan tanpa kerusakan yang signifikan. Namun, kini warga dapat merasakan pergerakan tanah sepanjang waktu.
Hal itu, membuat warga resah dan tidak nyaman untuk tetap tinggal di lokasi bencana. Belum adanya bantuan relokasi, hingga saat ini memang memaksa mereka untuk tetap bertahan di rumah masing-masing.
Beberapa warga memutuskan untuk merelokasi hunian mereka secara mandiri. Namun, kepindahan itu hanya dilakukan oleh warga yang tergolong mampu saja.
Sementara sisanya, mengungsi pada malam hari dan kembali ke rumah pada siang hari.
“Kami sebenarnya cuma ingin diungsikan saja dulu. Jangan dibiarkan tetap tinggal di sini, masalah relokasi belakangan yang penting kami aman dulu,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Desa Batulawang Nanang Rohendi mengatakan, pihak desa telah melaporkan kondisi di lokasi kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur. Terhitung, dua kali pelaporan telah dilakukan sejak dua pekan lalu.
“Kami sebenarnya sudah ajukan relokasi ke perusahaan swasta, setahun lalu. Tapi belum ada respon, jadi memang banyak yang akhirnya inisiatif pindah sendiri,” ujar Nanang.
Ia mengungkapkan, jika tak kunjung ada bantuan, pihak desa akan mencari lahan desa untuk relokasi. Akan tetapi, Nanang mengaku, wacana relokasi itu harus dipertimbangkan matang-matang.
Soalnya, belum ada solusi terkait pembiayaan pembangunan hunian tetap di lahan baru. Walaupun ada lahan, hingga saat ini belum dipikirkan lebih jauh mengenai teknis relokasi rumah warga.
“Kalaupun mau relokasi, ada lahan berjarak 2-3 kilometer dari lokasi lama. Menurut BMKG juga area itu lebih aman, tapi ya kembali lagi, biayanya belum terpikirkan,” ucap Nanang.
Meski demikian, Nanang akan tetap memantau dan mempriotitaskan keselamatan warga. Apalagi, berdasarkan informasi BMKG, kampung itu memang tergolong rawan pergerakan tanah dan longsor.
“Karena masih satu patahan dengan wilayah Sukaresmi yang juga mengalami pergerakan tanah. Makanya, sekarang kami kerahkan petugas untuk memastikan warga berada di tempat aman,” kata dia. (KB*)
