Beranda Regional Aparat Desa Tanjungsari Bingung ke Penyidik Polres

Aparat Desa Tanjungsari Bingung ke Penyidik Polres

KARAWANG, TVBERITA.CO.ID- Aparat Desa Tanjungsari, Kecamatan Cilebar, bingung dengan sikap penyidik Polres Karawang yang menjadikan Akta Jual Beli (AJB) milik Nurlela Tambunan, sebagai salah satu dasar diprosesnya perkara tindak pidana menempatkan keterangan palsu di dalam akta autentik yang menjerat Kepala Desa Tanjungsari, Wawan Eka Saputra.

 

Pasalnya, AJB yang dimiliki oleh Nurlela dikeluarkan dan ditanda tangani oleh Kepala Desa Tanjungjaya tahun 1982. Sementara objek tanah berada di Desa Tanjungsari yang saat itu juga telah memiliki kepala desa, hasil pemekaran dari Desa Tanjungjaya dalam wilayah Kecamatan Rawamerta.

“Kami juga bingung, tanah itu AJB-nya Desa Tanjungjaya. Padahal dari lokasi tanah milik Nurlela itu jaraknya sekitar 0,5 kilometer dengan Desa Tanjungjaya, dan tanah sawah di sebelahnya yang berbatasan dengan Desa Tanjungjaya justru sudah benar masuk wilayah Desa Tanjungsari,” ujar Kepala Urusan (Kaur) Umum Desa Tanjungsari, Caryo Caryono, Selasa (28/11).

Ia mengungkapkan, perkara hukum yang menjerat Wawan bersama dua tersangka lainnya, Anom Suganda selaku Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Mukarammah serta Otih, akibat Nurlela merasa tanah miliknya berkurang dari total yang tertulis dalam AJB tersebut.

“Dalam AJB memang tercantum 10.360 meter persegi, tapi dalam tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya 6.747 meter persegi luasnya. Nah Nurlela itu menganggap lahanya diambil oleh orang lain. Karena memang tanah sawah miliknya satu hamparan dengan milik Acang yang dijual kepada pihak DKM dan dijadikan tanah wakaf untuk kemakmuran dan operasional masjid,” katanya.

Padahal objek tanah Nurlela dan Acang berbeda, dan AJB keduanya juga tidak ada sangkut pautnya sampai hari ini Desa Tanjungjaya masuk dalam wilayah Kecamatan Tempuran, sementara Desa Tanjungsari masuk wilayah Kecamatan Cilebar.

Caryo menjelaskan, tanah sawah milik Nurlela terdiri dari 6 petak, sementara tanah Acang ada 4 petak seluas 6.700 meter persegi lebih. DKM membeli tanah Acang dalam dua tahap, yaitu dari Ati sebanyak 2 kotak pada tahun 2010 dan Otih sebanyak 2 kotak tahun 2016.

“Nurlela menganggap tanah miliknya terambil oleh Acang, karena setelah diukur luasnya kurang. Acang sendiri kemudian menjual 2 kotak ke Ati untuk kebutuhan berobat. Sisanya 2 kotak lagi ke DKM oleh Otih selaku ahli waris,” katanya yang juga pernah menjabat Sekretaris Desa Tanjungsari periode sebelumnya.

Nurlela kemudian melaporkan Wawan, Ati, Otih dan Anom karena menganggap ada pemalsuan AJB di atas lahan yang dianggap miliknya. Karena ia merasa luas lahannya adalah seperti yang tertulis di AJB, seluas 1 hektar lebih.

Anom sendiri terlibat karena menjadi wakil masyarakat atas nama Ketua DKM saat menandatangani AJB. “Jadi yang membeli tanah itu sebenarnya masyarakat dari hasil iuran, kemudian yang menandatangani AJB-nya Pak Anom,” katanya. (put/ds)